Sekar tersenyum menatap cermin saat meneliti penampilannya malam ini. Mengenakan dress berwarna biru dongker dengan aksen polos berlengan pendek tampaknya cukup santai untuk tujuannya malam ini ke warung bakmi kelolaan Nando.
Sekali lagi ia mematut diri, memastikan kalau tampilannya memang sudah rapi dan sopan. Ia lantas meraih ponsel yang berdering, menampilkan nama Nando di layar. Mengenai nomor ponsel, keduanya memang sudah bertukar nomor untuk memudahkan pekerjaan, yang mana sekarang juga sekaligus memudahkan komunikasi mereka.
"Halo Nando."
"Hai Sekar. Aku udah di bawah, nggak diizinin naik sama security. Kamu udah siap?"
"Udah kok. Tunggu ya. Aku langsung ke bawah."
Setelah mematikan sambungan, Sekar segera meraih sling bag nya dan memasukkan ponsel untuk segera keluar menuju lift yang akan membawanya ke lantai dasar, tempat di mana Nando sudah menunggunya.
Tidak sampai tiga menit, Sekar sudah sampai dan matanya langsung menemukan sosok Nando yang kini juga tengah menatapnya.
"Lama nunggu ya?" Sapa Sekar, namun tidak serta merta di gubris oleh lelaki itu. Nando justru terlihat menatap dirinya lekat, dan begitu menyadari kalau Sekar sedang menatapnya heran, ia lantas membuang muka dengan pipi memerah, entah karena apa.
"Oh? Hmm nggak kok. Baru aja." Sahutnya kikuk dengan menggaruk tengkuk nya yang tak gatal. Ia kembali menatap Sekar dan lagi-lagi pipinya memerah, menyadarkan Sekar kalau ada yang tak beres dengan mentor sekaligus teman barunya itu.
"Ada apa sih? Ada yang aneh ya?" Tanya Sekar panik dan segera mematut tubuh dan meraba wajahnya sendiri. Cemas kalau-kalau ada hal aneh yang luput dari pengamatannya tadi.
Nando memejamkan mata, menyadari kalau reaksinya sungguh berlebihan, hingga menimbulkan kecemasan pada diri Sekar yang luar biasa cantik malam ini.
Setelah berhasil menguasai diri, Nando kembali menatap wanita cantik di hadapannya. "Hei, jangan panik gitu. Nggak ada yang aneh kok dari kamu."
Sekar tak serta merta percaya. "Masa? Tapi tadi kamu ngeliatin aku sampe segitunya. Apa bedakku ketebelan?" Tanya nya meski Sekar sendiri tak yakin kalau bedaknya terlalu tebal. Ia bahkan hanya memoleskan tipis-tipis foundation karena tak ingin kulitnya sulit bernapas dan terasa berat.
Nando memberanikan diri untuk menurunkan tangan Sekar dari wajah manis wanita itu. Ia lantas memegang kedua lengan yang tertutup lengan dress itu dengan senyum kecil. "Bukan bedaknya yang ketebelan, Sekar." Kekehnya ringan. "Tapi jujur, kamu cantik banget malam ini. Aku rada kaget aja lihatnya. Maaf ya kalo itu bikin kamu nggak nyaman."
Sekar tak mampu menahan rona merah di kedua pipinya. Kalau tadi Nando yang terlihat salah tingkah, kini berganti Sekar yang salah tingkah akibat pujian manis dari Nando untuk pertama kalinya. Pujiannya terkesan sopan dan tak mengandung godaan, hal itulah yang entah kenapa membuatnya nyaman alih-alih ilfil.
"Maaf ya. Aku lancang banget." Pinta Nando dengan wajah penuh penyesalan. "Aku janji nggak akan ngelakuin hal itu lagi yang bikin kamu jadi nggak nyaman. Tadi itu...spontan."
Sekar berdehem dan menatap Nando dengan senyum manisnya. "Nggak kok, nggak masalah. Kamu nggak perlu minta maaf, karena kamu nggak salah apapun. Justru harusnya aku yang bilang makasih karena pujian kamu tadi."
Keduanya saling bertatapan, sebelum akhirnya terkekeh bersama, menyadari kalau suasana sedikit awkward hanya karena sebuah pujian.
"So, udah siap?"
"Siap banget. Jalan sekarang?" Nando tersenyum lebar dan menaikkan lengannya, kode yang segera disambut baik oleh Sekar dengan merengkuh lengan kiri mentornya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Now and Forever
General FictionPernikahan bukanlah akhir dari sebuah kisah cinta. Pernikahan merupakan awal dari sebuah kisah romansa sepasang anak manusia.Dan tentunya, ada banyak doa dan harapan untuk kelanggengan serta kebahagiaan dalam menjalani biduk rumah tangga tersebut. N...