31|Makan siang

278 26 9
                                    

Nasi goreng dan teh manis dingin akhirnya selesai dibuat Mang Deden. Ia melangkahkan kakinya dengan nampan di tangan menuju meja yang diduduki Aldevaro, dan Alisa beserta teman-temannya.

Kemudian Mang Deden menaruh nampan itu di depan Aldevaro.

"Nih nasi goreng sama teh manis. Spesial buatan Mang Deden, mangga." (Silakan)

Aldevaro tersenyum tipis. "Makasih Mang." ujarnya.

"Siap Den." jawab Mang Deden.

"Kalau gini, Mang Deden kesana lagi, ya, masih banyak pesanan."

"Kalau giituu Maaang." koreksi Kevin.

Mang Deden menyengir. "Hehehe, gak papa atuh Den."

"SEMANGAT MANG!" sahut Riki sambil mengepalkan tangan nya ke atas tanda memberi semangat pada Mang Deden.

"Yoi! semangat Mang! Orang-orang nunggu masakan Emang!" timpal Radit sambil menyengir.

"Sekolah kita emang TOP punya chef kayak Emang." sahut Radit.

"Iya, TOP yang lain nya Beng-Beng." timpal Riki yang berbuah usapan tangan yang kasar ke wajah nya yang tak lain adalah tangan Arkan.

"Bbffttwfttbb" Riki menepis kasar tangan Arkan. "Sialan lo." umpatnya.

Mang Deden hanya bisa menggelengkan kepalanya. Mang Deden memberi hormat. "Siap!Assalamualaikum!!" ucap nya.

"Waalaikum salam!"

"Makan." titah Aldevaro sambil mengendik kan dagunya ke nampan dihadapan mereka ber-dua.

Alisa mendengus. "Buat gue?" tanyanya.

"Hm." jawab Aldevaro sambil menyesap kembali Cappucino di Cup.

Alisa menatap nampan di depannya. Gelas yang berisikan es teh manis, dan piring berisikan nasi goreng. Dirinya tak menyangka bahwa Aldevaro akan memesankan nya makanan.

Sementara cowok di sebelah kanannya yang tak lain adalah Aldevaro. Cowok itu membuka tutup kotak makan. Benar. Alisa memasak Salmon teriyaki. Dari baunya saja bisa dipastikan bahwa makanan itu memang lezat.

Tunggu. Aldevaro harus mencobanya dulu, baru ia akan mengakui bahwa masakan babu barunya memang enak.

Aldevaro menyendok makanan di kotak makan berwarna hitam polos itu. Mengunyahnya santai sambil merasakan rasa dari masakan yang dibuat oleh babu barunya.

Sementara Alisa, ia mau tak mau  harus memakan nasi goreng itu. Kalaupun tak dimakan.. nanti, ia tidak bisa beranjak dari tempat ini.

Menghabiskan waktu bersama Aldevaro akan membuat darahnya naik. Lebih baik ia mengalah, daripada harus meladeni Aldevaro yang benar-benar menyebalkan.

Dengan setengah hati, Alisa menyendok nasi goreng dipiring putih itu.

"Lo perhatian banget sama Alisa Bos." beo Radit sambil mengunyah es batu dari gelas es jeruk yang telah ia minum tadi.

"Ekhem.. Khem." Riki dan Kevin juga Arkan kompak berdeham bersamaan.

Aldevaro tak menghiraukan pertanyaan dari mulut Radit. Aldevaro masih fokus memakan makanan di kotak makan itu.

Alisa menolehkan kepalanya menatap Aldevaro dari samping. "Enak gak?" tanya nya. Dirinya pun tak bisa berbohong. Ia penasaran respon apa yang akan diberikan oleh Aldevaro terhadap masakan yang telah ia buat.

"Hm." jawab nya hanya dengan dehaman.

Alisa hanya bisa tersenyum kecil, sambil menghela napas. Lalu bersiap mengumpul kan stock kesabaran nya. Ia benar-benar tak habis pikir, tak bisakah Aldevaro memujinya walau hanya sedikit? Dasar cowok menyebalkan.

"Sekarang rumah lo masih yang dulu?" tanya Arkan, ia menyesap kopi di cangkir.

Alisa langsung mengalihkan atensinya menatap Arkan. "Hm? Rumah gue? Oh. Gue.. udah pindah sekitar dua minggu yang lalu mungkin. Rumah itu udah disita. Papa kan udah meninggal Ar." jawab Alisa berusaha agar kata-katanya tidak terdengar bergetar.

Arkan mengerutkan alisnya. "Apa? Om Anggara.." Ia menggantungkan kata-katanya. "Sorry Sa. Gue gak tahu, gue turut berduka. Gue yakin lo nggak akan pernah kehilangan sosok Om Anggara." ujar nya.

"Dia akan selalu ada di relung hati lo yang paling dalam. Gak kemana-mana, dia tetap jagain lo." sambung nya di sertai senyuman kecil.

Alisa tersenyum kecil sambil mengangguk.

"Kita semua turut berduka cita." ujar Gio.

Alisa beralih menatap Gio, kemudian tersenyum kecil. "Thanks ya." nada suara nya mulai bergetar.

Aldevaro melirik Alisa. Sedangkan gadis itu menunduk kan kepalanya. Alisa masih terlalu sensitif untuk membahas perihal sang Ayah. Kematian Anggara adalah mimpi paling buruk baginya.

Anggara adalah sosok laki-laki yang sangat Alisa cintai. Anggara adalah Cinta Pertamanya. Tubuh yang pertama kali ia peluk. Seorang yang selalu ada untuknya. Yang selalu bisa mencium keningnya saat pulang dari kantor.

Sosok yang telah menyayanginya selalu sampai akhir hayatnya. Sosok laki-laki yang sangat mencintai Alisa. Sosok laki-laki yang sangat menyayangi Alisa. Dan memberikan segalanya untuk Alisa. Termasuk tentang kematiannya.

Aldevaro menarik tangan Alisa membuat Gadis itu mendongakkan kepalanya. Tanpa berkata sepatah kata pun, Alisa berdiri mengikuti langkah Aldevaro di depannya.

Sementara yang lainnya hanya terdiam. Riki dan Radit kembali menganga lebar. Sekarang mereka tahu ketua Mereka ternyata mempunyai sisi yang manis terhadap perempuan.

Tunggu manis terhadap perempuan? Apa benar? Tidak. Tidak mungkin.

Cowok kaku, dingin layaknya Antartika seperti Aldevaro, tak mungkin bisa berperilaku manis terhadap lawan jenis. Bukan begitu Aldevaro?

Cekalan Aldevaro pada tangan Alisa berubah menjadi genggaman. Alisa terpaku tak percaya bahwa tangannya digenggam Aldevaro, tapi itu buyar seketika.

Kenangannya bersama Anggara terus menghantui pikirannya. Air mata berhasil lolos dari pelupuk matanya, meluncur begitu saja pada pipinya.

Kemana sebenarnya Aldevaro akan membawa Alisa?

Ya. Taman sekolah. Lebih tepatnya taman di belakang sekolah. Aldevaro perlahan memegang pundak Alisa, menyuruh agar Gadis itu duduk di bangku taman.

Aldevaro menyeka air mata Alisa. Kemudian berlutut di hadapan gadis itu.

"Lo kenapa?" tanyanya. Soft tonne itu berhasil menenangkan Alisa. Entah kenapa suara Aldevaro bisa menenangkan hatinya. Aneh..

Alisa menggeleng pelan. Ia tak berani mendongakkan kepalanya, apalagi harus menatap Aldevaro. Ia hanya bisa menunduk. Berusaha agar air matanya tak lolos lagi dari pelupuk matanya.

Aldevaro menghela napas. "Kalau lo mau cerita. Lo bisa cerita ke gue." ucap nya sambil menyelip kan rambut yang menghalangi wajah Alisa.

Aldevaro duduk di sebelah Alisa.

"Lo.. p-pernah.. kehilangan?" tanya Alisa yang akhirnya membuka suara.

Aldevaro menatap Gadis itu yang masih menundukkan kepalanya. "Kehilangan.. gue rasa gue belum pernah ngerasain yang namanya kehilangan. Tapi Setahu gue, merasa kehilangan itu menyakitkan. Apalagi saat seseorang kehilangan orang yang paling dia sayang, dan deket sama dia."

"Tapi ada satu kehilangan yang buat gue mau sedikit berubah." lanjut nya.

Alisa akhirnya menatap Aldevaro. "Kehilangan apa?" tanya Alisa sambil menyelipkan rambut yang kembali menghalangi wajahnya.

Aldevaro balik menatap gadis di samping nya. "Lo  mau gue cerita? Padahal gue yang nyuruh lo cerita." jawabnya.

"Gak papa. Gue seneng kalau lo mau cerita. Itu tandanya lo udah ada rasa percaya sama gue."

FAREWELL: Our Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang