Chapter 05

15.1K 1.2K 60
                                    

"Lho, Bunda? B-Bunda dateng kok...nggak ngabarin dulu?" Sekar menyalim tangan Bunda dengan santun dan memeluk Bunda yang tersenyum senang menatap putri sekaligus menantunya ini. Beliau mengecup kedua pipi Sekar dengan sayang. Mata nya berbinar dan segera menuntun menantunya menuju ke meja makan yang menyatu dengan dapur.

"Bunda tadi habis arisan ke rumahnya Tante Mira. Di sana, Bunda dapet informasi penting tentang anak nya Tante Ira yang kebetulan belum hamil. Katanya sih disuruh minum jamu ini. Makanya Bunda cepetan beli di Tante Ira dan bawain ini buat anak Bunda. Di coba dulu ya sayang?"

Sekar terdiam kaku di tempat. Ya Tuhan, apa selama ini Bunda sangat mengharapkan cucu dari pernikahannya bersama Reno? Sampai-sampai beliau harus susah payah menghamburkan uang yang belum tentu jamu tersebut benar-benar memiliki efek seperti yang di harapkan. Tapi menginterupsi keantusiasan Bunda bukanlah hal yang akan ia lakukan saat ini, meski batinnya memberontak. Ini bukanlah masalah kesuburan atau apapun, melainkan masalah intern antara dirinya dan sang suami.

"Bunda, jangan repotin diri Bunda." Ucap Sekar lembut, tak ingin menyinggung perasaan wanita yang selama ini begitu baik berperan sebagai Ibunya.

Bunda menatap sekilas, lalu menggeleng disertai sebuah senyuman teduh. "Bunda nggak pernah merasa direpotkan, selama itu tentang kamu dan juga Reno, sayang. Kalian berdua anak Bunda yang paling Bunda sayang. Dicoba dulu ya nak? Siapa tau bisa berhasil."

Bagaimana bisa Sekar dengan tega mematahkan senyum penuh antusias sekaligus pengharapan milik Bunda? Sampai mati pun, ia tidak akan pernah tega menyakiti hati lembut milik Bunda. Toh itu juga hanya jamu, ramuan herbal yang tak akan berpengaruh buruk bagi tubuhnya.

Maka dengan senyum lebar, Sekar mengangguk antusias dan menerima segelas jamu yang sudah Bunda nya tuangkan ke dalam gelas kristal yang diambil dari kabinet. "Iya Bunda, Sekar minum ya." Di tenggak nya jamu getir itu dengan sekali tegukan. Bunda dengan cepat menyerahkan segelas air madu untuk penawar pahit dari jamu tersebut.

"Bunda senang sekali kamu mau minum itu. Jangan tersinggung ya sayang. Bunda sama sekali nggak menganggap kamu sulit hamil atau..."

Dengan lembut, Sekar meraih tangan Bunda dan menggeleng. "Sekar sama sekali nggak tersinggung, Bunda. Justru Sekar berterima kasih sama Bunda, karena sampe Sekar udah sebesar ini, Bunda tetap perhatian, sama kaya pertemuan pertama kita dulu."

"Sayangku." Bunda segera menyeka air mata yang menitik di pipi Sekar dan memeluknya erat penuh kasih sayang. Sekar memang selalu seperti ini. Dia akan melankolis dan mudah sekali menangis jika mengingat bagaimana kebaikan keluarga Reno yang mau menerima anak terlantar sepertinya.

Sekar tertawa serak dan segera menyeka lagi air matanya usai melerai pelukan dari Bunda. "Maaf ya Bunda, Sekar pasti cengeng kalo bicara dan inget waktu itu." Wajah Bunda sangat penuh pemahaman. Ia mengusap kedua pipi putrinya dengan penuh kelembutan.

"Bunda justru sangat bersyukur karena dengan kehadiran kamu, Bunda bisa merasakan bahagianya memiliki anak perempuan dan juga sekaligus menantu sebaik kamu, nak. Bunda selalu berdoa semoga pernikahan anak-anak Bunda bahagia dan diberikan anak-anak yang lucu." Doa nya tulus untuk putra dan putri tercinta nya. "Kamu bahagia kan, sayang? Reno baik kan sama kamu?"

Wajah Sekar kaku saat Bunda menatapnya polos dan penuh keantusiasan. Ya Tuhan, bagaimana ini? Ia sangat sulit berbohong kepada Bunda. Namun mengakui keadaan rumah tangganya sama saja membunuh Bunda seketika. Bunda sudah sering keluar masuk rumah sakit karena kesehatannya yang menurun. Dan kalau ia ingin egois dengan memuaskan ego nya membeberkan kebejatan Reno, itu sama saja ia membalas Bunda dengan air tuba. Bunda dan Ayah adalah segalanya buat Sekar.

"Sekar?" Sekar tergagap dan segera tersenyum ketika Bunda menatapnya lekat.

"Ya Bunda?" Jujur saja, Sekar salah tingkah sekarang, apalagi tatapan Bunda sejak tadi tak lepas menatapnya dengan dalam. Ya Tuhan, apa yang sedang Bunda pikirkan? Apakah Bunda mengetahui segalanya? Tapi bagaimana bisa? Selama ini, ia begitu rapat menyimpan aib suaminya dan kehidupan pernikahannya, bahkan dari Bunda dan Ayah sekalipun. Tidak. Itu tidak mungkin.

Sejenak Bunda masih mengamatinya, sebelum sebuah senyum tersungging di wajahnya yang ayu. "Sekar tau kan Bunda sayang sekali sama Sekar?"

"Tentu, Bunda. Sekar tau sekali."

"Jangan merasa atau berpikir kalau Bunda akan menyudutkan kamu jika suatu saat kamu sedang tertimpa masalah ya nak. Siapapun itu, selagi dia bersalah, Bunda nggak akan segan mengutuk orang tersebut. Kamu percaya kan sama Bunda?"

Ucapan Bunda terdengar aneh. Apa maksudnya? Kenapa tiba-tiba Bunda menyinggung tentang sebuah masalah? Tapi sudahlah. Sekar tak ingin lagi berpikir macam-macam. Ia hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi perkataan Bunda.

"Kamu udah masak buat makan malem belum? Bunda bantu, yuk?"

Sekar tergagap. "Loh, kalo Bunda bantuin, nanti Bunda pulang nya kemaleman lho Bun."

Bunda mengedikkan bahu dan segera membuka kulkas untuk meneliti isinya. "Bunda nginep di sini buat semalem aja. Boleh kan?"

Now and Forever

Lenguhan keras terdengar menggema ketika kedua sejoli itu dilanda pelepasan hebat usai percintaan panas mereka.

"Wow." Reno terkekeh dan mengecupi wajah Manda ketika ia sudah meraih kepuasannya. Lelaki itu meninggalkan tanda di leher Manda untuk yang kesekian kalinya.

"Babe..." lenguhnya manja ketika jemari Reno masih aktif menggoda kewanitaannya. "I'm tired. Kita istirahat dulu ya?" Pinta nya terengah dengan wajah memerah dan peluh yang menghiasi seluruh kulit tubuhnya.

Reno mengecup kening kekasihnya dan segera melepas penyatuan mereka untuk kemudian berguling ke sisi kanan Manda. Ia merengkuh tubuh polos kekasihnya dengan erat.

"Stay with me tonight?" Baru saja Reno hendak menjawab permintaan Manda, namun ponsel di atas nakas berdenting tanda adanya sebuah pesan.

"Wait, hon." Jemari Reno dengan cepat membuka pesan tersebut dan tercenung dengan isinya.

Sekar

Wherever you are, please pulang. Bunda mau nginep di sini.

Isi dari pesan itu jelas membuat Reno kalang kabut. Dengan cepat, ia memungut dan kembali mengenakan boxer serta pakaiannya dengan cepat, mengabaikan protes Manda yang kesal karena kepulangannya.

Reno hendak segera pergi, namun sebelum itu, ia mengecupi bibir Manda rakus. "Sorry, Bunda tiba-tiba dateng dan nginap. Aku harus pulang biar Bunda nggak curiga."

Bibir mengerucut Manda seketika berubah menjadi senyum antusias. "Kalo gitu, apa aku boleh ikut?"

Reno mendelik dan dengan cepat menggeleng. "Not now, baby. Nanti ya sayang."

Manda mengerang kecewa. "Nanti itu kapan, Ren? I'm not your bitch, I'm your girlfriend, right? Buat apa kamu menyembunyikan aku?"

Reno memeluk Manda erat. "Kamu harus sabar ya. Aku masih suami dari Sekar. Aku nggak bisa gitu aja bawa kamu ke hadapan Bunda. Sabar ya?"

Manda menatap Reno tajam. "Makanya, ceraikan aja dia, Ren! Dia itu duri dalam hubungan kita! Ceraikan dia, dan bawa aku ke hadapan Bunda." Pinta Manda keras.

Reno yang tahu kalau Manda tidak akan berhenti sebelum permintaannya dikabulkan, jelas saja tanpa pikir panjang mengiyakan permintaan gadisnya. Waktunya sudah mepet sekali untuk perjalanan pulang ke rumah.

"Okay, baby. Aku akan ceraikan dia. Tapi kamu tunggu ya. Jangan gegabah, okay?"

Mendengar itu, Manda tentu saja mengangguk antusias. Akhirnya, penantiannya selama ini akan segera berbuah manis. Ia akan menendang gadis sok polos itu dan kembali memiliki Reno untuk dirinya sendiri. Ugh, dia sungguh tak sabar menunggu hari itu tiba.

Well, bisa dibilang Manda juga korban sih di sini, tapi tetep aja dia pelakor, kalo menurut pandanganku🤣 gimana kalo menurut kalian?

Selamat ulang tahun buat Agus, Agustian, dan Agustina di seluruh Indonesia😙

01 Agustus 2021

Now and ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang