19 - Janji Saat Itu

744 66 202
                                    

haii!

Malam minggunya pada ngapain ni???

Sebelum baca, klik bintang di pojok kiri dulu ya!! ⭐

Ramein chapter ini biar up cepett

Selamat Membaca 🌓

(22.22 WIB)

22 WIB)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

Untuk luka yang kau ukir menggunakan pena hitam kering

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk luka yang kau ukir menggunakan pena hitam kering.
— Satu Garis Dua Arah

19 - Janji Saat Itu

SEBENARNYA tidak ada yang salah di sini. Ingin menyalahkan ego? Tapi, kan, manusia yang mengendalikannya. Lantas, siapa yang salah? Ego atau si pengendalinya?

Terkadang, hati dan pikiran tak berjalan berdampingan. Tak berjalan beriringan. Dan tak berjalan segaris atapun searah. Ketika lisan ingin berkata, ego menghalau hati yang ingin berbicara. Ketika hati ingin bertindak, ego menghancurkan segalanya.

Sama halnya seperti Athaya. Sekuat apapun dia mengelak, peran Dafa di hidupnya memang sangat penting. Tapi hatinya yang sekeras batu itu selalu menepis jauh-jauh perasaan aneh yang dulunya selalu timbul saat bersama Dafa.

Namun rasanya, mustahil jika bisa melupakan semua itu tanpa sisa.

"Kamu mau makan apa?"

Athaya mengalihkan pandangannya dari benda pipih yang ada di hadapannya. Perempuan itu tengah melihat grup chat-nya bersama teman-temannya—Mauren, Kayla dan Nadya. Banyak sekali stiker yang mereka kirim ke sana. Sepertinya Mauren dan Nadya tengah memiliki masalah hidup. Alhasil mereka melampiaskan dengan berperang stiker.

Mengenai Kayla, sampai sekarang mereka belum berkomunikasi. Hanya Mauren dan Nadya saja yang meramaikan grup chat mereka. Sedangkan Athaya dan Kayla hanya menyimak.

Athaya melirik Dafa melalui ujung ekor matanya, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya tanpa menanggapi cowok itu.

Dafa duduk di sebelah Athaya, di sofa panjang di depan televisi. Melihat Athaya yang masih tetap memainkan ponsel dan tidak menjawab pertanyaannya tadi, Dafa kemudian bertanya lagi, "Nasi goreng, mau?"

Satu Garis Dua Arah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang