34

86 6 0
                                    

Mohon untuk tidak copy paste!!! Hargai sesama penulis!!!!

Sementara itu disuasana dan tempat berbeda, Radit tengah bergelung dengan selimut ditemani istrinya. Radit melirik Sahira yang mendengkur keras, bahkan sejak malam pertamanya laki-laki itu tidak bisa tidur karena suara ngorok istrinya sendiri.

Radit menghela nafas kasar, memandang Sahira yang masih tertidur lelap. Dalam hati Radit akui istrinya itu sangat cantik dan anggun, namun sifat keanggunan itu memudar melihat sifat Sahira yang suka ngorok. Meski tak menyesal telah menikahinya, Radit cukup terganggu. Ingin saja Radit tidur diluar, namun keluarganya pasti mikirnya aneh-aneh tentangnya. Karena mereka masih pengantin baru. Sahira menggeliat, tanpa sadar lututnya menyenggol senjata Radit sangat keras. Radit mengaduh, kesakitan karena barang berharganya terasa nyilu.
Sebulir keringat menempel didahinya yang mulus, Radit menggulingkan badannya untuk menghilangkan rasa sakit yang mendera serta mengelusnya. Sahira merasa terganggu, akibat ulah Radit yang berguling disampingnya. Perlahan mata Sahira terbuka, ia melirik Radit.

"Kamu kenapa sih yang?" tanya Sahira memperhatikan tingkah Radit yang menurutnya aneh. Radit tak menjawab ia malah menatap Sahira dengan garang, tatapan Sahira yang tanpa merasa bersalah membuatnya emosi.

Perlahan Radit melangkah dengan tersendat-sendat. Sahira memandang kepergian Radit dengan bingung. Namun setelahnya, ia malah tidur kembali.

Radit perlahan melangkah keluar kamar, semua mata tertuju ke arahnya. Radit sampai tak nyaman diperhatikan Monica, Pak Warno dan  Dewi(ibunya)

"Wah, garang juga ya Sahira sampai Radit kesakitan gitu," oceh Dewi tertawa, semua tertawa mendengar perkataan dewi kecuali Radit tentunya.

Radit menahan kesal, kini keluarganya menertawakannya. Seakan-akan kesakitannya dianggap hanya lelucon.

"Sahira belum bangun Dit?" tanya Dewi mengoles Roti tawar dengan selai.

"Belum ma," singkat Radit duduk dikursi.

"Pasti kecapekan, ya maklum malam pertama emang bikin capek!" Ujar Dewi santai. Padahal tak tahu saja bahwa Radit dan Sahira tak melakukan apapun karena kelelahan mengadakan pesta pernikahan.

"Hm.," balas Radit berdehem, Radit memperhatikan Monica menahan tawa ketika melihatnya.

"Capek ya kak? Kasihan deh kakakku. Besok beli jamu encok ya," ledek Monica yang direspon gelak tawa orang dirumah.

"Udah dong ma, Monica! Kasihan kakak kamu tuh! Jangan diledek terus," ujar Pak Warno melirik Radit yang berwajah masam.

Radit tak memedulikan ledekan orang tuanya, ia malah sibuk memakan Roti yang telah diolesi selai.

Tap
Tap
Tap

Semua mata tertuju ke arah Sahira yang turun belakangan. Bahkan perempuan cantik yang kini berstatus sah istri Radit itu melangkah dengan santai menuruni tangga.

Tanpa aba-aba ia duduk disamping suaminya dengan santai.

"Gimana malam pertamanya sayang?" tanya Dewi kepada Sahira. Sahira bingung mau menjawab apa, semua mata menunggu jawabannya. Sahira menggaruk telinganya yang tidak gatal. Mencoba menghilangkan kegugupan yang tengah melanda

"Lancar ma," sahut Sahira berbohong, ia melirik Radit yang tak acuh kepadanya.

Dewi tersenyum, menatap Sahira dengan memberi jempol.

"Bagus, mama yakin sih Radit ini benar-benar prima. Sampe kamu bangunnya kesiangan gitu," ujar Dewi lagi, senang sekali ia menggoda puteranya.

"Uhuk! Uhuk!" Radit tersedak mendengar perkataan Dewi.

Semua sifat Sahira baru diketahui Radit setelah ia menikahi perempuan itu. Mereka pikir ia melakukan apa? Toh semalam ia dan Sahira kecapekan dan tidur biasa saja. Kenapa semua menganggap ia melakukan hal lebih?

"Dit, jangan nunda momongan ya. Mama pengen cepet punya cucu," ujar Dewi.

"Kalau bisa punya anak sepuluh Dit, biar rumah ini rame," timpal Pak Warno.

"Pa, emangnya segampang itu punya baby? Papa mintanya kebanyakan pa. Sahira gak sanggup harus ngelahirin anak sebanyak itu," balas Radit, emang ia membuat pabrik anak? seenaknya mereka minta anak sebanyak itu.

Pak warno tertawa melihat muka Radit yang seperti tertekan. Sementara Sahira hanya diam.

"Sahira kamu setuju gak? Kamu mau punya anak berapa sayang?" Tanya Dewi lembut.

"Sahira sih setuju ma, kalau Sahira sih sedikasihnya aja ma," ujar Sahira melirik Radit. Radit mengunyah makanannya tanpa melirik Sahira. Ia masih kesal rupanya.

"Radit kamu maunya punya anak berapa?" tanya Dewi bertanya ke Radit  sekarang.

"Dua aja ma," jawab Radit malas. Emang anak disamain kayak buat kue, yang dipesan seenaknya. Pikir Radit.

"Dikit banget Dit," balas pak Warno.

"Jangan dua Dit, itu mah sedikit banget," timpal Dewi. Nafsu makan Radit sudah sirna, karena belum apa-apa ia sudah ditekan. Radit mendesah kasar, ia sudah tak berselera makan lagi.

Sahira dan Radit hanya diam setelahnya mendengar ocehan Pak Warno dan Dewi tentang anak. Sahira dan Radit hanya mendengarnya saja.

-
-
-

Radit perlahan memasuki kamar. Tatapannya langsung tertuju ke arah Sahira.

"Kita harus pindah besok," ucap Radit mendekati Sahira.

"Emangnya kamu punya rumah?" tanya Sahira menatap Radit.

"Aku punya rumah sayang, deket sini kok. Aku beli tahun lalu. Niatnya sih pengen ditempatin setelah nikah, jadi karena sekarang aku udah nikah kita bisa pindah besok," ujar Radit duduk disamping Sahira.

"Dit," lirih Sahira.

"Hmm, apa?" Radit menoleh ke arah Sahira yang memandangnya takut-takut.

"Mm_nanti setelah pindah. Kamu bakal nerima aku apa adanya kan Dit?" Sahira menunduk, Radit mengernyit? Maksudnya Sahira apa sih? Tentu saja Radit harus menerima kekurangan istrinya itu. Karena setelah menikahi Sahira, Radit harus siap menerima segala kekurangan dan kelebihan yang Sahira miliki.

"Emang kurangnya kamu apa?" tanya Radit.

"Maaf kalau nanti kamu bakal terkejut kalau aku gak sesuai dengan apa yang kamu inginkan," ujar Sahira menunduk,  Radit dan Sahira berpacaran hanya bermesraan biasa saja tanpa melibatkan hal intim lebih dari hubungan yang terlarang. Namun mendengar perkataan Sahira, Radit terhenyak akan fakta itu.

"Maksud kamu, kamu udah gak suci lagi?" tanya Radit frontal, Sahira tergagap. Matanya berkaca-kaca didepan Radit.

"Maaf," Sahira menunduk merasa bersalah. Radit menyugar rambutnya frustasi, ia mencoba bersikap tenang dihadapan istri cantiknya ini. Lantas mencoba tersenyum.

"Aku janji akan menerima kekurangan kamu apa adanya, tapi untuk melakukan aktivitas fisik aku belum bisa mewujudkan itu dalam satu bulan ini. Biarkan pikiran aku tenang dulu, setelahnya aku mencoba sedikit demi sedikit," janji Radit didepan Sahira. Sahira ingin memeluk Radit tapi suaminya itu menjauh.

"Dit, kamu gak nerima ya? Seharusnya aku gak maksa kamu buat nikahin aku Dit," sesal Sahira. Radit menatap Sahira dengan nanar, ada rasa bersalah karena egonya terlalu tinggi. Mengalahkan rasa cinta yang pernah ada untuk Sahira.

Radit mendekat dan akhirnya memeluk Sahira dengan erat, melihat perempuan itu menangis membuat perasaan Radit terluka. Radit masih mencintai, namun masih belum bisa menerima fakta. Radit janji kepada dirinya bahwa ia akan perlahan merubah sikapnya. Ia merasa bersalah sebenarnya kepada istrinya.

"Tapi, kamu janji ya. Setelah ini kamu pakai hijab," ujar Radit, karena ia ingin mempunyai istri yang sholehah, yang bisa menutup auratnya.

"Aku gak bisa janji Dit, tapi aku usahain kok," balas Sahira menatap Radit.

Tatapan Radit berubah lembut, Sahira terkesiap, saat benda kenyal dan basah merayap dibibirnya. Radit menciumnya, batin Sahira bersorak senang.

Tbc

Jodoh Untuk Erina (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang