Sekar sedikit terkejut ketika membuka pintu dan mendapati Ayah serta Bunda sudah berdiri di depan pintu apartemen milik beliau yang kini ditinggali olehnya. Kedua paruh baya itu tersenyum lembut dan segera dipersilakan masuk oleh Sekar.
"Ayah Bunda, udah sarapan? Kebetulan Sekar lagi mau masak nasi goreng ayam."
"Boleh, sayang. Kebetulan Ayah sama Bundamu juga belum sarapan." Sahut Ayah yang di amini oleh Bunda.
Dengan senyum mengembang, Sekar lantas menambah lagi komposisi bumbu untuk tambahan dua porsi nasi goreng ayam permintaan Ayah dan juga Bunda.
"Kamu kok udah rapi, nak? Mau ke pengadilan sepagi ini?" Tanya Bunda ketika menelisik penampilan Sekar yang sudah semi rapi. Ia sudah mengenakan rok span selutut, meski pakaiannya masih kaus rumahan biasa.
"Iya Bun. Kan jadwal mediasi nya pagi ini. Sekar udah siap juga mau minta izin ke kantor setengah hari." Tuturnya sopan.
Ayah dan Bunda saling bertatapan, sebelum akhirnya kembali menatap Sekar penuh arti. "Kamu kerja aja, sayang. Nggak perlu izin. Atau kalau semisal memang mau izin, kamu bisa refreshing. Ke mall kek, atau mau ke Puncak juga boleh."
Gerakan Sekar yang sedang mengulek bumbu seketika terhenti. Ia menatap Ayah dan Bunda dengan tatapan bingung. "Kok gitu, Bun? Terus nanti sidang nya gimana?"
Tangan Bunda mengibas santai dan memilih menuju kabinet untuk membuat secangkir teh serta kopi. "Nggak usah di pikir. Toh ini juga masih sidang awal, belum penting-penting amat. "
Sekar menatap cemas pada Ayah dan Bunda. "Gitu ya Bun? Tapi nanti kalo di kantor ketemu Mas Reno dan di ajak bareng ke sidang gimana?"
Kali ini berganti Ayah yang tersenyum lebar. "Tenang aja. Ayah jamin hari ini Reno nggak akan ke kantor. Ayah udah kasih mandat dia untuk secepatnya ke area proyek sebelum mulai sidang cerai kalian. Nanti setelah sidang juga Ayah udah nyerahin dia buat pimpin rapat bulanan. Dia super sibuk hari ini."
Hati Sekar lega bukan main mendengar nya. Katakanlah ia jahat, karena justru senang ketika mendengar kesusahan Reno untuk menjalani hari ini. Tapi sungguh, ia sama sekali belum siap bertemu suaminya lagi usai perdebatan mereka semalam.
"Mending kamu libur aja, Sekar. Hari ini Bunda mau ajak kamu buat manjain diri ke spa langganan kita dulu. Tempat Tante Renita. Mau ya nak?" Bujuk Bunda dengan wajah memohonnya.
Sekar bimbang. Ia tentu tak akan keberatan andai kata dia bukan karyawan baru di tempatnya bekerja saat ini. Bisa-bisa ia dipandang sebelah mata kalau masih karyawan baru tapi sudah berani minta izin tidak masuk, terlebih bukan karena sakit.
"Sekar sebenernya mau, Bunda, tapi...Sekar nggak mungkin izin di saat Sekar baru aja resmi jadi karyawan." Tuturnya sungkan. Ia berdiri canggung sekaligus merasa bersalah di hadapan Bunda karena penolakannya baru saja.
Bunda menghela napas dan berusaha tersenyum pada Sekar yang tampak sangat menyesal. "Nggak apa-apa, sayang. Justru harusnya Bunda yang harus mengerti posisi kamu. Biar bagaimanapun, kamu tentu punya kesibukan dan tanggung jawab di kantor." Bunda menepuk lembut kedua pipi Sekar dan beralih menatap ulekan berisi rempah. "Bunda bantuin masaknya ya? Biar cepet selesai. Bunda udah kangen nih sama masakan kamu."
Now and Forever
Mau sekuat apapun alasan Sekar untuk menolak keinginan Bunda, pada akhirnya, dengan bantuan izin dari Ayah, di sinilah Sekar berada. Di tempat spa khusus milik Tante Renita, untuk memanjakan diri sejenak dari peliknya konflik rumah tangga yang ia rasakan selama beberapa saat terakhir.
Dengan mengenakan kemben, Sekar dan Bunda berbaring di ruang yang sama, hanya bed nya saja yang membedakan. Tengah menikmati pijatan dari pihak spa untuk merilekskan otot yang semula tegang dan kaku. Harum aromaterapi juga membantu merilekskan pikiran Sekar yang semula carut marut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Now and Forever
General FictionPernikahan bukanlah akhir dari sebuah kisah cinta. Pernikahan merupakan awal dari sebuah kisah romansa sepasang anak manusia.Dan tentunya, ada banyak doa dan harapan untuk kelanggengan serta kebahagiaan dalam menjalani biduk rumah tangga tersebut. N...