24. Perihal Tangga

29 13 10
                                    

Aroma lezat keluar dari ventilasi dapur menyeruak hidung para staf kafe. Mereka duduk membentuk lingkaran sambil menunggu Wulan dan Fara kembali dari dapur. Jam enam pagi mereka sudah berkumpul di kafe. Sesuai janji kemarin, Wulan akan membuatkan mereka nasi goreng spesial yang biasanya ia buatkan untuk Aska.

Wahyu yang tidak sabar lagi karena harum lezat yang menyapa hidungnya pun bangkit menuju dapur. Wahyu berdiri di ambang pintu dengan wajah memelas. "Lan? Bisa cepet, nggak? Perasaan kalau buat Aska, nggak selama ini, deh."

"Yee, dengar, ya, Kak. Kita, tuh, rame. Ya, sabar dikit, dong!" seru Fara. Fara yang mondar-mandir menjadi asisten Wulan, geram dengan perkataan Wahyu.

"Aku, kan bicaranya sama, Wulan. Kok kamu yang sewot," balas Wahyu berbalik ke tempat duduknya.

Wahyu benar-benar tidak tahan. Lagi-lagi perutnya berbunyi. Mereka semua melempar pandangan melihat Wahyu melipat tangannya dan menenggelamkan wajahnya di atas meja.

"Yu? Lo nggak pa-pa, kan?" Agus yang duduk di sampingnya menggoyangkan bahu Wahyu.

Wahyu menggeleng dengan posisi yang masih sama, tetapi ia langsung mendongak mendengar suara melengking milik Wulan.

"Sarapan, datang! Yuhu!" Wulan membawa nampan berisi nasi goreng di ikuti Fara dari belakang.

Nasi goreng dengan telur dadar serta harum wangi daun bawang sangat menggugah selera. Wahyu dengan cepat mengambil sendok, tetapi sebuah tangan melayang, menyentil tangannya agar berhenti beraksi.

"Kenapa, sih?" tanya Wahyu kepada Keisya.

Sudah tahu dia lapar, bahkan Wahyu sengaja tidak makan dari semalam agar dia bisa makan banyak pagi ini.

"Gue punya game," ucap Keisya seraya mengangkat sebelah alisnya. "Tertarik nggak?" tanyanya lagi.

"Apa?" tanya Fara dengan nada sedikit kesal. Ia masih tidak suka dengan wanita itu.

Wulan menyikut Fara seraya melotot, agar nada Fara biasa saja. Wulan beralih menatap Keisya. "Game apa?"

"Gue tantang kalian makan tanpa melipat tangan!" tantang Keisya.

"Eh, permainan macam apa itu? Mana bisa!" Wahyu mulai mengambil sendok dengan memakan nasinya tanpa melipat tangan. Alhasil nasinya tumpah semua ke atas meja.

Sedangkan yang lain sibuk dengan pikiran masing-masing memecahkan masalah baru yang diberi Keisya.

Keisya hanya tersenyum sambil memainkan kukunya. Permainannya pagi, tapi kalian akan terjebak selamanya.

Wulan yang sedang memejamkan matanya berpikir keras memecahkan soal yang nyatanya lebih rumit dari soal Matematika, tiba-tiba hidung Wulan mencium sesuatu. Sebuah sendok berhenti di depan mulutnya, matanya menoleh melihat Fendi yang tersenyum.

"Makan tanpa melipat tangan hal mudah." Fendi menyodorkan sendok lebih dekat agar Wulan membuka mulutnya.

Wulan tersenyum lalu memakan suapan Fendi. Dia mengambil sendoknya dan menyuapi Fendi juga. "Aku baru ingat, Kunti juga melakukan ini kepada lima Pandawa."

Fendi menerima suapan lalu mengangguk. "Suka nonton Mahabharata?"

"Nggak, Mama yang suka." Wulan lanjut memakan nasi.

Kalau dia masih di sini, pasti dia juga kayak lo, Wulan, batin Fendi.

"Gitu doang permainannya? Kalau aku tau, udah dari tadi habis nasi gorengnya." Wahyu menatap Keisya kesal dan melahap kasar nasinya.

Sedangkan Ari duduk di samping Fara memandang gadisnya lekat. Ari menyodorkan sendok sehingga untuk beberapa detik Fara tertegun melihat aksi Ari. Fara melahap suapan Ari dengan sedikit senyum. Sumpah demi apapun, jantungnya berpacu hebat saat ini. Fara melihat Ari tersenyum memandangnya mengunyah nasi.

KALIBIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang