bagian 26

224 12 0
                                    

Mohon untuk tidak copy paste cerita ini!! Hargai sesama penulis!!!

Maaf telat updatenya ya?! Aku harap kalian suka sama cerita aku ini. Maaf kalau masih kurang sempurna, aku penulis pemula yang masih butuh bimbingannya. Jangan segan-segan untuk komen letak kesalahan cerita aku.

Selamat malam, dan votenya juga jangan sampai lupa. Salam sayang😍

Matahari mulai condong ke barat, Erina sendiri sudah beberapa jam lalu baru pulang dari kuliahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Matahari mulai condong ke barat, Erina sendiri sudah beberapa jam lalu baru pulang dari kuliahnya. Bukan apa, hari ini ia pulang sore karena ada tugas makalah yang harus berkelompok dengan temannya.

Jam dinding pukul empat sore, setelah melaksanakan sholat ashar. Erina segera melipat sajadah dan mukena lalu ditaruhnya ke tempat semula. Gadis berkulit putih itu lantas memakai sandal jepit sederhana sebagai landasan kaki.

Erina segera turun tangga, sebentar lagi suaminya akan pulang sore ini, Roki sudah mengabarinya bahwa akan pulang lebih cepat.

Dengan gesit Erina menaruh piring dan sendok yang sengaja ditata di meja makan. Tak lupa juga menghidangkan sisa masakan yang dimasaknya tadi pagi setelah dihangatkannya pada microwave.

Suara derap langkah kaki mendekat, dan Erina sendiri pun sudah hafal dengan langkah kaki itu. Erina mendongak dan tersenyum hangat. Rupanya suaminya telah datang.

"Assalamualaikum," Roki mengucap salam.

"Waalaikumsalam, mas," Erina mendekat dan mengambil alih tas kerja suaminya dan menaruhnya di sofa. Perempuan cantik itu lantas kembali menemui Roki di meja makan.

"Ayo makan!" Ajaknya menarik kursi lebih dulu. Roki menurut, perutnya sudah keroncongan sejak tadi. Roki sebenarnya ingin membeli makanan diluar, namun karena Erina menyuruhnya untuk makan bersamanya. Roki tak menolak, bagaimanapun ia menghargai niat baik istri labilnya itu.

Roki lantas ikut menarik kursi dan duduk berhadapan dengan istrinya.

"Mas, mau lauk apa?" Erina selesai mengambil nasi dan melirik ke arah Roki. Roki mendekat dan membisikan kalimat ditelinga istrinya. "Mau kamu, boleh?" Roki terkekeh melihat ekspresi istrinya yang bersemu merah ketika mendengar ucapannya.

"Ish! Mas! Apaan sih?! Gak lucu!" Erina memberengut kesal menatap Roki seraya mendelik.

Roki segera mengambil piring yang dipegang Erina di tangannya karena gak sabar melihat gadis itu tak juga memberikan piringnya.

"Aku lapar," ujarnya segera menyantap nasi yang sudah tersedia lauk pauk di piringnya setelah mengucapkan doa makan.

Mereka pun makan dalam diam, hanya terdengar bunyi denting sendok dan garpu yang beradu.

"Kamu mau ikut aku gak?" Roki mengelap bibirnya dengan tissue dan melirik istrinya yang juga selesai makan.

"Mau ikut kemana mas?" Erina bertanya.

"Ya ke mall lah! Kamu gak ingat soal undangan Radit tempo hari?" sahut Roki.

Erina menepuk jidatnya sendiri krena ia lupa. Jujur.

"Jam berapa kita berangkat mas?" tanya Erina lagi.

"Jam setengah delapan malam nanti, sekarang kamu siap-siap membersihkan diri dulu. Kita ke mall sekarang, aku lihat di lemarimu tidak ada gaun," ucap Roki.

Erina manggut-manggut, ia berdiri lantas merapikan meja makan.

"Selagi kamu merapikan meja makan, aku siap-siap mandi dulu, ya" Roki segera berlalu ke kamarnya. Erina sudah melakukan pekerjaannya. Ia pun langsung menyusul Roki ke kamarnya.

Erina meraih kenop pintu dan membuka pintu kamarnya dengan santai. Lantas menuju lemari pakaian.

Erina tampak sangat fokus sampai tidak memperhatikan suaminya yang sudah berdiri sejak tadi dibelakangnya.

