34. Sosok Baru

69 10 6
                                    

Dua tahun kemudian ....

Rambutnya bergerak sesuai arah angin datang. Wulan duduk di jendela kamarnya menatap kosong ke arah luar. Dua tahun berlalu, dia dan hatinya yang sudah mati selalu menangis pilu. Ia sengaja memahat luka dengan Bando bermotif kupu-kupu yang ia pakai setiap harinya. Iya, itu bando pemberian Aska dua tahun lalu.

"Aduh, gue cari lo ke mana-mana, tapi lo malah menggalau di sini." Pemilik suara cempreng itu masuk tanpa aba-aba ke dalam kamar Wulan dengan menghentakkan kakinya. Ia sudah terbiasa memakai lebel lo-gue semenjak tinggal bersama mereka.

"Jalannya hati-hati, Far. Ngeri gue lihat perut lo." Wulan bergidik ngeri melihat Fara yang sedang berbadan dua.

Iya, setahun yang lalu Fara dan Ari melangsungkan pernikahan di Jakarta. Semenjak Wulan memilih kembali ke Jakarta, Fara juga ikut tinggal bersama mereka. Kehadiran Fara yang disambut baik oleh Astuty dan Ahmad membuat Fara merasa lengkap.

Setelah menikah, Ari dan Fara memutuskan untuk membeli rumah di Bandung. Dekat dengan kafe yang di bangun Wulan. Kafe millenial yang memiliki ruangan luar dan dalam tersebut ramai dibicarakan publik dua tahun terakhir.

"Gue males ke kafe hari ini, lagian lo ngapain ke Jakarta? Lo harus jagain ponakan gue." Wulan memutar bola matanya.

Usia kandungan Fara sudah memasuki bulan keenam. Namun, perutnya cukup besar, kemungkinan ia akan melahirkan anak kembar.

"Lagian lo, kemarin-kemarin tidur di kafe, tiba-tiba pulang ke Jakarta, terus nggak bilang siapa-siapa." Fara berkecak pinggang.

"Gue udah banyak karyawan, mereka udah gue percayai selama 2 tahun. Apa itu nggak cukup buat gue bisa istirahat sebentar?" Wulan kembali menatap ke arah luar. Pengusaha muda itu sedikit pun tidak beranjak dari posisinya.

Fara merasa capek, duduk mobil selama 3 jam ditambah marah-marah tak jelas kepada perempuan yang tak acuh di depannya. Fara memilih duduk di kasur milik gadis berbando kupu-kupu itu. "Ke kafe, yuk. Sayang anak-anak, mereka udah nyiapin kejutan buat ultah, lo." Akhirnya Fara membuka suara.

"Mereka bukan anak-anak gue." Wulan membuka suara tanpa melihat lawan bicara.

Kafe yang di dirikan Wulan membuka banyak lowongan kepada anak-anak pengangguran, bahkan ia menerima anak kuliah yang ingin bekerja part time. Satu tahun berhasil membuka kafe, Wulan kembali membuka sebuah toko baju di bawah naungan Fara dan Ari.  Inilah yang membuat ia dikagumi publik dan seseorang di tempat lain.

"Jangan buat mereka kecewa di tahun ini. Tahun kemarin juga lo nggak datang." Dari jauh Fara melihat Wulan yang memakai bando kupu-kupu.

"Gue nggak suka umur gue bertambah dan ngedengerin Mama bicara soal pernikahan dengan Arga." Wulan membeberkan alasannya tidak menghadiri acara ulang tahunnya.

"Kalo lo nggak suka, Arga. Kenapa dulu lamaran dia lo terima? Jangan ngasih harapan palsu buat orang lain, nanti malah bakal jadi Boomerang buat lo." Fara memilih keluar. Takut emosinya semakin tinggi dan akan membuat perutnya keram, ia memilih untuk duduk di ruang tamu mencari cara lain untuk membuat Wulan keluar dari zona nyamannya. 

Semenjak 2 tahun terakhir, Wulan benar-benar menjadi sosok yang dingin. Hatinya beku, ia tidak menerima lelaki manapun. Sampai suatu hari Arga datang memintanya langsung pada ibunya.

Aku cuma mau wujudkan satu harapan, Mama. Dia juga nggak masalah tentang cinta. Wulan ingat betul tentang Arga yang menunggunya membuka hati kembali.

Pikirannya berputar kembali pada kejadian setahun lalu, tepat di kafe ketika ia sedang menatap laptop. Seorang pria asing duduk di depannya. Wulan menatap sekilas sebelum ia beranjak memilih untuk pergi.

KALIBIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang