17. Ada apa?

56 17 17
                                    

Dear Wulan.


Sahabat pertama dalam hidupku, yang mau gimana pun aku jelasin ke orang, orang nggak akan paham.

Kamu sederhana, baik, ramah, pengertian. Selamat ulang tahun, ya. Semoga di tahun ke 20 ini bisa membuat kamu memeluk semua cita-cita yang kamu mimpikan.

Aku cuma bisa ngasih gelang kecil, tapi aku percaya kamu bakalan suka dan pakai setiap hari.

Oh, ya, aku mau bilang. Kalau nanti kita udah nggak bisa sama-sama, lagi. Tolong kamu tetap percaya sama aku.

Salam sayang, Fara.

Wulan mengerutkan keningnya, pagi-pagi sekali Fara sudah tidak ada di sampingnya. Surat yang ia temukan dalam kado pemberian Fara juga bukan jawaban ke mana ia pergi. Apa maksud tulisannya di paragraf terakhir? Wulan menggeleng menepis segala pikiran buruk terhadap sahabatnya. Ia mengambil ponsel membalas satu persatu ucapan selamat di layar ponsel.

Melihat nama Ahmad sudah beberapa kali menelponnya membuat ia buru-buru memencet tombol hijau untuk menelpon adiknya kembali. Namun, sepertinya Ahmad tidak bersama ponselnya. Apalagi sebentar lagi masuk ujian semester, pasti dia sibuk belajar, atau bermain bola voli di belakang rumah tetangga.

Wulan kembali mengingat sahabatnya. "Apa Fara nemuin Agus, ya? Kan, kemarin nggak sempat." Wulan beranjak dari ranjang dan memulai rutinitas paginya.

Sebelum berangkat Wulan menyempatkan diri untuk menyapu kos. Sapu hijau bergagang abu-abu itu membersihkan seluruh celah. Wulan mengernyit ketika menyapu bawah ranjang, ia menemukan sebuah surat yang terlipat dua.

🦋

Fara menemui Agus di sebuah kantin bubur ayam. Mereka memesan dua mangkok bubur dan dua cangkir teh hangat. Fara meremas jarinya tidak tahu harus memulai dari mana, belum mulai saja Agus sudah tahu bahwa Fara menolaknya. Kalung yang diberikan tidak terlilit di leher Fara. Sampai pesanan mereka datang dan menyadarkan Fara dari lamunannya.

"Makasi, Mbak," ujar Fara.

Agus mulai mengaduk dan menikmati buburnya. Melihat Fara yang sedari tadi termenung sambil mengaduk buburnya membuat Agus mengangkat suara. "Ternyata kamu tim bubur diaduk juga, ya."

Fara terkejut dan mengerjapkan matanya melihat buburnya teraduk, padahal Fara sama sekali bukan tim bubur yang di aduk. Seleranya hilang melihat buburnya sudah seperti makanan bebek, menurutnya. Padahal seleranya memang sudah hilang sejak ia bertemu Agus.

Fara mengeluarkan kotak merah menyodorkan kepada Agus. Sebelum mengangkat suara ia terdiam melihat reaksi Agus. "Ma, maaf, Aku nggak bisa," ucap Fara terbata-bata, takut menyinggung perasaan lelaki di depannya.

Seketika Agus tertawa pelan, melihat Fara yang tampak tegang seperti ketahuan melakukan kejahatan. Agus membuka kotak merah dan mengambil kalung yang ada di dalamnya. Dia berdiri berjalan ke belakang Fara dan memakaikan kalung ke leher gadis itu

Tidak ada rona di pipinya, bahkan tidak ada getaran di hatinya. Tampak biasa saja ketika lelaki itu mengalungkan kalung ke lehernya. Fara mencintai Ari, bukan Agus.

"Aku bahkan nggak tertarik sama kamu, mau aja dibohongin sama Ari," ucap Agus.

Fara membelalakkan matanya, berbalik menatap Agus. Jelas-jelas di surat itu nama Agus yang terpapar, atau jangan-jangan lelaki di depannya ini gengsi karna ia tolak.

"Temuin orang yang cinta sama, kamu. Dia ada di seberang jalan." Agus menunjuk jalan di depan kantin.

Fara buru-buru beranjak dan menyebrang, bahkan dia tidak sempat membayar bubur yang sudah dipesan. Ia menoleh ke sana ke mari mencari lelaki yang di maksud Agus. Sampai matanya tiba-tiba tertutup oleh tangannya seseorang. Fara yakin dia adalah orangnya.

KALIBIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang