Chapter 36

10.7K 636 13
                                    

"Hei, kamu sibuk?"

Sekar tersentak ketika sebuah suara yang familiar menginterupsi pekerjaannya. Bukan pekerjaan sih, Sekar malah rasanya lebih sibuk melamun ketimbang menyelesaikan pekerjaannya. Entahlah. Selalu seperti ini jika Reno kembali berulah dengan merongrong sebuah kesempatan kedua.

"Hei Nan. Nggak kok. Ini juga cuma ngecek aja sebelum nanti di sampaikan ke Pak Reno. Ada apa?"

Nando tersenyum dengan menaikkan salah satu alisnya. "Ehm ini udah jam pulang kerja, Sekar. Aku mau ajak kamu pulang bareng. Is it okay?"

Sekar membelalak dan segera mengecek jam di ponselnya. Nyaris pukul lima lewat tiga puluh, dan ia sama sekali tak menyadari hal itu. Astaga, betapa malunya Sekar karena terlihat bodoh di depan Nando.

"Aku nggak nyadar kalo udah lewat jam pulang." Ringisnya malu, dibalas dengan kekehan kecil oleh Nando. "Aku beres-beres dulu nggak apa-apa? Ini berkasnya mau aku taruh aja ke ruangan Pak Reno."

"Sure. Aku tunggu kamu di lobby aja ya? Kamu selesaiin dulu urusan kamu. Nanti kalo udah mau ke bawah, kabarin aja." Sekar mengangguk, mengantar Nando menaiki lift dengan tatapannya dan sebuah lambaian tangan. Ia lantas segera merapikan berkas dan menatanya dari yang paling urgent untuk berada di tumpukan paling atas. Ia juga menyempatkan diri untuk membereskan tas dan mematikan komputer sebelum mengantar berkas tersebut.

Sekar tidak tahu apakah Reno masih ada di ruangan atau tidak. Namun jika dilihat dari waktu, besar kemungkinan Reno sudah pulang. Terlebih tidak ada jadwal lagi selepas makan siang mereka tadi. Dengan memberanikan diri, Sekar langsung membuka pintu dan mengantarkan berkas tersebut. Ruangan bersuhu rendah itu kosong tanpa pemiliknya, dan ia sangat bersyukur untuk itu.

Tidak butuh waktu lama untuknya mengabari Nando ketika lift sudah membawanya menuju lobby. Ia sedikit mengecek penampilannya di kaca lift sembari menunggu kotak besi tersebut berhasil mengantarnya sampai ke lantai yang ia tuju.

"Udah selesai?" Sekar kaget karena Nando yang langsung menyambutnya tepat di depan pintu lift.

"Udah, dan kamu nggak perlu nunggu di depan lift gitu, Nan. Untung kantor udah sepi. Kalo masih rame kan kita jadi perhatian."

Nando mengedikkan bahu. "Emang nya kenapa? Lagian misal jadi perhatian dan timbul gosip, nggak ada yang salah juga kan? Kamu lajang, aku juga lajang." Cengirnya dihadiahi geplakan pelan oleh jemari Sekar. Kedua manusia itu lantas memasuki mobil Nando. Rupanya lelaki itu sudah memindahkan mobilnya dari basement untuk langsung terparkir di depan lobby. Toh para petinggi kantor tidak mungkin berada di kantor selarut ini.

"Mau kemana?" Sekar mengernyit.

"Lho, mau pulang, kan?"

Nando terkekeh dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Aku sebenernya pengen ajak kamu ke rumahku. Mau ketemu sama orangtuaku."

Sekar terdiam. Ajakan dari Nando bukan hal yang lazim di lakukan oleh seorang sahabat. Menemui orangtua itu....terkesan begitu intim kalau menilik kedekatan mereka sebagai seorang sahabat.

"Kamu keberatan ya?"

"Bukan gitu. Aku cuma...kaget. Aku juga nggak bawa apa-apa buat beliau. Apalagi aku masih pake baju kerja gini. Kurang sopan nggak sih?"

Nando tersenyum menggeleng. "Kenapa kurang sopan? Pakaianmu bagus, tertutup, rapi juga. Itu udah jadi syarat mutlak kamu terlihat sopan. Lagipula Ibu Bapakku kan bukan orang perlente, Sekar. Nggak perlu pusing mikirin penampilan kalo mau ketemu. Kami cuma keluarga penjual bakmi aja."

Sekar cemberut. Ia memukul lengan Nando dengan kesal. "Mulai lagi kan merendahnya. Bersyukur tau masih punya pekerjaan. Apalagi pekerjaannya nggak ikut orang, hasil usaha sendiri. Lebih bahagia dan bebas ketimbang jadi budak korporat."

Now and ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang