Chapter 08

12.9K 1.2K 88
                                    

Sekar sedang memindahkan ayam goreng serundeng ketika dari ruang tamu terdengar suara gaduh dan pekikan antusias yang entah dari siapa. Ia menutup rantang yang berisi nasi, ayam serundeng, tempe, tahu, dan juga tumis kacang panjang beserta telur ceplok yang sudah siap untuk ia bawa ke acara piknik dadakan sesuai usulan Bunda. Ayah terpaksa tidak bisa ikut dalam acara piknik kali ini lantaran ajakan bermain golf sekaligus berbincang masalah perjanjian kerja oleh rekan bisnis nya.

Melepas apron, Sekar lantas menuju ke ruang tamu untuk mencari tahu siapa gerangan yang tengah heboh mengobrol di sana. Gerakan kakinya seketika memelan saat menyadari siapa perempuan berpakaian summer dress anggun yang kini duduk mendampingi suaminya.

Ia menghela napas. Begitu berat rasanya ketika harus bertatap muka bahkan berinteraksi dengan perempuan yang menjadi duri dalam rumah tangga nya.

"Sekar? Sini sayang. Ini Manda udah dateng." Sekar tersenyum santun ketika Bunda menepuk sofa di sisi kirinya, berseberangan dengan Reno dan juga Manda yang duduk berdampingan.

Ketika hendak duduk, Manda dengan riang menyapa sambil mengulurkan tangan. "Hai Sekar. Long time no see, ya? Gimana kabarmu? You look...stunning." puji nya di mulut, namun tidak dengan kedua mata nya yang sangat meremehkan penampilan Sekar seusai memasak pagi ini. Ia masih menggunakan hot pants dan juga kaus oversize, dan bahkan belum sempat mandi.

"Sekar cantik kan? Dia memang seperti ini. Selalu cantik dalam keadaan apapun, bahkan saat habis masak." Senyum penuh ejekan di wajah Manda perlahan mengendur dengan bibir berkedut menahan kesal akibat pujian dari Bunda.

"Ah iya, Bunda. Mas Reno memang nggak salah milih istri." Timpalnya kesal, namun berusaha tetap menjaga intonasi suaranya.

Sekar mengabaikan uluran tangan Manda, dan memilih mengangguk singkat untuk membalas sapaan dari si pelakor itu. "Bunda, bekal nya udah siap semua. Nanti tinggal Sekar pindahin ke mobil. Air minum juga udah stand by di dalem mobil. Semalem udah Sekar belikan di mini market."

Bunda mengusap pipi menantunya dengan sayang. "Kamu harusnya jangan pergi malam-malam cuma buat beli air minum, nak. Kalo ada apa-apa gimana? Suruh suamimu itu yang beli daripada dia pergi main ke tempat sembarangan. Iya kan, Ren?"

Reno yang disinggung namanya oleh Bunda jelas saja gelagapan. Kata-kata penuh makna dari Bunda benar-benar membuatnya mati kutu. Ia lantas hanya bisa mengangguk dan tersenyum canggung. "Iya sayang. Kamu bisa minta tolong Mas kan semalem?"

Sekar hanya tersenyum singkat dan kembali menatap Bunda. "Bun, Sekar mandi sebentar ya? Sudah gerah banget nih."

"Oh tentu, nak. Kamu mandi dulu ya. Nanti biar Manda yang bantu pindahkan bekal nya ke mobil. Bisa kan Manda?"

Dengan senyuman manisnya, Manda mengangguk dan segera berdiri. "Bisa dong Bunda. Manda pindahin sekarang aja ya?"

Bunda menyanggupi dan membimbing Manda menuju ke area dapur, meninggalkan sepasang suami istri itu di ruang tamu. Setelah menatap kepergian Bunda dan juga Manda, Sekar lantas menatap Reno dengan wajah datar.

"Nggak kamu temenin itu pacarmu?"

Reno menggeleng pelan. "Nggak, Sekar. Biar Bunda dan Manda bisa lebih dekat."

Bibir Sekar berkedut menahan segala umpatan. "Oh iya juga. Biar setelah kita cerai, Manda bisa langsung jadi back up ku buat menggantikan status istri sekaligus menantu."

Reno tergagap di tempat. Ya Tuhan, Sekar salah paham. Jelas bukan itu maksudnya. "Jangan salah paham lagi, Sekar. Maksud Mas bukan kaya gitu." Ujarnya meluruskan pemikiran Sekar yang pastinya sudah nyeleneh itu.

Namun kepercayaan Sekar terlanjur terkikis habis untuk menghadapi suaminya. Ia lantas mengibaskan tangannya dan segera berlalu dari ruangan itu sebelum emosi merajai dirinya pagi ini.

Now and Forever

Suasana mobil tampak tenang ketika mobil yang membawa Sekar, Reno, Manda, dan juga Bunda meluncur menuju ke salah satu pantai yang menjadi destinasi tujuan mereka. Sekar duduk di depan setelah paksaan Bunda ketika ia hendak duduk di belakang, berdampingan dengan Bunda.

"Jadi kamu sempat sekolah designer juga setelah di Sweden?"

"Iya Bunda. Itu atas permintaan Papa sih. Tapi kebetulan Manda juga ada bakat di design. Jadi ya langsung lanjut aja." Manda berucap dengan rasa bangga yang begitu kentara di tiap kalimatnya. Lantas kemudian, pertanyaan dari Manda membuat Reno membeku di tempat. "Kalo Sekar, sempat kuliah ambil apa?"

Sekar mengepalkan tangannya, menahan emosi membuncah karena ia tahu kalau saat ini, Manda tengah menghina nya. Mencoba membandingkan bagaimana berkualitasnya sosok Manda dengan dirinya.

"Nggak sempat lanjut. Begitu lulus langsung dinikahi Mas Reno sih Mbak." Jawabnya datar. Kali ini, giliran Manda yang terdiam karena kesal. Sialan, niat nya ingin membuat si Sekar mati kutu, tapi jusru dirinya lah yang terdiam mati kutu.

"O-oh, iya sih, perempuan memang udah ga akan bisa fokus kalo udah nikah. Tapi alangkah baiknya kalo sebagai pribadi, meski perempuan, tapi tetap mengutamakan kualitas pendidikan. Iya kan, Mas?"

Reno menatap Manda tajam dari rear view sebelum menjawab dengan kalimat yang lagi-lagi membuat Manda tak percaya di buatnya. "Jadi wanita berkualitas dan berpendidikan itu memang bagus, tapi selama suaminya bisa menerima gimana keadaan sang istri, aku rasa nggak ada yang salah."

Dua kali. Dua kali sudah Manda dipermalukan seperti ini. Ada apa dengan Reno? Kenapa sekarang dia bersikap seolah-olah seperti suami yang tak terima istrinya di rendahkan?

Bunda tersenyum simpul dan mengambil tangan Manda lalu menepuk nya pelan. "Meskipun sekarang sudah emansipasi, tapi untuk sebuah pernikahan, laki-laki tidak butuh perempuan yang berpendidikan tinggi tapi nggak bisa mengerti di mana kodratnya sebagai seorang istri, Manda. Bunda juga yang meminta langsung ke mereka berdua untuk segera menikah. Bunda rasanya sudah nggak sreg punya menantu lain selain Sekar sih." Kekehan Bunda tentu saja berbanding terbalik dengan ketiga manusia yang ada di mobil tersebut.

Sekar tahu ia jahat karena malah bersyukur Bunda sudah langsung membabat habis pelakor seperti Manda. Tapi sebagai seorang istri yang di khianati, tentu saja Sekar luar biasa terharu dan sangat berterima kasih dengan ucapan halus nan tajam milik Bunda.

Sedangkan Reno dan juga Manda jelas saja terkejut. Apalagi Manda. Ucapan Bunda yang berkata tidak sreg memiliki menantu lain selain Sekar jelas memupus sebagian besar harapannya untuk bisa menggantikan posisi Sekar. Namun ia mencoba menepis itu semua. Selalu ada harapan bagi orang yang berusaha, betul kan?

"Iya Bunda. Betul. Manda setuju sekali sama statement nya Bunda." Manda tersenyum ceria setelah mampu mengontrol ekspresinya.

Bunda mengangguk dengan senyum simpul di wajahnya. Ia masih menepuk punggung tangan Manda meski pandangannya sudah fokus menatap pemandangan di luar kaca. "Perempuan itu harus hidup berkesinambungan, Manda. Kalau perempuan yang bisa mengenyam pendidikan tinggi, sudah seharusnya perempuan tersebut cerdas untuk bisa menilai mana yang jadi prioritas, mana yang tidak. Mana yang lebih baik di tinggalkan, mana yang tidak. Bukan bermaksud mengkotak-kotakkan derajat perempuan, tapi lewat ilmu yang perempuan itu enyam selama mengejar pendidikan, tentu akan lebih luas cakupannya, meskipun soal ilmu itu bisa kita dapatkan dari luar pendidikan formal. Dan Bunda yakin, karena Manda perempuan yang memiliki pendidikan bagus, Manda juga pasti bisa menelaah mana yang terbaik buat di jadikan prioritas buat hidup Manda dan mana yang harus ditinggalkan. Iya kan?"

Sebelum ada yang berkomentar miring, sekali lagi aku mau luruskan, kalo semua di dalam cerita ini sama sekali nggak bermaksud mengkotak-kotakkan derajat pendidikan seseorang ya dears. Di sini, Bunda memang sengaja bilang begitu biar si Manda itu sadar diri kalo nggak seharusnya dia pertahanin laki² yg udah punya istri😊

Yuk, ramaikan komentar dan vote kalian tentang chapter ini.

11 Agustus 2021

Now and ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang