3 | SESAT CLASS

936 65 140
                                    

"Ngatain sampah, justru kelakuan mereka yang sampah."

*
*
*

Setelah selesai memarkirkan kendaraan mereka masing-masing ditempat parkir, ketiganya langsung pergi dari sana dengan tujuan ke kelas mereka yang berada di gedung ketiga. Gedung IPS lebih tepatnya.

Meski merasa keheranan, ketiganya tetap berjalan melewati koridor sekolah.

Riki yang berjalan santai dengan wajah bahagia lantaran Pak Limo tidak menghukum mereka itu, merentangkan tangannya dengan tawa laknatnya. Benar-benar murid yang tak tahu diri memang. Ia pikir, Pak Limo yang merupakan guru BK dengan hobi menghukum para pelanggar aturan sekolah dengan kejam itu tengah berlibur. "ANJAAYY! UNTUNG BANGET KITA KAGAK DIHUKUM!" serunya sambil menepuk pundak Arkan sambil memamerkan deretan giginya.

Arkan berdecak. Temannya satu ini sangat berisik sekali, hingga membuatnya menoyor kepala Riki karena kesal. "Diem lo! Berisik. Nanti juga Pak Limo tiba-tiba teleportasi buat hukum kita," decaknya.

"Jangan gitu, dong,"

"Gue telat gara-gara lo, ya, Riski! Nama baik gue tercoreng cuma karena gue jemput lo. Definisi beban emang," balas Arkan sambil mendorong Riki agar menjauh darinya.

"Ruska, Riski! Gue Riki, Cok! Yang ikhlas, dong, nolong temen tuh!"

"Lo bukan temen gue, Riski!"

"Arkana kaabusan lo! Kaabusan jurig sia, mah!" cercanya tak ingin kalah. (Kemasukan hantu lo)

"Sembarangan banget lo! Gue Arkana Abian!" murka Arkan tak terima.

Aldevaro yang sedari tadi berjalan di depan Arkan dan Riki, berdecak sebal lantaran keributan konyol yang Arkan dan Riki ciptakan. Memang benar, berdebat bersama Riki Wijaya tak akan ada habisnya! Justru akan membuat darah tinggi.

Melihat lirikan maut milik Aldevaro, Arkan dan Riki langsung diam dengan ekspresi yang mereka ubah sedatar mungkin. Lirikan mata milik Aldevaro yang menurut mereka sangat menyeramkan itu selalu berhasil membuat orang-orang langsung terdiam. Untuk mengalihkan itu, keduanya mulai membahas topik yang lebih masuk akal.

Sebentar lagi mereka akan tiba di gedung IPS.

"Gue setuju, sih. Keren banget, anjay! Gak heran lawan esmosi bin terasi,"

"Iyalah, keren. Emangnya lo? Pencitraan doang,"

"Mulut lo pengen gue cekokin gula, deh. Biar kagak pedes! Gak pernah tuh, gue denger lo ngomong yang manis manis,"

"Sebelum lo cekokin gue pake gula, gue cekokin lo pake batu bata,"

"Lo bisa g--"

Bruk!

Riki menabrak tubuh Aldevaro yang entah kenapa berhenti tiba-tiba didepannya. Kenapa Aldevaro malah berhenti mendadak seperti ini, padahal gedung IPS masih berada di depan? Ada-ada saja.

Arkan yang semula ingin tertawa karena Riki menabrak punggung Aldevaro, langsung mematung ditempat seperti Aldevaro yang berdiri di depan Riki.

Merasa ada yang aneh, Riki mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang berdiri dihadapan Aldevaro, sampai-sampai mereka terdiam tak berkutik. Di detik berikutnya matanya membulat sempurna saat mendapati sosok Pak Limo yang berdiri tegak dengan gunting rumput di tangan dan peluit yang menggantung dileher. Horror sekali.

Aldevaro memang sudah memasrahkan diri sejak tadi di depan gerbang sekolah. Terserah akan diapakan dirinya bersama kedua temannya oleh guru yang satu ini.

FAREWELL: Our Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang