Di dalam setiap rumah tangga yang di bangun oleh sepasang anak manusia, selalu terselip doa dan harapan di dalamnya agar pernikahan yang mereka jalani bisa langgeng dan berjalan tanpa rintangan berat yang berarti. Tentu hal itu sudah sewajarnya, mengingat dalam sebuah pernikahan, terdapat komitmen yang perlu berapa bulan atau tahun di bangun oleh pasangan tersebut hingga mampu memantapkan niat menuju ke jenjang yang lebih lanjut dari sekedar kata pacaran.
Sekar tahu kalau pernikahannya bersama Reno dulu adalah pernikahan yang tentunya tidak dilandasi oleh masa pacaran, seperti layaknya pasangan pengantin lain. Ia kira, dengan bermodalkan kenal dan dekat sejak kecil, untuk membangun sebiduk rumah tangga sudahlah cukup baginya memantapkan diri menerima usulan dari Bunda kala itu.
Namun memang manusia hanya bisa bertindak, dan tetap Tuhanlah yang menetapkan. Sekeras apapun Sekar berusaha menjaga rumah tangganya, nyatanya usaha yang ia lakukan hanya berakhir sia-sia. Hatinya remuk, mentalnya hancur, dan harga dirinya lebur, tak bersisa.
Terlebih setelah sidang kedua digelar hari ini, dan lagi-lagi ia memilih mangkir. Menitipkan kepercayaannya pada sang kuasa hukum untuk mewakili dirinya yang enggan dan tak mampu untuk menatap Reno di meja hijau.
Pengacaranya berkata kalau sidang berjalan baik, dan akan dilaksanakan dua minggu ke depan. Entahlah, Sekar tak ingin ambil pusing. Pekerjaannya sedang banyak, dan ia tidak ingin kinerjanya berantakan karena fokusnya terbagi untuk hal yang sesungguhnya sudah tidak penting lagi.
"Baik, Pak. Di Skytree, pukul sebelas pagi ya. Akan saya sampaikan ke Pak Reno terkait pembaruan janji temu ini. Terima kasih."
Sekar menutup telepon dan mencatat pembaruan janji temu itu di Ipad khusus agenda nya dengan rapi. Sama sekali tak menyadari kalau Nando sejak tadi sedang mengamatinya.
"Kamu oke, Sekar?" Tanyanya yang tentu mengejutkan si empunya nama. Wanita itu tersentak dan spontan menoleh ke arah Nando yang terlihat tengah menatapnya lekat.
"Aku baik, Nando. Emang nya kenapa? Ada yang aneh ya?" Tanya Sekar yang lantas meraih cermin kecil di sudut laci untuk menatap seksama pada wajahnya. Sekedar informasi, panggilan formal mereka memang sudah tak mereka gunakan lantaran Sekar yang merasa risih dengan penggilan saya-kamu.
Kekehan Nando mengudara di ruang kecil tempat mereka berbagi meja. Tawa yang terdengar geli, namun tetap terdengar lembut dan sopan.
"Nggak ada yang aneh, kok. Cuma aku ngerasa kamu lagi nggak di sini aja."
Sekar melotot horor. "Aku di sini, Nando. Kamu nggak mikir kalo aku ini lelembut, kan?" Tanya nya ngeri, lagi-lagi di balas kekehan 'sopan' dari bibir Nando yang begitu nyaman terdengar di telinga.
"Bukan itu maksudnya, Sekar. Your body is here, but not your soul and your pretty mind. Ada yang bikin kamu kepikiran? Kamu boleh kok share ke aku kalo kamu nggak keberatan." Tawarnya lembut.
Sekar mengangkat tipis sudut-sudut bibirnya dan kembali berkutat dengan Ipad yang berisi agenda nya. "I don't know. Mungkin sedang menyiapkan mental buat status baru yang bakal segera kusandang?" Kekehnya dengan diakhiri dengan suara seolah bertanya, antara percaya tak percaya.
Nando memang sudah mengetahui status Sekar yang rupanya adalah istri dari pemilik perusahaan tempatnya bernaung selama ini. Ketika ia tahu status Sekar tempo hari, tak lelah ia meminta maaf dengan wajah penuh penyesalannya. Apalagi mengingat ia pernah mengatakan kalau Manda adalah calon istri dari Reno.
Nando tersenyum penuh pengertian pada rekan kerja nya ini. "Apapun statusnya, kamu tetap Sekar yang sama. Sekar yang baik dan juga cepat belajar. Status itu hanya sebatas barisan kata, tapi nggak berarti itu bisa mengubah atau menghancurkan hidupmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Now and Forever
General FictionPernikahan bukanlah akhir dari sebuah kisah cinta. Pernikahan merupakan awal dari sebuah kisah romansa sepasang anak manusia.Dan tentunya, ada banyak doa dan harapan untuk kelanggengan serta kebahagiaan dalam menjalani biduk rumah tangga tersebut. N...