27. Jalan?

54 15 4
                                    

"Mama kenapa nggak ke toko?" tanya Wulan.

"Mama udah tutup toko," ucap Astuty di sela suapannya.

"Kenapa?" Wulan menautkan alisnya.

"Mama di tipu klien, Wulan. Mama udah coba hubungi tapi nggak bisa," jawab Astuty.

Suasana di meja makan berubah pilu. Wulan menatap sendu ibunya. Apa karena ini, ibunya susah untuk di hubungi?

"Besok kita belanja lagi," putus Wulan melanjutkan makannya.

"Pakai apa Wulan? Mama udah usaha untuk nutup kerugian dan mulai lagi, tapi apa? Mama tetap nggak bisa untuk ngumpulin modal lagi. Modal usaha kue itu besar Wulan, bukan kayak modal buat kue cokelat," jelas sang Mama. Mengingat Wulan yang suka membuat kue cokelat.

"Mama percaya, kan, sama Wulan?" Wulan meraih tangan ibunya dan mengusap pelan.

Astuty mengangguk, ia tahu putrinya paling tidak suka kalau tidak dipercayai.

"Wulan yakin, kita bisa bangkit. Bukankah ini resiko jadi pengusaha? Bawa enjoy aja, Ma. Urusan mereka, Allah belum tutup mata." Wulan tersenyum singkat lalu menambah lauk ke dalam piringnya.

Astuty tersenyum. Setelah kepergian suaminya, ia mendapatkan putri sulung yang sama kuat dengan beliau. Ternyata selama ini jiwa suaminya ada di Wulan. Air mata lolos dari netra Astuty, ia terharu memiliki putri kuat seperti Wulan. Meskipun usianya baru menginjak 20 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa Wulan lebih kuat dari dirinya.

"Morning, Aska," ucap Keisya ketika Aska memasuki kafe.

Aska mengangguk singkat lalu duduk di meja dekat jendela. Keisya melihat hal itu pun beralih mengambil kopi yang sudah di buat Fendi. Ia berjalan membawakan kopi ke arah meja Keisya.

"Ini kopinya, Aska." Keisya menaruh kopi di atas meja.

"Oke. Makasih, ya," ucap Aska lembut.

Keisya mendengar hal itu sempat menganga. Ini pertama kalinya, Keisya mendengar Aska berbicara selembut itu padanya. Keisya tersenyum. "Oh, ya, Aska. Aku mau lapor tentang pemasukan dan pengeluaran kafe kita." Keisya melangkah mengambil buku dan kembali ke hadapan Aska.

"Ada peningkatan?" tanya Aska ketika melihat Keisya membuka buku.

Keisya mengangguk, ia sedikit menunduk untuk menjelaskan kepada Aska. Rambutnya yang terurai jatuh sehingga mengganggu Aska. Aska mengambil rambut Keisya dan mengelipkan ke belakang telinga.

Keisya merasa ada desiran aneh dalam tubuhnya. Wajahnya merona, jantungnya berpacu kencang. Sial, perlakuan seperti ini saja dapat membuatnya tidak bisa bernapas lancar.

"Kok diam?" tanya Aska mencoba mencairkan suasana.

"Eh, hah? Sampe mana, ya?" tanya Keisya.

"Nggak sampe mana-mana, Keisya .... Belum juga mulai." Aska tertawa pelan.

Keisya tertegun sesaat, pemandangan ini sangat jarang terjadi. Ada apa dengan Aska yang tiba-tiba saja berubah ketika bersamanya. Apa mungkin Aska mulai membuka hati untuk Keisya?

Keisya menjelaskan pendapatan selama sebulan dengan rinci. Ia membolak-balikkan buku menjelaskan kepada Aska, apa saja yang meningkat, apa saja yang banyak di pesan, dan golongan mana saja yang sering datang ke kafe. Aska terus mendengar Keisya tanpa menoleh sedikitpun. Ia sengaja membuat Keisya salah tingkat ketika ditatap lekat.

KALIBIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang