"Lepas, Pak. Shhh sakit."
Sekar masih terus mencoba melepaskan diri dari cengkeraman tangan Reno yang begitu erat mengukung pergelangan tangannya. Ia yakin, bekas dari cengkeraman ini bukan tidak mungkin akan berubah menjadi memar keesokan harinya.
Reno sendiri berusaha abai dengan rintih kesakitan istrinya. Ia tidak berpikir panjang mengenai tindakannya yang jelas-jelas menyakiti Sekar. Di dalam benaknya, kobar amarah masih terus membumbung karena melihat kedekatan istri dengan karyawannya yang bahkan ia tidak kenali siapa gerangan. Hatinya terlanjur panas dan tidak terima ketika melihat senyum milik Sekar terulas manis untuk lelaki lain selain dirinya.
Reno membuka kasar pintu ruangannya dan menghempas cekalan tangannya dengan Sekar, hingga istrinya itu terjerembab di atas sofa ruang kerjanya. Napas nya terengah karena amarah. Ia masih menatap tajam Sekar, meski tangannya sedang berkutat dengan ponsel.
"Tolong, pesankan makan siang, apa saja, selain mie dan sejenisnya. Saya tunggu lima menit, kalau sampai kamu belum sampai juga ke ruangan saya, kamu saya pecat!"
Sekar geram mendengar nada arogansi suaminya yang entah tengah menghubungi siapa. Menurutnya, dalam keadaan semarah apapun, meminta bantuan orang lain tidaklah benar jika mengandalkan emosi dan juga kekuasaan, yang bahkan berujung pengancaman seperti itu.
"Bisa nggak Bapak memanusiakan manusia? Biar bagaimanapun, seseorang yang Bapak beri mandat itu juga manusia. Hargai beliau, apapun posisinya." Cerca Sekar marah. "Dan lagipula, kalau Bapak tadi memesan untuk saya, mohon maaf, saya sudah kenyang." Tambahnya ketus.
"Perhatikan panggilanmu, Sekar." Desis Reno. "Panggil Mas, bukan Pak! Mas ini suami kamu!"
"Yang sebentar lagi jadi mantan!" Sentak Sekar emosi. Ia sudah tak bisa lagi menahan kekesalannya karena sikap Reno yang selalu saja seenaknya sendiri. Di mana kala ia bosan, ia dengan mudah membuang, namun di kala ia rindu, dengan mudah ia meminang. Meski meminang dalam konteks lain. Lebih tepatnya, memaksa untuk mengambil kembali apa yang sebelumnya sudah ia buang dengan kejam.
"Jangan mimpi!" Bentak nya keras. Ia meraih pinggang Sekar, menempelkan tubuh mereka hingga tak ada celah. "Sampai kapanpun, kamu istriku."
"Dan sampai kapanpun, aku nggak akan sudi jadi selinganmu lagi, Bapak Reno yang terhormat." Tekan Sekar dalam tiap kata nya. "Aku nggak akan sudi posisiku sejajar dengan perempuan murahan yang sekarang sudah nyaris menggapai posisiku." Ungkap nya muak. "Tapi kamu tenang, segalanya akan lebih mudah, sebentar lagi, setelah palu hakim memutuskan ikatan kita. Kamu dan wanitamu bisa sebebasnya melakukan apapun, bahkan marathon seks sekalipun selama sebulan penuh, tanpa harus susah payah mencari tempat lain untuk menyalurkan nafsu binatang kalian."
Reno menggeram dan dengan cepat membungkam bibir istrinya dengan ciuman brutalnya, yang tentu saja mengejutkan Sekar karena kejadiannya benar-benar cepat, tanpa sempat ia mengelak. Sekar mati-matian mendorong tubuh Reno dengan tenaganya, namun hal itu sia-sia. Reno, ditambah dengan emosi yang sedang menggelegak, benar-benar tak ubahnya seorang Hulk yang tiada kenal lemah. Bahkan Sekar yakin kalau dorongannya baru saja hanya bisa disetarakan dengan dorongan bayi bagi tubuh Reno.
Tak ingin lagi tubuhnya di jamah oleh si pengkhianat, Sekar dengan cerdik menggigit bibir Reno kuat-kuat, hingga lelaki itu mengaduh dan berhasil memberi jarak bagi keduanya. Lantas dengan cepat, Sekar segera menampar Reno dan tak lupa menendang kemaluan Reno, meninggalkan teriakan keras dari lelaki itu.
"Sshhh, Sekar...sakit." Rintihnya. Ia menatap lirih istrinya yang masih terengah dengan mata memerah menahan tangis. Di detik itu, jantung Reno dibuat kebas karena Sekar tampak sangat sedih dan terhina di satu waktu yang sama.
"Sekar..."
"Kamu boleh selingkuhi aku. Kamu juga boleh menyakiti aku dengan perlakuanmu dibelakangku selama ini." Tuturnya gemetar. "Tapi jangan lagi...jangan pernah lagi kamu berani sentuh aku dengan sentuhan sehina itu, Mas Reno." Sebulir air mata menitik di pipi Sekar yang kini memerah. "Aku bukan wanita seperti itu, seperti Manda, yang sudi menerima sentuhanmu setelah kamu menyentuh perempuan lain. Aku wanita bermartabat dan aku nggak akan sudi kamu rendahkan dengan cara seperti ini."
Reno membeku di tempat. Ucapan Sekar tepat menghujam jantung nya. Ia sungguh tidak sadar kalau selama ini...ia sudah merendahkan istrinya sendiri. Merendahkan Sekar tanpa pernah ia sadari.
"Mas nggak pernah bermaksud." Geleng nya panik. Sungguh, dari lubuk hatinya yang terdalam, ia sama sekali tak pernah berniat merendahkan Sekar, meski fakta berkata sebaliknya. "Mas nggak pernah ingin merendahkan kamu, Sekar." Isaknya tersedu tanpa sadar.
Sekar tersenyum sedih melihat tangis di wajah suaminya, orang yang sepenuh hati ia cintai meski selama ini cinta nya dibalas dengan tuba. "Dari semua perlakuanmu, tanpa sadar kamu sudah ngerendahin aku. Bahkan di saat kamu menyetujui permintaan Bunda untuk meminang aku." Kekehnya pilu. "Tapi semua ini juga bukan sepenuhnya salahmu. Aku, yang memang dari kecil sudah hidup terbuang, seketika nggak bisa menolak permintaan Bunda. Bunda dan Ayah itu segalanya buat aku. Sesakit apapun permintaan beliau, aku nggak akan pernah ragu buat memenuhi keinginan mereka. Dan di situ aku lupa, selain aku memberikan kebahagiaan buat Ayah dan Bunda, di saat itu juga aku merampas kebahagiaanmu bersama Manda."
Reno menggeleng kencang. Tidak. Sekar sama sekali tidak merampas kebahagiaannya. Saat itu, ia hanya terkejut dan tidak menyangka, kalau sosok yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri, harus berubah status menjadi istrinya. Terlebih, saat itu, ia belum memiliki cinta layaknya pria pada wanita untuk Sekar. Semua hatinya tertambat erat pada Manda, tanpa sisa. Namun kini, semua seolah berbalik. Hatinya telah Sekar genggam erat, di saat semua sudah nyaris berada di ujung tanduk.
"Mas minta maaf, sayang. Mas selama ini tanpa sadar udah menyakiti dan merendahkan kamu. Tolong percaya sama Mas, sekali ini aja. Mas mohon." Pinta nya pada Sekar dengan raut kalut.
Sekar diam ketika Reno bersimpuh memohon sembari menggenggam kedua jemarinya. Ia lantas turut menekuk lutut nya, menatap Reno yang berbinar penuh asa melihat Sekar turut bersimpuh di hadapannya. Sekar tersenyum dan mengangguk.
"Sekar maafkan. Tapi sayang, kepercayaan yang kamu pinta terlanjur terlambat. Amat sangat terlambat. Sekar bisa memaafkan, tapi tidak untuk melupakan semuanya. Jadi mari, kita selesaikan semuanya secara dewasa dan juga dengan kepala dingin." Tuturnya lembut, namun penuh tohok. Reno terdiam kaku di tempat. Asa yang sempat muncul, kini kembali redup usai mendengar kata-kata istrinya.
"Sayang..."
"Ketahuilah, kertas rapi dan bersih yang sudah kamu remas habis hingga menimbulkan kerut kesakitan, tak akan pernah bisa kembali lagi seperti awal. Mau tau gimana cara memperbaikinya lagi hingga bisa rapi seperti awal?" Sekar lagi-lagi tersenyum kecil. "Yaitu dengan mendaur ulang kertas tersebut. Merelakan kertas tersebut melewati lagi sebuah proses yang tentunya tanpa campur tangan si peremat, hingga kertas tersebut bisa kembali menjadi kertas rapi, meski tidak sepenuhnya sempurna seperti sedia kala. Kamu paham maksudku? Itu artinya, lepaskanlah aku, biarkan aku melewati sebuah proses lagi untuk bisa memperbaiki hidupku yang terlanjur kamu rusak, untuk menemukan kembali bahagiaku. Bisa, Mas?
Yuk ramaikan dengan boom komen kalian. Jangan lupa vote juga ya🤗 Sorry typos.
16 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Now and Forever
General FictionPernikahan bukanlah akhir dari sebuah kisah cinta. Pernikahan merupakan awal dari sebuah kisah romansa sepasang anak manusia.Dan tentunya, ada banyak doa dan harapan untuk kelanggengan serta kebahagiaan dalam menjalani biduk rumah tangga tersebut. N...