14. Gadis itu

66 17 3
                                    

"Far?"

Fara menoleh melihat Fendi di ambang pintu kafe. Ia mengalihkan wajahnya dan menghapus bercak air di sudut mata. "Iya, Kak." Ia bergegas beranjak.

"Ngapain magrib-magrib di luar, hah?" tanya Fendi mengangkat dagunya.

"Fara lagi nggak enak badan, Kak." Fara memijat tengkuknya.

"Kalau sakit pulang aja, Far. Biar gue antar."

Fara mengangguk. "Boleh deh, Kak."

Fendi segera masuk dan mengambil kunci motonya. Fendi mengantarkan Fara ke kosnya dan kembali ke kafe. Fendi dapat melihat Wulan dan Aska sedang berdiri di depan kafe. "Kenapa nggak masuk?" tanya Fendi ketika sampai ke hadapan mereka.

"Fara mana?" wajah Wulan tampak cemas. "Kata Wahyu, Fara sakit?"


Fendi mengangguk. "Dia nggak enak badan, makanya gue anterin pulang."

Wulan manggut-manggut, untung bukan sakit parah. Wulan meminta Aska mengantarnya pulang. Di perjalanan Wulan memutar video yang diambil Aska di De Mangol tadi sore. "Foto sama videonya bagus-bagus semua, ya, Ka."

Aska memutar bola matanya, sinis. "Fiti simi vidiinyi bigis-bigis simui, yi, Ki."

"Kok sewot, sih." Wulan menepuk pipi kiri Aska.


"Foto kamu aja yang bagus, foto aku kayak orang lagi kayang tau, nggak," sewot Aska.

Wulan tertawa, satu tangan mencengkeram kamera erat dan satu lagi memukul bahu Aska, membuat Aska jengkel sekaligus kesakitan. Wulan kesusahan mengatur napasnya, dia mencoba menghirup dan membuang napas perlahan. Matanya menangkap kembali foto yang ada di kamera itu membuat tawanya kembali pecah.

"Lihat, deh, lubang hidung kamu terekspos, Ka." Wulan kembali tertawa seraya memperlihatkan foto kepada Aska. Ia mencoba mengatur napasnya dan menghapus air di sudut matanya akibat tertawa terlalu keras sampai telinga Aska copot.

"Ketawa aja terus, sini bawa!" titah Aska sambil merebut kamera dari tangan Wulan, tetapi dengan refleks Wulab menjauhkan kamera.

"Oke, oke, aku nggak akan ngetertawain kamu lagi." Wulan mematikan kamera dan menaruh di kursi belakang.

Mereka sampai di kos. Wulan turun dan mengucapkan terima kasih kepada Aska. Melihat mobil hitam yang sudah lenyap di ujung lorong membuat Wulan buru-buru menemui Fara.

"Assalamualaikum, Far." Wulan membuka pintu. Dia mencari sosok gadis yang ingin ditemui, matanya berhenti ketika melihat Fara menyelimuti seluruh tubuhnya di kasur. "Far, Far, lo baik-baik aja, kan?"

Fara membuka matanya dan langsung memeluk Wulan, Wulan sempat terkejut dengan tingkah Fara, tidak lama kemudian tangannya naik mengusap punggung sahabatnya itu. Fara membuat baju Wulan basah, Wulan hanya diam membiarkan sahabatnya meluapkan emosinya terlebih dahulu.

Fara melepaskan pelukannya, dia menyeka air matanya dan menyelipkan rambut ke belakang telinga. Wulan mengambil tisu dan memberikan kepada Fara, Fara langsung menyapu ingus yang ikut turun bersama air mata. Ingin sekali Wulan menertawakan Fara ketika melihat ingusnya berlumuran, tetapi hatinya tidak tega melihat kondisi sahabatnya.

"Lo kenapa, Far? Sini cerita sama gue," ujar Wulan.

Fara mengambil kotak merah dan memberikan surat itu kepada Wulan, Wulan menatap Fara dan surat itu bergantian, ia mengerti sekarang semua jawaban dari pertanyaannya ada dalam surat ini. Mata Wulan bergerak ke sana ke mari, keningnya mengerut, kedua bibirnya dimasukkan ke dalam, matanya berakhir dengan melihat sosok Fara lekat.

"Jadi, selama ini Agus yang cinta sama lo, bukan Ari?" tanya Wulan yang diangguki Fara.

Selama di rumah sakit Fara selalu bercerita tentang Ari yang perhatian kepadanya, Fara juga menceritakan sudah lama ia menaruh hati kepada pria itu. Namun, takdir selalu berkata lain. Wulan beranjak dari tempat tidur dan menatap ke luar jendela.

"Ada dua kemungkinan, Far. Ari yang nggak cinta sama lo atau Ari yang mengalah demi abangnya." Wulan kembali menoleh ke arah Fara.

Raut wajah Fara memperlihatkan ketidakyakinan terhadap apa yang dikatakan Wulan, Fara menggeleng. "Ari yang ngasih surat itu, dan ekspresi dia sama sekali nggak menunjukkan bahwa dia sedih."

Wulan mendekati Fara dan duduk di depan sahabat, tangannya menyentuh bahu Fara. "Lo tau, kan, manusia adalah makhluk yang pandai berpura-pura, bisa jadi dia sembunyikan semua perasaannya."

"Jangan bikin aku tambah pusing, Lan. Sama aja, kayak kamu ngasih harapan tanpa kepastian." Fara menepis pelan tangan Wulan di bahunya.

"Kalau lo nggak cinta sama Agus jangan coba-coba terima, itu sama aja kayak lo lagi ngehancurin dua kehidupan. Kehidupan lo sama kehidupan dia." Wulan bergegas ke kamar mandi meninggalkan sahabatnya dengan pikiran kusut.

🦋

Alarm di ponsel Aska berbunyi, pagi ini jadwalnya untuk terapi. Aska berharap bahwa ini terapinya yang keterakhir kali, dia sudah muak dengan obat dan vitamin yang selalu ia bawa ke mana-mana. Aska mematikan alarmnya dan mengirim pesan kepada seseorang.

Aska:


Temenin aku kontrol, yuk!

Pelangi:


Sekarang?

Aska:


Besok, Pelangi. Ya, sekarang, lah.

Pelangi:


Ok

Aska bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas mandi. Aska memakai celana berwarna coklat dan baju hitam. Ia menyemprotkan minyak wangi di beberapa titik lalu menyambar kunci mobilnya.

Tidak butuh waktu lama karena Jogja bukan Jakarta, Aska sudah sampai di depan gerbang kos Pelangi. Terlihat Pelangi sedang menunggu di depan pintu.

"Far, gue pergi sebentar, ya. Lo nggak usah kerja udah gue izinin lo sakit," ujar Wulan yang diangguki Fara.

"Hati-hati, ya." Fara kembali masuk.

Aska turun dan membukakan pintu mobil untuk Wulan.

"Aku bisa sendiri kali," ucap Wulan.

Aska tidak menanggapinya dan masuk ke sisi satunya, memakai sabuk pengaman dan menancap gas.

Fara mengintip dari jendela, melihat sahabatnya sudah pergi. Ia mencepol rambutnya, memakai topi dan masker. Tangannya meraih ponsel dan memasukkan ke saku celana.

"Sepertinya udah aman, semoga Wulan nggak tau kalau aku pergi." Fara memesan taksi dan pergi ke tempat tujuan.

🦋

Gadis itu turun dari taksi dan memandang Fara yang sudah menunggunya dari tadi. "Gercep juga ya, lo."BGadis dengan gaun selutut berwarna hijau muda duduk di kursi depan Fara. "Mau pesan apa?"

"Nggak usah basa-basi, to the point aja." Fara memutar bola matanya.

Gadis itu menutup menu yang ada di tangannya. "Jauhin Wulan dari Aska, kalau lo mau tau di mana keberadaan ibu lo."

"Aku nggak mau, aku bisa cari tau sendiri siapa ibu." Fara berdiri dan hendak pergi. Namun, perkataan gadis itu membuatnya duduk kembali.

"Jadi, lo lebih memilih orang yang baru lo temuin, dari pada orang yang lahirin lo." Gadis itu tersenyum sinis.

Fara memukul meja pelan dan menunjukkan jarinya ke depan wajah gadis itu. "Asal lo tau, ya, nggak ada tempat di hati aku buat manusia yang udah ngebuang aku."

Fara beranjak dari tempat itu dan kembali ke kos. Dia takut kalau Wulan melihatnya tidak ada di kos pasti Wulan akan mengintrogasinya habis-habisan.

"Lo akan menyesal, Fara," gumam Gadis itu sambil memainkan kukunya.

🦋🦋🦋


See you next part🌺


KALIBIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang