37 - Detak dan Getaran

792 58 35
                                    

21.21 WIB

Mengenai semesta yang terlalu konyol untuk diceritakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mengenai semesta yang terlalu konyol untuk diceritakan.
Satu Garis Dua Arah

37 - Detak dan Getaran

SUARA klakson dari beberapa kendaraan yang berada di belakang motor Dafa, membuat laki-laki itu terkejut dan langsung sadar. Dafa melamun sampai tidak sadar bahwa lampu merah sudah berganti menjadi warna hijau. Sebelum diteriaki oleh pengendara lain, Dafa dengan segera melajukan motornya dari sana.

Saat sampai di depan pagar rumah, Dafa meminggir untuk memberhentikan motornya. Lalu, dia turun untuk membuka pagar. Kemudian, lanjut memasukkan motor ke dalam perkarangan rumah yang tampak sepi.

Pak Yanto datangnya sore, karena pria itu bertugas di malam hari sampai pagi. Seharusnya jam segini, Pak Yanto sudah datang. Mungkin sekitar sepuluh menit lagi pria yang berusia di atas lima puluh tahun itu sampai.

'Dafa, Mama sakit.'

Dafa melepas helmnya, kemudian meletakkan benda itu di atas tangki motor. Laki-laki itu menunduk sejenak untuk mengatur detak jantungnya yang berpacu cepat. Perasaannya berubah tidak tenang—setelah mengangkat telpon dari seseorang sebelum dia pulang ke rumah.

Itulah yang membuat Dafa tidak fokus saat berada di jalan tadi.

Dafa belum beranjak dari sana. Laki-laki itu masih berdiri di sebelah motornya dengan pikiran yang terbagi-bagi. Tarikan nafas Dafa terdengar sulit. Dia mengalami rasa panik yang seberusaha mungkin laki-laki itu tutupi. Akibatnya, Dafa jadi semakin cemas tak menentu.

Dafa berusaha untuk menenangkan pikirannya. Setelah merasa sedikit lebih baik, Dafa mengangkat wajahnya kembali—yang semula menunduk menatap ke bawah. Dia kemudian mendongak menatap langit yang mulai menggelap. Awan-awan di sana mulai menghilang, menyisakan langit yang kosong dan mengabu.

Dafa menatap motornya sejenak. Dia tidak bisa melakukan apapun, selain hanya berdoa agar orang yang membuat pikiran dan perasaannya tidak tenang ini—cepat sembuh dan baik-baik saja. Bukan tidak mau menghampiri dan menjenguk. Tapi jika dia melakukan itu, tandanya Dafa sama saja mau menarik kebahagian orang tersebut.

Dia sangat menyayangi wanita itu.

Keluarga baru, binar bahagia, dan hidup yang tenang. Dafa tidak akan membuat hal tersebut hilang dari orang itu.

Dafa tidak pernah membencinya. Dia hanya merasa sudah cukup. Laki-laki itu bisa hidup baik untuk ke depannya.

Ponsel yang berada di saku celana Dafa bergetar, membuat Dafa segera mengambilnya dan mengangkat panggilan itu saat melihat nama si penelpon. Ternyata itu telpon dari Hana.

Satu Garis Dua Arah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang