Chapter 34

12K 833 141
                                    

Seharian yang begitu panjang dilalui oleh Reno dengan pikiran berkecamuk yang membuat kepalanya pening tak berkesudahan. Tumpukan berkas yang menggunung, menunggu persetujuannya, bahkan tak tersentuh sedikitpun. Tak mampu menarik atensinya untuk segera menyelesaikan kewajibannya itu.

Bayangan kebersamaan Nando bersama dengan Sekar yang tampak begitu lepas dan penuh tawa jelas menyakiti perasaannya. Dulu, ia bahkan tak mampu memberi tawa untuk Sekar selama pernikahan mereka. Hanya kenangan sebagai kakak adik lah yang menorehkan memori indah di benaknya. Ia sadar, betapa kejam dirinya selama ini karena menyakiti dan menganggap remeh pernikahannya bersama Sekar dengan berselingkuh bersama Manda. Dan seolah karma, kini justru dirinya yang bisa merasakan bagaimana cemburu dan sakitnya melihat seseorang yang kita cintai justru bahagia bersama lelaki lain.

Ketukan di pintu menyadarkan lamunannya. Reno mempersilakan siapapun dibalik pintu tersebut untuk masuk, tak memiliki tenaga untuk sekedar melihat siapa yang datang.

"Permisi Pak Reno, pertemuan dengan klien dari Palu sekitar satu jam lagi. Apa sebaiknya kita berangkat sekarang saja ke tempat meeting diadakan?"

Reno mendongak cepat. Tak menyangka kalau Sekar datang ke ruangan setelah sejak tadi mantan istrinya itu seolah menghindari masuk ke ruangannya. "Sekarang aja." Sahutnya cepat dan segera meraih berkas keperluan serta ponsel yang tergeletak di atas meja.

Sekar mengangguk. Ia baru hendak meraih ponsel untuk meminta supir kantor mengantar sebelum teleponnya direbut secara paksa oleh Reno. Tentu saja Sekar kaget bukan main. Ia menatap Reno dengan kesal. "Pak, kembalikan ponselnya. Saya harus telpon Pak Jamal untuk..."

"Mas yang akan nyetir sendiri. Nggak perlu hubungin Pak Jamal." Singkatnya dan segera berlalu tanpa merasa perlu mengembalikan ponsel milik Sekar yang ia sita. Malah dengan tanpa dosa, Reno memasukkan ponsel tersebut ke dalam kantung nya.

Berhitung dari angka satu sampai sepuluh adalah cara Sekar untuk meredam emosi karena tingkah seenaknya Reno. Dengan langkah cepat ia segera mengikuti Reno yang rupanya sudah menunggu di depan lift untuk segera turun bersama-sama. Ditekannya lantai tujuan begitu Sekar sudah menjajari dirinya. Dalam diam laki-laki itu mengulum senyum karena begitu senang bisa berdua saja bersama Sekar.

Mereka terjebak sunyi ketika kotak besi itu membawa keduanya menuju basement gedung. Sekar yang malas karena sedang kesal, sedangkan Reno yang begitu menikmati kebersamaan mereka. Reno bahkan membukakan pintu untuk Sekar dan menyempatkan diri untuk mengusap lembut punggung mungil Sekar.

"Tempat pertemuannya masih di La Reis kan?" Sekar hanya mengangguk, malas menukas apapun karena sedang kesal. Dua kali sudah Reno seenaknya mempermainkan dirinya. Pertama karena ponsel. Yang kedua karena usapan lembut di punggung nya yang menurut Sekar adalah hal yang tidak sewajarnya dilakukan.

"Kamu marah sama Mas?"

Sekar menatap tak percaya pada Reno yang kini mencoba menggenggam tangannya. Sekar terus menepis, namun gagal karena satu genggaman kuat yang berhasil lelaki itu raih pada tangan kanannya.

"Mas masih nanya apa aku marah atau nggak?" Sekar menatap kesal Reno yang kini malah asyik mengusapi punggung tangannya. "Pertama, Mas seenaknya ambil ponsel aku. Terus yang kedua, ngapain tadi Mas bukain pintu mobil dan usapin punggung aku?"

Reno menatap sekilas dan tertawa pelan karena menurutnya, wajah Sekar ketika kesal adalah kombinasi wajah yang begitu manis dan menggemaskan. "Pertama, Mas ambil ponsel kamu karena kamu mau hubungi Pak Jamal."

"Kan bisa langsung ngomong tanpa harus ambil ponsel aku!" Tukasnya berapi-api. Tangannya yang bebas segera menjulur ke arah Reno. "Balikin."

"Yang kedua." Reno mengacuhkan permintaan Sekar. "Mas masih punya hak buat bukain pintu dan juga usapin punggung kamu. Walaupun Mas ini mantan suami kamu, tapi Mas tetap jadi Kakak kamu. Kamu nggak lupa, kan?" Sekar mencibir kesal.

Now and ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang