Ch 35

88 4 0
                                    

Mohon untuk tidak copy paste!!! Hargai sesama penulis!!!!

Radit menyeret kopernya dan Zahira yang mengikuti langkahnya dibelakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Radit menyeret kopernya dan Zahira yang mengikuti langkahnya dibelakang.

"Kamu yakin Dit mau pindah sekarang?" Tanya Dewi memastikan.

"Yakin ma, lagian Radit udah berumah tangga. Wajar dong kalau Radit ingin bisa leluasa dirumah. Kalau ada mama sama papa Radit jadi gak bisa leluasa," sahut pria tampan itu, pak Warno tersenyum mendengar perkataan puteranya.

"Pasti pengen berduaan sama Sahira terus ya? Cepet gas terus Dit_biar cepet punya anak!" timpal Pak Warno. Kini mereka tengah berdiri didepan rumah untuk menyampaikan salam perpisahan kepada Radit. Radit memutar bola matanya, malas menanggapi.

"Ya udah ya. Hati-hati, jangan bikin zahira lecet ya Dit. Kalau salah, tegur. Jangan main tangan. Perempuan itu lemah Dit, butuh dilindungi bukan dipukul. Mengajari tidak harus dengan kekerasan, usahakan harus bisa meredam emosi dengan baik. Kalau ada masalah ya_dibicarakan baik-baik, cari solusi. Jangan mengambil keputusan dengan terburu-buru nanti kamu nyesel. Libatkan istrimu dalam urusan apapun, minta pendapatnya. Jangan seenaknya kamu_mentang-mentang kepala rumah tangga harus otoriter. Nggak boleh gitu, ya," Dewi menasehati anak lelakinya, Radit mengangguk. Laki-laki tampan itu mencium punggung tangan Dewi dan Pak Warno secara bergantian diikuti zahira.

"Assalamualaikum," Radit melangkah ke dalam mobil diikuti Sahira.

"Waalaikumsalam," jawab pak Warno dan Dewi serentak seraya memandang kepergian anaknya.

-
-
-

Radit membuka pintu pagar sebuah rumah sederhana yang halamannya cukup luas. Meskipun sederhana, namun rumah yang dibeli Radit berdesain kekinian. Setelah pintu terbuka, Radit kembali ke dalam mobil lantas melajukan mobilnya memasuki pekarangan rumah. Rumah bercat biru laut itu dibeli Radit tahun lalu, meski tidak besar namun halaman rumahnya cukup luas dan ada taman dibelakang rumah yang begitu lebar. Radit memang menyukai kesederhanaan, meski terlahir dari keluarga berada lelaki itu dididik mandiri dan tidak foya-foya.

"Radit," lirih Sahira, Radit memutar tubuhnya memandang Sahira.

"Hmm, apa?" tanya Radit.

"Gak jadi deh Dit," Sahira memasuki rumah lebih dulu setelah Radit membuka kuncinya. Radit jadi bertanya-tanya apa yang ingin dikatakan Sahira kepadanya.

Radit menghempaskan tubuhnya ke badan sofa, tatapannya melirik Sahira yang menuju kamar sebelah.

"Sahira!" panggil Radit. Sahira menoleh dan meletakkan kopernya dilantai.

"Apa?" Sahira mengerutkan kening, karena Radit memanggilnya.

"Itu kamar kita, kamu mau kemana?" tanya Radit heran. Sahira gelagapan, ia pikir Radit tidak mau tidur dengannya setelah mengetahui fakta itu. Ternyata pikiran Sahira salah besar.

"Aku pikir_" Sahira menunduk.

"Kamu pikir aku gak mau tidur sama kamu, gitu? Ckk. Sahira_Sahira, kamu istri aku. Gak ada yang salah kalau kita tidur bareng. Udah gak usah mikir yang aneh-aneh!" Radit langsung menginterupsi perkataan Sahira, Sahira tersenyum kaku. Entah harus senang atau tidak, namun Sahira masih tersinggung dengan perkataan Radit yang akan menyentuhnya setelah satu bulan.

"Sini!" Radit mengkode Sahira mendekatinya, Sahira perlahan mendekat.

Radit lantas menarik tangan Sahira, hingga tanpa sengaja perempuan itu duduk dipangkuan Radit.

"Dit_" Sahira merasa tak nyaman, Radit belum menerima ia sepenuhnya.

"Kamu kenapa sih? Kok jadi kaku gini, padahal dulu kita sering melakukan hal lebih dari ini," ujar Radit tersenyum, ia mengingatkan Sahira tentang kemesraan mereka yang intim meski kemesraan itu tidak lebih sekedar ciuman.

"Maaf aku dulu terlalu agresif," Sahira merasa bersalah, Radit terkekeh.

Radit mendekat, namun Sahira dengan cepat bangkit dari pangkuan lelaki itu. Perasaan Sahira masih kesal setengah mati dengan perkataan Radit tempo hari.

"Aku mau beres-beres dulu," Sahira menjauh dan memasuki kamarnya.

Radit memandang kepergian Sahira dengan menghela nafas kasar.

-
-
-
Dengan lincah Sahira melipat pakaiannya lantas memasukkannya ke dalam walk in closet yang berada dikamarnya, Radit memasuki kamar dan melirik Sahira yang tampak serius sampai tidak menyadari keberadaannya.

"Baju aku, kamu taruh dimana?" tanya lelaki itu. Sahira menunjuk dengan tangan tanpa menjawabnya.

Radit dengan santai mencari setelan yang pantas untuk ia pakai.

Sesekali Radit melirik Sahira yang tampak sibuk dan tampak tak acuh.

"Kamu kenapa?" Tanya Radit, ia mencondongkan tubuhnya ke arah Sahira. Sahira reflek menjauh, ia menatap Radit tidak suka.

"Kamu marah sama aku?" Tanya Radit lagi. Sahira tetap tak merespon, Radit memegang bahu Sahira dan mau tak mau Sahira memandang Radit.

"Kamu marah sama aku, Sahira?" ulang Radit bertanya. Nafas Sahira tercekat, menahan butiran mutiara yang akan membasahi pipi mulusnya.

"Aku minta maaf kalau perkataanku kemarin bikin kamu tersinggung," ujar Radit kemudian setelah melihat Sahira yang terisak.

"Aku_aku_ gak marah," sahut Sahira dengan suara parau.

"Maafin aku ya, udah lupain aja kata-kataku yang kemarin kalau bikin kamu sakit hati," Radit merasa bersalah, tangannya menghapus air mata dari pipi istrinya.

Radit merengkuh tubuh Sahira yang bergetar karena menangis. Radit merasa gagal sebagai suami karena telah menorehkan luka dihati istrinya.

Radit menggendong Sahira ke atas ranjang, Sahira berhenti menangis.

"Kamu mau ngapain?" tanya Sahira yang memandang Radit melepas pakaiannya.

"Melaksanakan nafkah batin untuk istri aku," jawab Radit santai. Perasaan Sahira menghangat karena perlakuan suaminya.

Mereka berdua tengah menikmati malam penuh cinta. Dengan memadu kasih dan menikmati malam yang penuh gairah.

-
-
-

Radit memakai pakaiannya dengan tergesa, melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Radit keluar kamar dengan langkah santai, tatapannya tertuju ke arah Sahira yang sibuk karena apa.

"Kamu lagi ngapain?" tanya Radit mendekati Sahira yang tengah sibuk berkutat didapur.

"Masak mie instan," singkat Sahira tanpa melirik Radit.

"Buatin dua ya, aku laper juga nih!" titah Radit mengelus perutnya, ia merasa lapar karena aktivitas ranjangnya bersama Sahira  yang menguras tenaganya.

"Ok," sahut Sahira.

Setelah beberapa menit, Sahira menaruh mangkok yang berisi mie instan dan sebotol air dingin yang ia sudah taruh dikulkas sejak tadi. Radit menaruh handphonenya, dan mengambil manhkok itu, tatapannya melirik Sahira yang masih nampak kaku.

"Makan bareng yuk!" ajak Radit, Sahira menurut dan duduk disamping Radit.

Mereka makan dalam diam sampai makanan dimangkok mereka tandas tak bersisa.

Tbc
Dipublikasikan oleh TansahElingdd diwattpad pada tanggal 11 oktober 2022

Jodoh Untuk Erina (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang