Chapter 37

22.6K 710 49
                                    

Ini adalah pengalaman pertama Sekar membantu Nando beserta kedua orangtuanya berjualan mie ayam. Tugas Sekar sederhana, hanya membantu mengantarkan pesanan ke meja pelanggan karena ia sendiri tak berani mengajukan diri untuk membantu meracik bumbu minyak untuk mie ayamnya. Ia takut dengan kelancangannya malah akan merubah rasa dan membuat para pelanggan kecewa.

Bapak dan Nando bergantian meracik pesanan pelanggan, Ibu menyiapkan minuman, dan Sekar yang mengantar ke meja pelanggan. Sebuah kerja sama yang apik, bukan? Pelanggan lantas tak perlu berlama-lama menunggu karena harus menunggu Ibu yang biasanya mengantar pesanan untuk disambi membuat minuman.

Kesan pertama membantu Nando adalah menyenangkan. Meski dirinya masih cukup lelah sehabis kerja seharian, tapi siapa sangka kalau membantu berjualan justru bisa menjadi hiburan tersendiri bagi lelah yang menghinggapinya seharian. Ia jadi teringat kembali masa lalunya yang harus bekerja keras demi sepiring nasi untuk mengganjal perutnya yang lapar.

Dua jam ia bolak balik karena memang di jam tersebut sedang ramai-ramainya pembeli, akhirnya pesanan perlahan mulai terkendali. Mereka berempat bahkan sudah bisa mendudukkan diri ditemani sebungkus besar peyek kacang hijau yang dibawa Ibu untuk membunuh bosan.

"Capek ya nak? Harusnya tadi Sekar pulang aja daripada bantu Ibu sama Bapak. Kan Sekar udah capek kerja seharian."

Sekar menggerakkan kedua tangannya ke kanan dan ke kiri. "Nggak kok Bu. Sekar nggak capek. Justru ini ngingetin Sekar sama masa lalu Sekar. Dan bantuin Bapak sama Ibu malah bikin pikiran stres Sekar jadi fresh."

Bapak dan Ibu tersenyum mendengar ucapan tersebut. Satu poin plus dari Sekar, adalah tidak malu meski harus menjadi pengantar makanan di warung mie ayam sederhana milik keluarga mereka. Di jaman serba modern seperti ini, sangat sulit menemukan perempuan seperti Sekar, dan dalam hati Ibu bersyukur, setidaknya jika sampai Nando benar-benar bersama Sekar, perempuan di hadapannya ini tidak akan malu pada pekerjaan sampingan sang suami. Nando tampaknya benar, Sekar bukanlah perempuan biasa.

"Ibu sama Bapak berterima kasih banget karena Sekar udah mau meluangkan waktu buat datang kenalan sama keluarga kami, dan bantu-bantu jualan juga. Bukannya di jamu dengan layak, malah ikut jualan. Maaf ya nak Sekar."

Sekar menggeleng dan tersenyum lembut. "Jangan sungkan, Bu. Sekar nggak keberatan sama sekali kok. Malah dengan seperti ini, Sekar jadi ngerasa nyaman. Senang juga karena bisa nyontek resep mie ayam nya kalo Sekar lagi pengen buat sendiri di rumah."

Semua tertawa mendengar kelakar yang keluar dari bibir Sekar. Mereka bercerita banyak hal. Mulai dari bagaimana mereka mencari modal untuk bisa berjualan mie, sampai dengan kesuksesan mereka meraih hasil setelah selama ini selalu melewati banyak hal sulit.

Disaat sedang asyik bercerita, pelanggan kembali datang mendekati gerobak yang ada di dekat mereka bercengkerama. Ketika disambut, bukan main kagetnya Sekar karena melihat Ayah, Bunda dan juga Reno yang berdiri dengan raut sama kagetnya.

"Ayah? Bunda?" Sekar segera mendekat dan menyalim tangan kedua orang tua angkatnya dengan takzim. Bunda juga memeluk hangat tubuh Sekar yang kini terasa lebih berisi. Apakah Sekar bahagia setelah berpisah dengan Reno?

"Kamu di sini, nak? Pantesan Bunda teleponin nggak diangkat. Dicari di apartemen juga nggak ada. Bunda kira kamu lagi pergi sama temen."

Reno menatap tajam wajah Sekar yang tampak lelah, namun juga bahagia. Ia baru tahu kalau selama ini Sekar tinggal di sebuah apartemen. Namun apartemen yang mana? Kenapa Bunda bisa tahu sedangkan dirinya tidak?

"Maaf Bun. Tapi Sekar emang lagi main kok. Oh iya, kenalin, ini Ibu dan Bapak, orangtua Nando." Kedua orangtua disana saling mrnjabat tangan dan memperkenalkan diri.

Now and ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang