3. Koki

121 32 17
                                    

Pria berumur 22 tahun itu sedang duduk menatap layar ponselnya. Cuaca hari ini memang lebih panas dari biasanya. Ia sesekali menoleh pada laptop yang ada di depannya. Kafe tidak seramai biasanya. Entahlah, mungkin karena masih terlalu siang untuk duduk, atau mereka sedang libur akhir pekan di tempat lain?

"Sayang, hari ini panas banget," ucap Asya manja dan duduk lemah di samping Aska.

Aska yang tidak menyahut bahkan tidak menoleh membuat Asya kesal. "Lo kenapa sih akhir-akhir ini berubah!" pekik Asya membuat seluruh pelanggan kafe menoleh ke arah mereka.

Wulan berjalan mendekati mereka dan menaruh paper bag di hadapan Aska. "Makasi jaketnya," tutur Wulan lalu tersenyum melihat Asya.

"Heh, cewek centil!" Asya bangkit dan menjambak rambut Wulan. "Pasti lo, kan yang udah deketin Aska sampe Aska sekarang cuek ke gue," lanjutnya.

Wulan melepas tangan Asya dan menghentakkan ke bawah. "Lah, emang kita udah dekat dari dulu, lo aja yang gak tau atau gak dikasi tau." Wulan menaikkan satu alisnya tersenyum miring.

Aska terkejut mendengar penuturan Wulan. Ia berdiri dan menghalangi Asya yang hendak menampar Wulan. "Wulan. Gue baru kenal sama lo, dan lo gak usah ikut campur masalah gue sama Asya." Aska menarik Asya keluar dari kafe.

"Lo buat keributan apa lagi tadi?" tanya Fara.

Wulan menggeleng. “Biasalah." Wulan berlalu meninggalkan Fara dan kembali melayani tamu.

Di sisi lain Aska mencoba menjelaskan bahwa dia memberikan jaket kepada Wulan karena, Wulan kedinginan.

"Waktu gue dingin, Ka. Lo gak pernah sampe buka jaket lo demi gue," seru Asya menggebu-gebu.

"Lo berlebihan, Sya. Ini cuma masalah sepele, dan lo besar-besarin," sungut Aska.

"Masalah sepele lo bilang? Egois lo Ka!" Asya pergi dari sana, tak sedikit pun Aska berusaha untuk mencegahnya.

Aska kembali masuk kedalam cafe, rahangnya mengeras, tangannya mengepal, urat-urat ototnya terlihat jelas. Apa maksud Wulan, gue dekat sama dia.

"Aw ...." Wulan meringis tangannya ditarik paksa oleh Aska ke lantai atas dan masuk ke dalam ruangan tempatnya di wawancara. "Ka, lepasin." Tangan Wulan satu lagi mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman Aska.

Aska menghempas tangan Wulan dan menatap gadis itu tajam. “Lo sebenarnya siapa? Kenapa lo bisa kenal sama gue? dan bilang gue dekat sama lo?” tanya Aska dingin.

“Aku … aku Wulan, sahabat kamu,” balasnya pelan.

“Oke! Lo Wulan, sahabat gue. Cukup sampe di situ. Gue nggak mau lagi Lo ngelakuin hal yang kayak tadi, lagian gue nggak ingat apapun tentang lo, bisa jadi lo bohong, kan?” tuding Aska.

Wulan mendadak membisu. Ia menatap Aska tidak percaya. Memang ini tidak sepenuhnya salah Aska, dia kecelakaan dan lupa pada Wulan. Namun, kenapa sikapnya juga ikut berubah? Wulan tidak pernah melihat Aska berbicara seperti itu kepada siapapun.

KALIBIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang