Chapter 02

18.1K 1.4K 37
                                    

Sekar menunaikan tugas nya sebagai seorang istri dengan menyiapkan sarapan untuk Reno yang entah sedang apa di ruang kerja nya. Mungkin saja suaminya itu sedang bertelpon ria bersama kekasihnya, atau mungkin malah saling berkirim cumbuan sebagai pemuas hasrat paginya sebagai seorang lelaki. Yang jelas, apapun itu, Sekar tahu kalau kegiatan yang dilakukan Reno mayoritas akan selalu membuatnya berakhir dengan kesedihan.

Dengan lemas dan mata sembab, ia mengaduk nasi goreng sosis di kuali dengan air mata yang lagi-lagi menetes di pipi. Tubuhnya boleh saja bekerja, namun otaknya sama sekali tidak berada di tempat.

Teringat kembali bagaimana bisa ia menikah dengan Reno yang kala itu merupakan lelaki yang berhasil merebut hati dan juga cinta nya.

Sekar masih berusia sangat belia kala itu, dan pertama kalinya ia bertemu Reno ketika ia menangis sebab selalu di siksa oleh Ayahnya akibat kematian sang Ibu. Sekar yang tak berani pulang lantas terpaksa menjadi tukang cuci piring di sebuah warteg yang mau memberi nya upah sepiring nasi untuk mengisi perut kecilnya yang kelaparan.

Ia ingat betul saat itu, saat di mana Reno datang bersama Ayah nya untuk makan siang di warteg tempat nya mengais sesuap nasi. Reno dan Ayah nya terlihat seperti orang berada, dengan pakaian kemeja yang harum dan juga wajah bersih tanpa debu, tak seperti dirinya.

Saat itu, Sekar terpergok tengah menatap Reno yang tertawa bahagia bersama Ayahnya, hal yang sangat membuatnya iri sekaligus sedih. Ia ingin berada di posisi itu, posisi di mana ia bisa mendapat kasih sayang dan juga perlindungan dari Ayah nya.

Dengan cepat, Sekar segera mengalihkan wajahnya dan kembali berkutat dengan piring yang sudah selesai ia cuci. Ia tidak seharusnya iri pada kehidupan seseorang.

"Bu, piring nya sudah Sekar cuci semua." Lapornya lirih dan takut-takut. Entahlah, sejak perangai Ayah nya yang berubah menjadi gemar menyiksa dirinya, Sekar ketakutan pada siapapun. Pemilik warteg ini adalah orang yang baik, namun tetap saja, trauma Sekar sulit untuk hilang.

Ibu pemilik warteg tersenyum, dan segera mengambilkan sepiring nasi, lengkap dengan orek tempe, ikan goreng, serta bihun goreng.

"Ini nak, nanti teh anget nya ambil di teko itu ya." Tunjuknya pada sebuah teko tua yang ada di dekat tumpukan gelas bersih.

Sekar mengangguk paham dan segera meraih sodoran piring yang akan meredakan kelaparannya. Sekar membungkuk berkali-kali pada ibu pemilik warteg, mengucapkan rasa terima kasihnya yang sulit ia utarakan secara langsung. Matanya berkaca-kaca ketika melihat makanan yang tersaji di atas piring.

Dengan cekatan, Sekar segera menuju bagian belakang warteg dan melahap habis makanan tersebut penuh rasa syukur. Namun yang tak pernah ia duga, Reno melihat semua nya.

Lelaki itu tanpa dinyana menghampirinya yang sedang duduk di bangku kayu tempatnya tadi mencuci piring. Sekar terkejut hingga tersedak hebat yang dengan cekatan segera diberikan segelas teh hangat oleh Reno.

"Maaf ya, aku bikin kamu kaget." Sekar melirik Reno yang meminta maaf dengan raut sungguh-sungguh. Sekar hanya bisa mengangguk, namun tak mengucapkan sepatah kata pun.

Reno tersenyum, dan tanpa ragu mendudukkan diri di atas tanah dengan memeluk kedua lututnya tanpa terlihat takut akan kotor.

"Nama kamu siapa? Aku Reno."

Lagi-lagi Sekar melirik Reno takut-takut. "Sekar." Cicitnya lirih.

"Wah, nama nya bagus." Puji Reno tulus. "Kamu anaknya Ibu Ratna? Kok aku nggak pernah lihat kamu sebelumnya? Aku langganan makan di warteg ini sama Ayah."

Sekar memelankan kunyahannya dan menelannya susah payah. Mata nya kembali memerah ketika teringat siapa dirinya. "Bukan." Hanya itu jawabannya.

Tapi Reno tidak patah semangat. Ia terus saja mengajak Sekar mengobrol tanpa canggung. "Terus siapa? Keponakannya?"

"Sekar kerja di sini." Bisiknya lirih, yang seketika membungkam Reno. Wajahnya terlihat sangat terkejut mendapati fakta kalau gadis sekecil Sekar sudah harus bekerja di tempat seperti ini.

"Kok Sekar kerja? Ayah Ibu Sekar di mana?"

Sekar meletakkan piring nya yang sudah tandas, dan meneguk teh yang sudah mendingin itu dengan rakus. Desak kesedihan menghimpit dadanya seketika.

"Ibu sudah meninggal." Ada raut prihatin di wajah polos Reno. Ia mendekati Sekar dan tanpa ragu memeluk lengannya lembut.

"Lalu Ayah?" Sekar menggeleng sendu.

"Ayah benci Sekar." Ucapnya pilu. "Sekar anak nakal yang udah bikin Ibu nggak ada. Ayah marah."

Reno benar-benar dibuat kaget dengan takdir hidup gadis cilik yang kini terisak lirih dalam dekap nya. Ia yang sudah menginjak bangku akhir sekolah menengah pertama saja rasanya tak akan sanggup jika harus menjalani kehidupan seperti yang Sekar lalui. Dan bagaimana bisa gadis sekecil dirinya menanggung beban seberat ini sendirian?

"Sekar punya saudara?" Gelengan kepala mungil itu menambah keprihatinan Reno akan garis takdir si gadis mungil ini.

"Kamu tinggal di mana?" Sekar diam saja. Tak tahu harus menjawab apa.

"Nggak tau." Lirihnya tercekat.

Tanpa sadar, jemari Reno terkepal erat. Sungguh kejam sosok Ayah dari gadis ini. Bagaimana bisa ia justru tidak mempedulikan gadis sekecil ini? Sendirian di luar sana dan tak mengkhawatirkan keselamatan putrinya sendiri.

"Kamu mau ikut aku?" Spontan Sekar menatap Reno waspada. Kepalanya menggeleng cepat dan nyaris berlari menjauh sebelum Reno berhasil menahan tubuh gemetar gadis cilik itu. "Jangan takut. Aku bukan orang jahat." Ucapnya lembut. "Kamu aman sama aku. Ayah Bundaku orang baik. Aku jamin kamu nggak akan lagi sendirian. Kamu mau?"

Sekar masih menatap waspada Reno yang kini mengulurkan tangannya. "Aku udah lama pengen punya adik perempuan. Bunda pasti bakal seneng banget aku bawa anak perempuan semanis kamu." Ucapnya antusias.

Netra lugu Sekar menatap penuh penilaian pada Reno. Tak ada setitikpun niat jahat yang Sekar tangkap, baik dari perilaku maupun ucapan lembut lelaki di hadapannya ini. Bisakah ia memercayai Reno yang terlihat tulus ingin membantunya?

"Jangan takut." Ucapnya lagi, berusaha meyakinkan Sekar yang tengah meragu.

Dan ketika jemari kecilnya menerima uluran tangan Reno, Sekar tak akan pernah tahu, jika perjalanan hidup dan cinta nya akan bermula, bersama dengan Reno, sosok superhero berhati lembut yang menolong nya dari suram kehidupan.

Jadi ini awal mulanya Sekar bisa kenal sama Reno ya. Padahal pas kecil, si Reno manis banget gitu, kok bisa gedenya malah sleketep😫

Btw, besok jadwalku vaksin dosis kedua, hmm ngeri2 sedap sama efek paska vaksinnya. Soalnya yg dosis pertama kemarin, aku beneran drop banget, ditambah ada jadwal praktikum kuliah, makin drop lah diriku😂 gimana pengalaman vaksin kalian, dear?

Yuk ramaikan vote dan komennya🤗

27 Juli 2021

Now and ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang