Sekar menunduk di hadapan Ayah dan Bunda dengan perasaan yang sedikit banyak sudah lega ketimbang beberapa waktu lalu. Mereka bertiga berada di sebuah apartemen yang keberadaannya memang hanya diketahui oleh Ayah dan Bunda, karena apartemen ini termasuk apartemen pertama yang mampu Ayah beli saat masih lajang dahulu.
Bunda mengusap lembut lengan Sekar dan menumpukan kepala di bahu putrinya tersebut. "Semua akan baik-baik aja, sayang. Bunda yakin, ini yang terbaik buat masa depan kamu." Dukungan Bunda jelas saja sangat berarti untuk Sekar yang memang sedang di tahap terpuruk dalam fase hidupnya saat ini. Dukungan Bunda dan juga Ayah terus saja mengalir, seolah mereka melupakan siapa anak kandung mereka.
"Terima kasih banyak Yah, Bun, sudah mau dukung Sekar sampai sejauh ini. Padahal Sekar bukan siap..."
"Kamu putri Ayah, Sekar. Sampai kapan kamu mau bicara seperti itu terus?" Sekar tersenyum tipis dan mengangguk. "Maaf, Ayah."
Ayah menghela napas panjang dan menatap sedih putri yang sudah seperti anak kandung nya sendiri. "Sini nak, sudah lama Ayah nggak peluk kamu." Tangan Ayah terentang dan dengan segera di sambut oleh pelukan Sekar yang terasa begitu erat dalam dekap beliau.
Tangan Ayah mengusap sayang surai Sekar yang terasa lembut dalam usapannya. "Putri Ayah sudah besar. Dulu kamu bahkan masih sependek perut Ayah." Kekehnya haru.
Air mata Sekar tak mampu ia bendung. Haru ketika mengingat masa lalu mereka dulu. "Terima kasih, Ayah, Bunda." Ucap Sekar tulus. "Satu hal yang selalu Sekar syukuri adalah bisa menjadi anak dari Ayah dan Bunda. Orang tua terhebat yang pernah Sekar miliki."
Tawa Ayah membahana. Ia mengangguk dan mengecup puncak kepala Sekar. "Karena itu Ayah mau kamu bahagia, nak." Ucapnya kemudian. Netra Ayah bersirobok dengan netra Bunda dan mendapat sebuah anggukan yang hanya mereka sendiri yang tahu.
"Sekar, untuk terakhir kalinya, apa Ayah boleh meminta tolong sama kamu, nak?"
Pelukan mereka merenggang, dan Sekar menaikkan dagunya untuk tahu lebih jauh maksud perkataan Ayah.
"Kenapa Ayah bilang gitu? Tentu Ayah dan Bunda selalu boleh minta apapun ke Sekar." Sahutnya lembut. "Ayah mau minta tolong apa?"
"Ayah mau, kamu untuk sementara menjauh dulu dari kota ini. Bukan maksud Ayah mengusir kamu, tapi Ayah mau kamu menenangkan diri di sana. Lupakan semua yang sudah terjadi dan buka lembaran baru."
Sekar tertunduk di tempat. Opsi yang di tawarkan Ayah jelas sangat menggiurkan untuk recovery kesehatan psikis dan mentalnya usai kehancuran yang terjadi. Namun meninggalkan medan perang bahkan sebelum kalah, jelas bukan komitmen Sekar. Apapun hasilnya, ia harus bisa menghadapi ini semua. Ia tak mau menjadi pengecut yang memilih melarikan diri penuh alibi, layaknya Reno selama ini.
"Maaf Yah.." Kepala Sekar menggeleng segan dan menatap Ayah serta Bunda bergantian. "Tapi Sekar nggak bisa pergi begitu aja di saat semua masalah belum rampung seperti ini. Apa beda nya Sekar sama Mas Reno kalo Sekar juga ikut menjadi pengecut?"
Ayah menatap khawatir Sekar. "Lantas kamu mau gimana, nak? Ayah khawatir kalo kamu nanti akan terus terbelenggu sama Reno yang jelas menolak perceraian ini."
"Iya, nak. Bunda nggak mau kamu lagi-lagi dibayangi sama Reno dan juga perempuan itu. Ini pilihan terbaik, nak." Tambah Bunda turut menyuarakan kekhawatirannya itu.
"Sekar sangat berterima kasih sama perhatian dari Ayah dan juga Bunda buat Sekar, tapi keputusan Sekar sudah bulat, Yah, Bun. Sekar akan tetap di sini, nggak akan kemanapun." Putusnya mantap. "Tapi kalo Ayah dan Bunda berkenan, Sekar justru ingin minta satu hal sama Ayah dan Bunda."
Kontan saja Ayah dan Bunda saling bertatapan dalam kebingungan mereka. "Minta apa, nak?"
Sekar menghela napas sebelum memantapkan niatnya untuk meminta hal yang tentu sangat muluk pada Ayah dan juga Bunda.
"Apa boleh kalo Sekar meminta posisi sebagai sekretaris Mas Reno di kantor?"
Kesiap tak mampu di tutupi dengan baik oleh Ayah serta Bunda. Mereka menatap horor pada Sekar yang terlihat tanpa keragu-raguan sedikitpun.
"Kamu...apa?" Cekat Bunda ngeri. "Sekar sayang, kenapa kamu justru mau dekat-dekat sama Reno, nak? Apa kamu lupa kalo Reno sama sekali nggak menyetujui perceraian ini?"
"Sekar sama sekali nggak lupa, Bunda." Tukasnya lembut. "Tapi Sekar mau mengabdi sama Mas Reno untuk terakhir kalinya, Yah, Bun."
Bunda tak mampu lagi untuk memahami jalan pikiran Sekar. Namun apapun itu, Bunda tentu mempercayakan semuanya pada Sekar.
"Kamu punya Bunda, nak. Kamu bisa cerita apapun ke Bunda kalo ada masalah, ya?" Dalam pelukan Bunda, Sekar meresapi hangat dekapan tersebut yang terasa sama sejak pertama kali mereka bertemu.
"Terima kasih banyak, Bunda. Sekar bahagia punya Bunda dan Ayah di hidup Sekar." Ucapnya lirih penuh ketulusan.
Now and Forever
"Ayah tau, bukan itu tujuan kamu minta buat di jadikan sekretaris Reno, kan?"Baru saja mendudukkan bokong di ruang kerja Ayah, Sekar langsung di buru oleh cecar kecurigaan Ayah ketika beliau meminta waktu untuk berdiskusi tanpa kehadiran Bunda di ruang kerja.
Senyum simpul terbit di bibir ranum Sekar ketika intuisi Ayahnya sama sekali tak berkurang kendati usianya semakin bertambah.
"Ayah masih sepeka dulu. Nggak berkurang sedikitpun." Ucapnya rindu.
"Jadi benar, kan apa yang Ayah bilang? Kamu pasti punya tujuan tertentu di balik itu semua. Apa Ayah boleh tau apa tujuanmu, nak?"
"Maaf sebelumnya kalo Sekar terkesan kurang ajar, tapi tujuan Sekar bekerja di sana, cuma ingin sedikit memberi sapaan buat Mas Reno dan juga selingkuhannya, Yah." Tuturnya tanpa menutupi apapun.
Sesuai dugaan, kening Ayah terlihat mengerut tak paham dengan tujuan Sekar meminta jabatan tersebut.
"Sapaan? Maksudnya apa?"
"Sekar cuma mau sedikit kasih Mas Reno pelajaran Yah. Palajaran untuk menghargai seseorang. Kalau menurut cerita Ayah tentang Mas Reno yang nggak mau menceraikan Sekar, tentu ada alasan di balik itu semua. Dan Sekar terka, kemungkinan karena Mas Reno sudah ada rasa sama Sekar."
"Dan maksud kamu kasih pelajaran itu...balas dendam, begitu?"
Sekar mengangguk mantap. "Kurang lebih seperti itu, Yah. Tapi Ayah jangan khawatir, balas dendam ini sama sekali nggak melibatkan kekerasan apapun, Yah. Hanya ingin sedikit bermain sama perasaannya Mas Reno aja. Apa Ayah berkenan?"
Yang tidak Sekar duga sebelumnya, adalah ketika Ayah justru menyeringai senang dan menjentikkan tangannya penuh semangat. "Berkenan? Ayah justru dukung kamu seribu persen! Ayah setuju untuk kamu sedikit kasih pelajaran buat anak tengik itu tentang arti sebuah komitmen dan perasaan. Lakukan sesukamu, nak. Tapi usahakan jangan sampai Bundamu tau. Biar bagaimanapun, perasaan seorang Ibu pasti akan tetap menyayangi dan ingin melindungi putra nya, sebesar apapun kesalahannya. Kamu paham kan maksud Ayah?"
"Sangat paham, Yah."
"Good." Ayah tersenyum geli dan segera mendial nomor, entah menghubungi siapa. Sekar sendiri hanya diam, menunggu Ayah yang sedang menghubungi seseorang di seberang sana.
"Kamu bisa mulai lusa, nak. Sekretaris Reno yang sebelumnya sudah Ayah pindahkan ke kantor cabang di Malang, dan otomatis posisi itu bisa kamu isi. Persiapkan dirimu, besok lusa kita bertemu lagi di kantor. Kamu siap?"
"Sangat siap, Yah." Angguknya mantap.
Double up hari ini.
Btw, aku pernah nyebutin nggak sih apa pekerjaan Reno dan Ayahnya? Soalnya jujur aja aku lupa😂 kasih tau aku ya dear buat yang mau🙏
Next chapter target 175 votes dan 100 komentar. Sanggup?😊
30 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Now and Forever
General FictionPernikahan bukanlah akhir dari sebuah kisah cinta. Pernikahan merupakan awal dari sebuah kisah romansa sepasang anak manusia.Dan tentunya, ada banyak doa dan harapan untuk kelanggengan serta kebahagiaan dalam menjalani biduk rumah tangga tersebut. N...