41 - Ineffable

944 83 43
                                    

FOLLOW UNTUK INFO UPDATE!!

Selamat Membaca 🦋

[21.00 WIB]

Terlalu fokus pada satu jiwa, sampai lupa jika ada jiwa lain yang juga punya luka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terlalu fokus pada satu jiwa, sampai lupa jika ada jiwa lain yang juga punya luka.
—Satu Garis Dua Arah

41 - Ineffable

Langit di atas sana terlihat mulai menggelap, tanda-tanda hujan sepertinya akan turun. Athaya berjalan dengan langkah kaki yang lambat. Perempuan itu menyusuri jalanan yang tampak sepi—masih dengan mengenakan seragam sekolah. Dia sengaja meminta pada sopir bus untuk diturunkan di daerah yang tidak terlalu dekat dari rumahnya.

Alas sepatu sekolah Athaya begesekan dengan aspal—menimbulkan suara yang setidaknya bisa memecah keheningan yang sejak tadi menyelimutinya. Sesekali Athaya menendang bebatuan kecil yang dirasa menghadang jalan. Rasa bersalah menggerogoti hati Athaya sejak dia duduk di dalam bus sampai sekarang ini.

Athaya kira, meluapkan emosi dengan cara membentak Dafa dan melontarkan kalimat yang dia tahan-tahan, akan membuat perasaan Athaya menjadi lebih tenang. Nyatanya, rasa menyesal malah terasa bertubi-tubi menghantam dirinya.

Berulang kali Athaya meyakinkan diri, bahwa tidak ada yang salah. Dia tidak seharusnya merasa menyesal seperti ini. Namun entah mengapa, hati kecil Athaya menolak itu—sampai membuat dia jadi gelisah begini. Karena sejujurnya... Athaya menyesal sudah melontarkan kalimat jahat pada Dafa.

Dafa mungkin tersinggung tanpa Athaya sadari. Cowok itu juga manusia yang memiliki perasaan. Athaya sering melakukan hal itu pada Dafa, dan tidak menutup kemungkinan bahwa Dafa juga bisa merasa sakit hati atas ucapan maupun perlakuan yang Athaya berikan.

"Dia selalu ikut campur," gerutu Athaya sambil terus berjalan. Cowok itu tidak pernah berhenti mencampuri hidupnya. Kalau saja Dafa tidak mengusik dia, Athaya pasti tidak akan berlaku kasar terhadap cowok itu, mungkin.

Athaya meremas rok sekolah yang dia kenakan di bagian pinggang. Rasa bersalah itu kembali muncul di hati Athaya karena melontarkan kalimat tidak seharusnya, dan juga tidak sengaja menumpahkan kuah bakso ke seragam Dafa. Kepala perempuan cantik itu menunduk menatap ujung sepatu sekolahnya.

Apa dia sangat jahat kepada Dafa?

Perlahan, Athaya mengangkat kedua telapak tangan dan memandang sejenak keduanya untuk beberapa detik. Kuah bakso yang mengenai seragam Dafa di kantin tadi sangat panas. Athaya sempat menangkap raut wajah Dafa yang meringis merasa perih—begitu kuah bakso Athaya mengenai seragam cowok itu. Walau hanya tiga detik, tapi Athaya melihatnya dengan jelas.

Semilir angin menerpa lengan Athaya yang terbuka, membuat perempuan itu mengusapnya karena merasa dingin. Athaya mengedarkan pandangan melihat ke arah jalanan yang tidak dilalui satu kendaraan pun. Hanya dia yang berada di sana, itu pun dengan berjalan kaki.

Satu Garis Dua Arah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang