22. Mendaki

37 11 5
                                    

"Jangan tidur di kasur gue," kesal Wulan.

"Heh, ini kasur aku juga, ya." Fara menaruh guling di tengah sebagai pembatas.

Wulan bangun dan berjalan mendekati meja rias dan mencari sesuatu di laci. Ia menemukan solatip hitam dan kembali ke kasur. Wulan membatasi kasur dengan solatip. Wulan beranjak membagi meja dan kamar mandi dengan solatip. Fara menghampiri Wulan yang sibuk membagi wastafel. Fara tertawa pelan, sangat pelan bahkan Wulan tidak mendengarnya.

Fara menatap Wulan datar dan kembali tidur. Mereka bertengkar hanya karena Fara tidak mau memaafkan Aska, dan Fara juga tidak mau bicara apapun dengan pacarnya Aska. Padahal Fara hanya bergurau, tetapi Wulan menganggap serius.

Menit berganti menit membuat mereka terlelap dan terjaga di alam lain. Tanpa disadari Fara mengambil guling dan memeluknya. Sedangkan Wulan yang sedang bermimpi tiba-tiba memeluk Fara, membuat keduanya terkejut.

"Ih, apaan, sih, kamu. Meluk-meluk, aku." Fara duduk dan menolak tubuh Wulan agar menjauh.

"Yeee, gue juga nggak sengaja kali. Lagian ngapain juga gue meluk, lo." Wulan menyapu lengannya seolah jijik disentuh Fara.

Mereka pun tidur kembali, dengan perasaan yang masih saling kesal.

•••

Wulan dan Fara dikejutkan dengan alarm dari ponsel Wulan. Bisanya Wulan meletakkan ponsel di sampingnya bukan di tengah kasur seperti sekarang. Fara menatap Wulan dengan setengah sadar. Lalu mengambil ponsel Wulan dan mematikannya, ia kembali menarik selimut.

"Eh, bangun! Udah jam berapa ini." Wulan menarik tangan Fara agar duduk.

Fara yang sudah duduk kembali merebahkan tubuhnya. "Sebentar lagi, Wulan."

"Ya, udah, gue duluan." Wulan beranjak mengambil handuk dan masuk dalam kamar mandi. Ia mematung dengan apa yang sudah ia lakukan semalam, benar-benar seperti anak kecil.

Selesai berkutat di kamar mandi, Wulan keluar dan membuang semua solatip yang sudah ia lepas. Melihat Fara yang sedang membuka gorden dan berlalu begitu saja dari hadapannya. "Lo nggak ke kafe?"

Fara menggeleng dan masuk dalam kamar mandi. Wulan melihat hal itu menghela napas, ternyata Fara masih marah pada Aska. Wulan duduk di atas kasur seraya mengeringkan rambutnya. Ia membereskan kasur dan melepas solatip yang ia tempelkan di kasur semalam. Wulan keluar menikmati udara pagi yang harum, karena semalam Jogja diguyur hujan. Wulan menoleh melihat Fara membawa seember baju dan menjemurnya. Ah, itu baju yang baru saja ia cuci.

Wulan mendekati Fara dan menyikutnya. "Jadi, lo udah maafin gue?" tanyanya seraya menaikkan alis.

"Siapa bilang aku maafin kamu," ucap Fara jutek.

"Tu, buktinya lo jemur pakaian gue." Wulan menunjuk ember yang berisi pakaian basah.

"Aku cuma balas budi, karena kamu udah nyuci pakaian aku juga." Fara sudah selesai menjemur pakaian beranjak masuk.

"Gengsi amat bos, Fara." Wulan tertawa pelan seraya menggeleng.

Wulan masuk, sedikit memundurkan langkahnya melihat Fara sudah rapi dengan seragam Kafe.

"Kamu nggak kerja?" tanya Fara yang memandang Wulan lewat kaca cermin.

Wulan tersenyum, berjalan santai dan memeluk Fara dari belakang. "Gue kira gue aja yang nggak bisa marah lama-lama sama, lo. Ternyata lo, juga."

"Aku kasihan, aja, lihat kamu sendirian di dapur." Fara membuka lemari dan melempar kulot dan seragam pada perempuan di belakangnya. "Cepetan! Aku mau sarapan, dulu." Fara keluar begitu saja.

KALIBIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang