11. Kembali

80 18 20
                                    

Gadis kecil itu mengintip dari pinggir pagar tetangga baru yang berada di depan rumahnya, dia melihat seorang lelaki yang sedikit lebih tua darinya sedang duduk di ayunan dengan mata yang memerah dan berair.

"Shut, shut." Gadis itu mencoba memanggil anak lelaki itu.

Namun, tidak ada jawaban. Lelaki itu malah menatap gadis yang berada di balik pagar itu, heran. Gadis itu lelah jika terus memanggil dengan diam-diam, dia jalan berdiri tepat di tengah pagar.

"Hey, main yuk!" ajaknya berteriak.

Awalnya lelaki itu tidak berniat untuk menanggapi gadis konyol di depan pagar, tetapi hatinya berkata lain. "Memangnya kamu punya apa kalau aku ikut main?" tanya lelaki itu sambil menghapus bercak air di pinggir mata.

"Aku punya kue coklat!" jawabnya sedikit berteriak.

Lelaki itu bangun dari ayunan dan membuka pagar. Gadis itu langsung masuk ke halaman rumah minimalis milik orang tua lelaki itu dengan senyum yang mengembang dan larian kecil yang sangat antusias.

"Namaku Pelangi Wulandari, panggil Wulan aja." Gadis itu menjulurkan tangannya.

"Mana kuenya?" tanya lelaki itu.

"Kita kenalan dulu." Wulan mengambil tangan lelaki itu agar menyalaminya.

Lelaki itu sedikit terkejut dengan perilaku gadis aneh ini. "Aku Aska, Aska Nugraha," balasnya dan menarik kembali tangannya.

"Ke rumah aku yuk!" Wulan menarik tangan Aska.

"Nggak, aku nggak mau!" Aska melepaskan tangannya dari genggaman Wulan.

"Katanya mau makan kue coklat, kuenya ada di rumah aku." Wulan kembali mengambil tangan Aska dan membawanya masuk ke rumah Wulan.

Mereka berjalan ke dapur, Wulan membuka kulkas dan mengambil kue cokelat buatan ibunya. Wulan memotongnya dan menaruh di piring untuk diberikan kepada Aska.

"Ini buat kamu." Wulan menyodorkan piring itu kepada Aska yang sedang duduk di meja makan.

"Makasi Pelangi, Mama kamu nggak akan marah, kan?" tanya Aska seraya memandang kue itu dengan mata yang berbinar.

Wulan menggeleng. "Nggak kok, mama selalu buat kue, bahkan mama punya toko kue."

Aska mengangguk pelan, dan mencoba kue tersebut. Suapan pertama membuat mata Aska semakin berbinar. Ini benar-benar kue terenak menurutnya. Ia menganggukkan kepalanya ke sana ke mari sebagai bukti ia sangat menikmatinya.

Wulan tersenyum rekah. "Kamu kelas berapa?" tanya Wulan kembali memulai.

"Aku kelas enam." Aska menjawab sambil terus memakan kue.

"Aku kelas tiga, berarti kamu Abang kelas aku, dong." Wulan sudah menebak dari awal. Apalagi badan Aska yang lebih tinggi darinya. "Apa aku harus panggil kamu, Kak?"

"Nggak usah, aku lebih suka dipanggil Aska." Aska kembali melahap kuenya.

"Kamu sudah besar, kamu jangan nangis lagi kayak tadi," ucap Wulan. Gadis kecil yang duduk di meja makan bersama Aska itu menompang dagunya melihat Aska.

"Ibuku sudah nggak ada waktu aku pulang. Kata bibi mereka menjenguk nenek ke Jogja," balas Aska.

Semua kenangan itu telah kembali sempurna ke dalam ingatan Aska. Membuat Aska lagi-lagi harus menyambar obatnya karena dengungan di kepala yang semakin menjadi-jadi. Ia meminum obatnya dan melihat dompet Wulan sekali lagi dengan tatapan tidak percaya. Bahkan, Aska ingat betul apa alasan dia lebih suka memanggil Wulan dengan sebutan Pelangi.

KALIBIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang