Seventeen √Question.

388 29 3
                                    

Memulai secara perlahan dan jangan paksakan. Cinta butuh kesabaran, jika cinta jangan engkau sakiti, jika sayang bisa engkau buktikan. Jangan pendam rasa itu sendiri, setidaknya ungkapkan secara lisan ataupun tulisan di masa yang memang harus terungkap.

⛅ ⛅ ⛅

Derap langkah melewati koridor rumah sakit terdengar, dinding bercat putih melekat di mana-mana menambah kesan kedamaian. Beberapa wanita salah tingkah bagaikan melihat seorang idola Kota yang lewat. Yang dilihat tak henti berwajah datar.

Entah kapan wajah itu terlihat damai dengan senyuman hangat bermekaran layaknya bunga pada semua orang sedang menyapa. Mungkin sebentar lagi, seorang perempuan yang mampu membuat senyuman mekar di rupanya. Tunggu saja, waktu akan selalu berjalan.

Tak lupa paper bag berisi buah ringan serta bubur ayam membuat paper bag yang dipegangnya terangkat sedikit berat. Demi seorang yang tengah tak sadar kan diri, ia rela membentang cahaya matahari menjelang sore.

Meski Antariska Soares Hospital memiliki kantin begitu mewah layaknya Cafe dibagian belakang dengan kualitas makanan makanan terjamin bersih, laki-laki itu tetap bersikeukeuh untuk membeli makanan dari luar, tempat terpercaya kualitas makanannya bergizi dan higienis.

Setelah berjalan melewati lorong demi lorong yang dingin akibat pendingin melekat diatas setiap koridor. Kini lift berkaca berhenti dilantai 4. Sosok pemuda itu menghela napas ketika berada tepat depat pintu kamar VVIP 015.

Tok ... tok ... tok

"Bunda, bagaimana keadaannya? Apa dia udah sadar?" tanyanya dengan sekali helaan napas. Ia membuka pintu pelan dan masuk ke sana.

Wanita yang sedang membaca majalah resep makanan di sofa terhenti, dan meletakkan kertas itu.

"Belum, Nak. Dia masih sangat lemah," balasnya penuh hawa keibuan.

Matanya tertuju pada gadis tergeletak dibangkar putih. Selimut tebal menutupi tubuh hingga dada. Sangat manis perempuan itu, seakan dia tengah tertidur lelap bukan pingsan.

"Sudah makan, Bun? Aku dari beli makanan buat Bunda dan dia."

"Bunda sudah makan sebelum kamu menelpon tadi. Kamu saja yang makan, Nak. Pasti belum makan, kan?"

Benar saja Rayan belum makan kecuali di kantin Jupiter tadi. "Aku masih tidak lapar." Rayan meletakkan isi paper bag itu ke dalam lemari pendingin ruangan ini.

Kemudian ia mendekat ke arah bangkar perempuan tertidur itu. Dia Belin!

Bunda Maisya juga mendekat, mereka saling berhadapan di mana sang Bunda berada disisi kiri Belin dan Rayan disamping kanan. Laki-laki itu menatap sekilas wajah lugu Belin lalu menatap sang Bunda kembali.

"Lihat gadis ini, dia manis, lugu dan polos. Entah kenapa Bunda ngerasa ia familiar, Bunda pernah melihatnya entah di mana?" Bunda Maisya mencoba mengingat sesuatu.

"Apa yang sudah terjadi dengannya?" Karena faktor umur, ia lupa dan bertanya yang memang jadi pertanyaan dari benaknya sejak tadi.

Rayan menghela napas sebentar. Memejamkan mata sejenak lalu membuka kembali. Perlahan mulai bercerita dari putusnya Kevlar dan Belin sampai akhirnya menemukan gadis tak berdosa ini dianiaya dan tergeletak lemah pada dinginnya lantai.

"Apa-apaan itu, dia tidak bisa kabur, dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Siapa nama anak itu, Rayan? Biar Bunda laporin dia." Bunda Maisya begitu emosi, apa salah anak tak berdosa ini kepadanya.

"Sudah, Bun. Nggak usah laporin, dia adik kelasku sendiri. Biar Rayan yang urus."

"Tapi, Ray--"

BELINDA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang