15. Aldino Marah

2.4K 309 8
                                    

Keadaan di ruangan Jaeden sedikit canggung. Alicia terus menghindari tatapan Jaeden yang sesekali melihat ke arahnya. Ia merutuki dirinya sendiri karena telah melakukan hal yang memalukan untuk dirinya sendiri. Yaitu, memeluk tubuh Jaeden sembari menangis tersedu-sedu.

Alicia berusaha menghilangkan ingatan itu. Namun bayangan itu terus saja lewat di kepalanya.

"Al" Alicia mendongakkan kepalanya menatap Jaeden.

"Makasih udah jenguk aku disini" ucap Jaeden sambil tersenyum tulus. Alicia mengangguk dan tersenyum kecil.

"Gapapa. Aku kesini cuma sebagai teman yang baik aja" ucap Alicia.

Teman yang baik, ya? Haha, Jaeden tersenyum miris mendengar itu.

"Al.... apa aku masih ada kesempatan buat memperbaiki semuanya?"

"Maksudnya?" Kedua alis Alicia mengerut bingung.

"Tentang.... hubungan kita" Alicia mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang menampilkan gedung bertingkat yang ada di sebelah rumah sakit itu.

"Mendingan kita temenan aja. Aku nggak mau kejadian itu terulang dan bikin kita tambah canggung" ucap Alicia. Gadis itu terlihat menghindari tatapan Jaeden.

"Kejadian apa? Aku gak pernah tau ada kejadian yang bikin kamu menghindar dari aku. Kamu belum sepenuhnya jujur sama aku" Jaeden mengapit lembut kedua sisi rahang Alicia dengan tangan kanannya. Sebenarnya sudah tahu sih, karena ia menguping pembicaraan Jessie dengan Alicia beberapa hari yang lalu.

Alicia terlihat bimbang ingin bercerita atau tidak. Jaeden yang melihat itu tersenyum.

"Gak usah cerita sekarang kalo kamu masih keberatan. Nanti aja kalo kamu bener-bener udah siap" Alicia mengangguk kecil.

Jaeden itu laki-laki yang sempurna. Tidak pernah meninggikan suaranya pada Alicia --kecuali kejadian saat di kantin kampus beberapa hari yang lalu, sangat sabar dengan Alicia yang selalu bertingkah kekanak-kanakan, melindungi gadis itu dari segala marabahaya yang menghampirinya. Alicia jadi sedikit menyesal telah meninggalkan laki-laki itu. Tapi mengingat kesalahan terbesar Jaeden di hari jadi mereka yang ketiga, membuat rasa sesal itu menjadi rasa benci yang tak terbendung.

Posisi mereka masih sama, Jaeden masih mengapit rahang Alicia dan perlahan semakin mengikis jarak mereka. Alicia menutup matanya, dan merasakan benda lunak tak bertulang menempel di bibirnya. Ia membuka matanya dan melihat Jaeden yang sedang menatapnya.

Jaeden mulai melumat lembut bibir Alicia. Alicia menerima itu dan bahkan membalasnya. Mereka saling memanggut lembut.

Ciuman Jaeden perlahan semakin menuntut. Lidahnya menelusup masuk ke dalam mulut Alicia, mengabsen seluruh isi mulut si gadis. Lidah mereka bahkan menari-nari di dalam sana.

Jaeden menyuruh Alicia untuk berdiri tanpa melepaskan panggutan mereka. Ia bergeser, memberi ruang Alicia untuk duduk di bangsalnya.

Bibir mereka akhirnya terlepas, menciptakan benang saliva milik mereka berdua. Nafas mereka berdua memburu.

Jaeden menatap sayu Alicia. Dan pandangannya turun ke leher putih gadis itu. Ia kemudian mendekatkan kepalanya dan menempelkan bibirnya pada leher Alicia, menghisap pelan leher seputih susu itu. Itu terlalu sayang untuk dilewatkan.

Alicia memejamkan matanya, menikmati segala gelenyar aneh yang ada pada dirinya.

Dengan nakal, tangan Jaeden menelusup masuk ke dalam baju oversize yang dipakai Alicia. Ia mengelus-elus punggung Alicia hingga membuat gadis itu meremang. Ia tersenyum miring melihat Alicia menikmati semua sentuhannya.

Mantan || Lizkook [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang