Chapter 06

13.7K 1.1K 33
                                    

Reno menyapa ketika akhirnya ia tiba di rumah tepat sebelum makan malam. Ia mencium tangan Bunda dan memeluknya erat. Kekehan Bunda tak bisa di tahan ketika putranya bersikap manja, seperti puluhan tahun silam.

"Kamu udah punya istri, nak. Kok masih manja gini sih? Nggak malu sama Sekar?" Ejek Bunda yang malah mengusap pipi putranya dengan lembut.

Reno menggeleng dan kembali memeluk Bunda. "Kenapa harus malu? Reno kan anak nya Bunda. Mau sebesar apapun Reno, tapi Reno tetap putra kecilnya Bunda."

Sekar menatap keintiman antar Ibu dan anak tersebut dengan haru. Jujur, ia sangat iri dengan kehidupan Reno yang seolah sangat terberkati sejak ia lahir. Suaminya itu memiliki kedua orang tua luar biasa yang sangat menyayangi dan mendukung apapun keputusan putranya. Belum lagi harta dan tahta yang seolah sudah menjadi previlege untuk Reno sejak ia masih dalam kandungan. Juga paras rupawan, perpaduan antara kecantikan Bunda dengan ketampanan Ayah yang memadu apik dalam ukir wajah milik suaminya.

Semua serba indah dan mudah, lain hal dengan dirinya. Ia bukanlah gadis yang istimewa. Ia hanya seorang gelandangan yang sedang beruntung karena bisa bertemu dan menjadi keluarga Reno. Wajah nya juga standar, tidak secantik mantan-mantan Reno terdahulu. Badannya kecil mungil dengan rambut sepanjang bokong, yang sering dibilang orang mirip dengan sadako.

Lamunan Sekar terinterupsi oleh sebuah pelukan hangat yang tanpa dinyana justru datang dari Reno. Lelaki itu kini memeluk pinggang istrinya dengan senyuman lebar, mengajak kedua wanita terdekat dalam hidupnya untuk segera menuju ke meja makan.

Sekar tersenyum tipis. Reno tengah memainkan perannya sebagai suami idaman dengan sangat apik. Ia bahkan yakin, jika suatu saat nanti mereka bercerai, Bunda dan Ayah akan menanyakan apa alasan di balik semuanya karena sikap Reno yang sungguh cerdik dalam berlakon.

"Wah, kamu masak soto babat ya sayang? Kamu kok tau sih aku lagi pengen banget soto babat?"

Bunda tersenyum kecil dengan menatap lekat kedua putra putrinya. Ia menatap lama pada sosok Sekar yang terlihat begitu sedih sekaligus lunglai.

"Sekar enak kalo bikin soto babat. Bunda yang minta buat di bikinin soto babat tadi."

Reno hanya mengangguk, sibuk berkutat dengan babat serta soun dan bawang goreng. Suasana makan malam kali ini sungguh tenang dan damai. Untuk kali pertama, Sekar bersyukur Bunda datang di tengah rancunya biduk rumah tangga nya bersama Reno. Ia bisa merasakan bagaimana bahagia nya makan bersama-sama, setelah selama ini, Reno nyaris jarang pulang cepat karena sibuk dengan kekasihnya entah di mana.

"Ren, tadi Bunda ketemu Manda."

"Uhukk." Reno yang sedang asyik menyuap kuah soto babatnya seketika tersedak hebat ketika Bunda menyebut nama Manda dalam percakapan kali ini. Sesuatu yang sama sekali tidak pernah disangka, karena setahunya, Bunda tidak menyukai Manda yang menurutnya urakan.

Sekar juga ikut pias di tempat, meski ia tetap berusaha mengontrol mimik wajahnya dengan menyodorkan gelas berisi air untuk Reno.

Bunda menatap kedua nya dengan santai sembari menyuap soto babat gurih dari mangkuk nya. "Kamu kenapa sih nak? Kok sampe kaget gitu? Bunda salah ngomong ya?"

Reno pucat seketika. Ia berusaha menetralkan kegugupannya karena tatapan Bunda sudah sangat lekat memindainya. "Nggak kok, Bun. Reno kaget aja tiba-tiba Bunda nanyain Manda. Setau Reno, Bunda kan...kurang cocok sama Manda."

Bunda menyilangkan sendok dan garpu nya setelah selesai menyantap seporsi soto babat lezat buatan sang menantu. Ia meneguk air putih dan tersenyum teduh menatap Sekar yang tampak cemas di tempat nya.

"Makasih ya sayang. Masakannya enak sekali. Bunda menyukainya." Sekar tersenyum canggung dan mengangguk santun.

Mata Bunda lantas berpindah pada Reno yang masih gelisah di tempat duduknya. Antusiasnya menyantap soto babat bahkan menguap seketika. Putranya tidak lagi menggubris soto lezat hasil masakan Sekar.

"Memang. Tapi nggak salah kan kalo Bunda cerita ke kamu tentang perempuan itu? Kebetulan Bunda lihat dia di basement, habis belanja sepertinya."

"Kenapa Bunda nggak cerita ke Reno sih?!" Tanpa sadar, Reno menaikkan nada suaranya karena dorongan adrenalin dan rasa panik yang merajai benak. Lagi-lagi Bunda menatap Reno spekulatif dengan kepala yang sedikit miring.

"Loh, ini kan Bunda udah cerita. Dan Reno, turunkan nada bicaramu. Kamu nggak lupa kalo kamu lagi bicara sama Bunda mu, kan?"

Reno terdiam di tempat. Ucapan Bunda jelas skakmat untuknya. Dan ia menyesali nada suaranya tadi yang seakan menyalahkan Bunda. "Maaf, Bunda."

Sekar yang merasa tak bisa berucap sepatah kata pun hanya bisa menatap kedua nya dalam diam. Ia bingung harus berkata apa.

"Kamu kok kelihatan panik, nak? Padahal Bunda hanya cerita seperti itu." Lagi-lagi Reno tak diberikan kesempatan oleh Bunda untuk bernapas sejenak. Ia tergagap, tak tahu harus berkilah seperti apa.

"Sekar udah kenal sama Manda, belum?" Pertanyaan Bunda jelas aneh. Tentu saja Sekar mengenalinya, karena sebelum dirinya menikah dengan Reno pun, sosok Manda sudah lumayan kerap wara wiri untuk meraih hati Bunda, meski tanggapan Bunda cukup abai dan dingin.

"Udah Bunda." Cicitnya berdebar.

Senyum Bunda melebar dengan anggukan antusias. "Nah, karena Sekar juga sudah kenal Manda, gimana kalo kita adain piknik bersama?"

Tarikan napas terkejut dari Sekar dan Reno terdengar nyaring usai Bunda menjatuhkan bom atom di hadapan mereka.

"A-Apa, Bun?"

Bunda menggosok pelan kedua telapak tangannya dan menatap penuh arti pada anak dan menantunya. "Kamu dengar apa yang Bunda bicarakan barusan, Ren."

Reno mencuri pandang pada Sekar yang menatap kosong objek abstrak di hadapannya. Kecemasannya meningkat setelah Sekar memilih bungkam, seolah menyerahkan sepenuhnya pada Reno untuk ia handle sendiri.

Reno menatap Bunda nya yang masih terus memandang nya tanpa jeda. Lekat dan penuh arti. Perlahan, kepala Reno mengangguk, meski hatinya terus berdebar tak keruan.

"Baik, Bunda. Nanti Reno kabari Manda tentang ajakan Bunda."

Bunda tersenyum puas dan menatap Sekar. "Kamu siapkan bekalnya ya sayang. Nanti Bunda tanya ke Ayah kapan waktu senggang buat kita piknik bersama. Okay?"

Reno meneguk ludahnya susah payah
Demi Tuhan, apa yang sebenarnya terbersit di pikiran Bunda? Apa yang akan terjadi nantinya jika Manda di ikut sertakan piknik bersama dengan Sekar? Membayangkannya saja sudah membuat Reno pusing dan mual seketika.

Nahloh, Bunda aneh ya mau ajakin Manda piknik barengan sama Sekar. Apakah ada yg bisa menebak apa misi Bunda?

Yuk, ramaikan vote dan komentarnya tentang chapter ini🤗

05 Agustus 2021

Now and ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang