. 45 (FB • O3)

80 17 6
                                    

(beberapa flashback penting lainnya !)

Rio terkekeh kecil melihat anak anak dan istrinya diam memperhatikan salju yang turun perlahan-lahan dari langit ke kota mereka yang hangat itu. Lihatlah, bahkan tangan Jojo keluar dari stoler bayi nya hanya demi menangkap benda putih nan dingin itu, tak terasa umur anak anaknya hampir 4 tahun, telah banyak yang mereka lewati untuk melihat perkembangan tumbuh kembang anak anak mereka. Setelah memandangi salju yang turun, Rio membantu Ren mendorong dua stoler itu. Hari ini rencananya mereka akan berjalan-jalan menikmati hari libur.

Ren sesekali melirik suaminya, suaminya nampak telaten mengurusi Jevan dan Jojo, walaupun sekedar menuruti keinginan anak anaknya itu. Jevan masih kecil saat itu, tapi lihatlah dia, setelah Rio dan Ren sampai di taman dia langsung turun dari stoler nya lalu turun bermain salju, Jojo pun begitu. Rio tidak duduk bersama Ren, dia lebih memilih menjaga anak anaknya. Sementara itu Ren merekam moment indah itu. Meskipun hanya bisa membuat manusia salju kecil, tapi itu berhasil membuat Jevan dan Jojo tertawa senang.

" suka ya ? nanti di belakang rumah, kita buat lagi yang lebih besar "
Jojo menganggukkan kepalanya dengan semangat.

Tapi pada dasarnya Jevan itu memang benih asli Rio, jadi jangan heran kalau dia sangat jahil. Nahkan, baru juga ditinggal Rio sebentar tiba tiba Jojo sudah menangis keras, tentu saja karena Jevan, siapa lagi pelakunya. Ternyata kakak kembar Jojo melempari bola salju ke wajah Jojo, Jojo menangis selain karena terkejut tapi karena salju dingin itu langsung mengenai wajahnya. Mendengar suara tangisan Jojo dengan segera Rio kembali ke tempat anak anaknya. Jevan dengan ahlaqless nya langsung menyembunyikan tangannya, takut dimarahi Rio.

" Jevan, adeknya di apain ? "
Rio dengan segera menanyakan perihal alasan tangisan Jojo sembari menggendong anaknya itu.

" Jojo nangi bukan cama Jepan papa.. Jojo nangi cendili "
Jojo yang mendengar kebohongan itu semakin menangis keras membuat Ren langsung menghampiri suami dan anaknya.

" HUWA JEPAN JAAT, JOJO NDA MAWU MAIN CAMA JEPAN AGGIE "
Ren langsung mengambil alih Jojo yang masih menangis, anaknya itu akan sulit berhenti menangis kalau bukan Ren yang menggendong nya.

Jevan menahan tawa sekaligus kegemasan nya saat melihat tangisan Jojo semakin keras, habisnya wajah Jojo menggemaskan saat dia menangis seperti saat ini, pipinya yang gembul dan sedikit memerah membuat kesan imut pada seorang Jonathan Avanya Bagaswara semakin terlihat. Jojo terus menangis sembari memeluk leher mamanya, tak peduli seberapa lelahnya dia nanti.

Rio menatap anak nya itu, tatapan tajam Rio bisa menusuk siapapun. Jevan hanya menunduk melihat papa nya masih menatapnya dengan tatapan tajam nya. Rio tak bisa marah lama pada anak anaknya, dengan cepat Rio menggendong Jevan juga, mengarahkan nya ke mama dan adiknya. Ren tahu Rio bermaksud untuk membuat anak anaknya berbaikan. Jevan dengan ragu menepuk pundak Jojo, Jojo masih menangis meskipun tidak mengeluarkan suara.

" maapin Jepan ya.. janan nangi aggie Jojo, cini main cama Jepan "
Melihat tangan Jevan yang terulur, Jojo dengan segera menghapus sisa air matanya dan mengangguk.

Walaupun ia sering dijahili Jevan, Jevan tetaplah kakak sekaligus teman bermain terbaiknya. Melihat kedua anaknya berbaikan, Ren pun membiarkan mereka bermain lagi. Walaupun Rio tidak memarahi Jevan, setidaknya Jevan sudah berani minta maaf pada Jojo. Kedua pria dewasa itu saling bercengkrama melihat kedua anak yang mereka jaga selama ini bermain.

" mereka udah besar aja ya.. padahal serasa baru kemarin aku liat Jevan sama Jojo di monitor usg "
Rio melirik istrinya, istrinya benar, tanpa mereka duga pertumbuhan anak mereka berjalan cukup cepat.

" iya, aku juga yang nyangka "

" kak, aku mau deh nanti kita bisa urus anak kita, main sama dia, liat dia tumbuh, aku pengen liat tumbuh kembang dia "
Rio terdiam, suara siapa kah yang tiba tiba terlintas di otaknya itu?

Twilight [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang