35. Titik temu

82 12 16
                                    

Aku tidak bisa memaksa seseorang untuk terus bersamaku. Tapi aku bisa membuatnya terus menetap di hatiku.

Aska Nugraha

Dua tahun bergulir sangat cepat, semenjak kepergian Wulan dari kota Jogja hari itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua tahun bergulir sangat cepat, semenjak kepergian Wulan dari kota Jogja hari itu. Tidak ada lagi binar indah yang dapat ia lihat, atau senyum semanis madu yang tidak ia temukan di sini.

Hari-hari ia di Jogja hanya seperti angin lalu. Terasa membosankan, ditambah perasaan rindu yang menuntut temu. Aska tersenyum simpul, ia kembali memutar video senyum merekah Wulan pada kameranya.

"Kamu terlalu rapuh untuk aku yang terlanjur hancur. Kita sama-sama pergi tanpa menoleh, menyiksa diri masing-masing dan mencoba memberi ruang, agar nanti aku dan kamu bisa kembali."

•••

"Lan! Dedek bayinya nendang!" pekik Fara menggelegar ke segala penjuru rumah. Ini bukan yang pertama kali, tetapi Ibu Muda itu tetap histeris.

"Semenjak hamil lo hobi banget teriak-teriak, Kara. Kayaknya dedeknya nanti bar-bar, deh." Ahmad membuka suara turun dari atas.

"Suka-suka Dedek bayinya, dong," balas Fara sewot.

Sedangkan Ahmad hanya bisa mengelus dadanya, pasrah. Perkataannya selalu dianggap salah.

"Wulan! Turun! Gue capek kalau harus naik!" titah Fara. Ibu hamil satu ini memang suka menyusahkan orang lain.

"Jangan teriak-teriak, sayang," tegur Ari yang sedang membawa banyak belanjaan dari belakang Fara.

"Kamu bisa diam, nggak, sih? Aku, kan, udah bilang nggak mau lihat muka kamu. Sana, hus, hus." Tangan Fara menutup mulutnya ingin muntah ketika melihat suaminya sendiri. Efek hamil, mungkin.

Sedangkan di dapur Ahmad tertawa terbahak-bahak meratapi nasib Ari yang tidak disukai anaknya sendiri.

Wulan membuka pintu melihat ke bawah, matanya menangkap Ibu Bumil yang sedang berkecak pinggang menunggunya. "Kenapa, Far? Jangan teriak-teriak, kasian Baby belum keluar udah jantungan, aja."

Namun, Fara tak menghiraukan ucapan Wulan. Ia menarik tangan sahabatnya dan duduk di sofa. Fara menepakkan telapak tangan Wulan pada perutnya yang membesar.

"Dedek, ini Onty Wulan, tapi kalian panggilnya Pela-" Kalimat Fara terpotong ketika merasa terkejut.

Mata Wulan melebar di sertai senyumnya yang merekah. Tangannya dapat merasakan Baby ingin adu tos bersamanya. "Ponaan gue," ucapnya berbinar lalu menoleh melihat Fara yang seperti sedikit kesakitan. "Pasti sakit, ya, Far?"

Fara tertawa pelan. "Nggak sakit, Lan. Cuma pergerakan mereka buat gue terkejut, tiba-tiba." Ia kembali tertawa. "2 bulan lagi mereka bakal lahir."

"Baby kembar mau dinamain siapa?" Wulan berbicara kepada bayi yang ada dalam kandungan Fara.

"Belum tahu jenis kelaminnya, Lan. Sabar dulu, ya." Kalimat Fara berakhir ketika bel rumah berbunyi.

KALIBIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang