Ayo vote dan komen! Jangan lupa tambahin cerita ini ke reading list kamu ya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"DAN NITHA! MESKIPUN HARI INI KEJAHATAN GUE UDAH TERBONGKAR, TAPI SUATU SAAT NANTI, LO AKAN HANCUR DI TANGAN GUE!"
Isya menghirup napas dengan rakus. Tenaganya benar-benar terbuang banyak.
Pak Rendi mengambil alih microfon. "Isya, ikut ke ruangan saya sekarang juga!" perintah beliau.
"Ya baiklah," sahut Isya sambil mengekor Pak Rendi dari belakang.
Rangga dan Nitha juga diminta untuk pergi ke ruangan Kepala Sekolah.
Di ruangan yang bercat abu-abu, Pak Rendi mempersilahkan Rangga, Nitha, dan Isya untuk duduk menghadap ke arah beliau.
"Isya, tindakan kamu ini bisa saja sampai ke kantor polisi. Kamu telah membahayakan mental seseorang dan memfitnah seseorang," ucap Pak Rendi.
Isya hanya memutar bola matanya malas. Berusaha untuk bersikap santai.
"Berhubung kamu melakukan ini di sekolah, dan itu ada di dalam tanggung jawab saya, saya sendiri yang akan memberikan hukuman kepada kamu," ucap Pak Rendi.
"Hukuman? Buat apa? Biar saya jera? Saya nggak akan jera pak. SAMPAI SAYA MENDAPATKAN APA YANG SAYA MAU!" tekan Isya di kalimat terakhirnya.
Pak Rendi menghela napas. "Hukuman sebagai pertanggungjawaban atas kesalahan seseorang. Untuk masalah berubah, saya tidak bisa memaksa kamu, karena orang berubah atas dasar kemauan dirinya sendiri. Tapi saya berdoa, semoga kamu berubah menjadi lebih baik Isya," kata Pak Rendi.
"Jadi sebagai hukumannya... kamu, akan dikeluarkan dari sekolah ini," ucap Pak Rendi.
Isya yang semula hanya bersikap seolah tak peduli, kini menatap Pak Rendi. "Keluar? Dari sekolah ini?" Isya berdiri lalu menggebrak meja. "Baiklah, kemauan bapak, akan saya turuti dengan senang hati."
Isya pergi dari ruang kepala sekolah. Pak Rendi yang melihat hanya geleng-geleng kepala saja.
Saat keluar dari ruang kepsek, Isya terkejut melihat Revina yang sudah berada di hadapannya. Gadis itu menarik tangan Isya dengan kuat, sehingga Isya sulit melepaskannya.
Revina melepaskan genggaman tangannya kepada Isya saat dia sudah berada di lapangan basket.
"Ngapain sih lo tarik-tarik gue?!" tanya Isya ketus.