"Sejak kapan ada hujan? Kenapa selalu ada air menetes di pelipisku?" Erina bergumam, sudah beberapa kali gadis itu mengelap air yang jatuh tepat di atasnya.

"Ehem," suara bariton yang sangat dikenalnya menggema, begitu dekat.

Erina mendongak, dan reflek terkejut. Melihat suaminya yang bertelanjang dada dengan rambut basahnya.

Beberapa kali Erina menelan ludah, dan bingung apa yang tengah dilakukan suaminya.

"Mas, kamu ngapain begitu! Ish!" Erina menggerutu dan tampak salah tingkah dibuatnya, membuat senyum terbit di bibir laki-laki itu.

Selanjutnya, Roki memperpangkas jarak antara dirinya dan Erina membuat gadis itu melotot karena saking gugupnya.

"Kita sudah saling mengetahui isi hati masing-masing, kita saling menyukai ternyata.....," Roki tercekat seperti ragu akan melanjutkan perkataannya.

"Kalau....kalau...aku minta hakku sebagai suami sekarang...apa boleh?" Roki segera berbalik, Ia beberapa kali memukul pelan bibirnya sendiri karena mengatakannya secara blak blakan kepada istrinya. Bagaimanapun Roki berhak mendapatkan itu sebagai seorang suaminya dan ia memang tak salah ketika memintanya bukan? Roki pun tak akan memaksa jika Erina belum siap.

Erina terdiam dan tampak berpikir.
"Maksudnya mas apa sih?" Erina memandang Roki dengan bingung karena ia tidak mengerti.

"Aduh! Kenapa dia belum juga paham sih apa yang aku maksud?!" batin Roki. Ia juga malu sendiri jika menjelaskan hal itu. Roki menggaruk kepalanya yang tak gatal, laki-laki itu terlihat frustasi. Ia juga bingung bagaimana mengatakannya.

"Ehem, itu...itu...hubungan....hub...ungan..mmmm...suami istri...yang bisa menghasilkan anak," ujarnya kemudian dengan tergagap.

"Hah?" Erina yang polos masih belum juga paham, ia malah memandang lekat suaminya seakan butuh penjelasan yang lebih banyak.

Roki paham dan tampak salah tingkah. Ia malah tak berkata dan menjelaskannya dengan gerakan tangan.

"be..gitu...," ujar Roki terkekeh akhirnya. Roki terlihat salah tingkah.

"Oh begitu," ujar Erina manggut-manggut.

"Ah! Kamu bisa aja mas, kalau untuk pegangan tangan mah...gak apa-apa lah," Erina mengulas senyum seraya memukul pelan lengan suaminya. Sepertinya ia salah memahami apa yang dimaksud suaminya. Roki sampai dibuat kesal sendiri, ia gemas rupanya. Ia mengutuk Erina di dalam hati, bagaimana bisa Erina tak paham. Apa ia tak pernah diajarkan pelajaran sistem reproduksi disekolah?

Roki mengacak ngacak rambutnya frustasi. Ia jadi benar-benar stres kali ini.

"Erina, aku tidak bisa menjelaskan secara detail padamu, tapi...aku akan melakuannya nanti setelah pulang dari rumah Radit, apa kamu siap?" tanya laki-laki itu akhirnya, lebih baik ia tak menjelaskan apapun. Melakukannya dengan tindakan saja nanti akan membuat gadis itu akan paham pada akhirnya.

"Kamu harus siap ya?" ujar Roki. Erina sebenarnya paham maksud suaminya. Tapi, ia bingung juga bagaimana menanggapinya. Menolak akan membuatnya  berdosa bukan?

Dengan berat hati Erina mengangguk, bagaimanapun ini adalah konsekuensinya ia sebagai seorang istri yang harus melayani suami dengn baik.

Baru saja Erina mengambil handuk, tatapannya tanpa sengaja melirik suaminya membuka handuknya  dengan santai.

"Astaughfirullah!!!" Erina berteriak nyaring, membuat Roki tampak terkejut.

"Cobaan apa ini Tuhan? Mataku telah terkontaminasi," lirih gadis itu berbalik dan menuju kamar mandi. Roki terkekeh pelan, sikap istrinya terbilang lebay menurutnya. Ia hanya memandangi punggung Erina yang telah hilang dibalik pintu kamar mandi.

TBC

Jodoh Untuk Erina (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang