"Cepetan dong, Pelangi," desak Aska. "Pelanggan udah makin rame di luar."
“Iya, Aska. Tangan aku cuma dua," balas Wulan di sela kegiatannya.
Aska merayakan first anniversary kafenya, dengan alih-alih ia tidak ingat kapan pertama kali membangun kafe itu. Tulisan ‘beli dua gratis satu’ yang tersemat di antara tulisan lainnya di papan bunga, membuat banyak pelanggan baru masuk berbondong-bondong ke dalam kafe.
Lonceng terus berbunyi, karena diskon itu banyak anak-anak kuliah, pekerja kantoran, anak-anak SMA, bahkan sampai ibu rumah tangga yang membawa banyak anak nya.
Wulan memutar badannya melihat Ari masuk mengambil beberapa pesanan yang sudah siap. "Kak, nanti balik ke sini lagi, ya."
Ari hanya mengangguk. Wulan melanjutkan kegiatannya. Ini benar-benar hebat. Untuk pertama kali mereka melayani puluhan pelanggan.
Ari menghampiri Wulan. "Gue nggak bisa masak, ngapain gue di sini."
"Cuci piring," tutur Wulan tanpa menoleh ke arah Ari.
Tentu saja ada Fara di samping Wulan yang sedia menghias makanan. Namun, tidak jarang pula Fara membuat kekacauan seperti menumpahkan saus dan lainnya.
"Pelangi, cepetan!" Aska mendekati Wulan. "Jangan asik bicara."
Wulan tidak mengindahkan ucapan Aska yang menusuk hatinya, dia pikir Wulan punya kekuatan ajaib apa? "Makanya, bantuin kek, biar cepat siap." Wulan mempercepat pisaunya memotong bawang.
Aska menelan ludah, bisa gawat kalau dia memarahi Wulan lagi. Bagaimana kalau dia yang menjadi bahan selanjutnya untuk dimasak. Aska menggeleng, dia tidak boleh melupakan rencananya. Aska langsung saja pergi dari dapur.
Setelah berjibaku cukup lama dengan semua alat masak, akhirnya Wulan menyelesaikan puluhan hidangan dalam satu hari, itu juga berkat Fara dan Ari yang membantunya. Untung saja semua bahan sudah habis atau mungkin tangannya harus diamputasi besok pagi. Ia meregangkan otot-ototnya dan menoleh ke arah pintu, tidak ada seorang pun yang hendak mengambil hidangan terakhir ini. Mungkin mereka sibuk, ucapnya dalam hati.
“Kak?” Wulan yang hendak meminta tolong Ari untuk membawa hidangan pun langsung menggeleng ketika Ari menoleh padanya. “Nggak jadi, biar gue aja.”
Ia keluar dari dapur, melewati Fendi dan berjalan di sela-sela banyak orang. Di tengah perjalanannya ia ditabrak seseorang yang membuat keseimbangannya goyah. Semua yang ada di atas talam terpaksa mencium lantai serta beling yang berlarberlariani ke sana ke mari. Wulan menoleh pada siapa yang menabraknya.
"Kamu jalan punya mata nggak?" ucap Aska.
Wulan menarik alisnya ke dalam, mulutnya merapat, lalu menggeleng. "Bukannya kamu yang nggak sengaja nyenggol aku."
"Kamu, ya, udah salah nyolot lagi!" bentak Aska.
"Aku, kan, nggak bilang kamu sengaja." Wulan menundukkan kepalanya seraya merotasikan matanya. Sungguh menyebalkan.
"Lihat makanannya jadi tumpah semua, piring-piring hancur berantakan," lanjut Aska.
Wulan meneliti setiap wajah Aska, ini seperti bukan Aska, dia kembali seperti belum mengenalinya dulu. Wulan melihat seluruh pelanggan yang sedang menjadikan mereka pusat perhatian. Ini mungkin karena Aska belum sembuh total, pikirnya. "Aska, aku minta maaf, tapi kalau kamu mau marah jangan di depan orang, ya." Wulan mencoba meraih tangan Aska untuk meminta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALIBIRU (End)
Romance[TOP #8 Author Got Talent 2021 Kategori Best Branding] "Karena sebenarnya perasaan kamu udah berubah, kan? Karena kamu takut kehilangan aku, iya, kan?" Kisah seorang gadis berlesung pipi yang bersikeras mengembalikan seluruh ingatan orang yang disay...