34|Pemakaman

370 31 8
                                    

Pintu coklat itu terbuka. Menampil kan sosok laki-laki berpakaian layak nya orang kantoran.

Perempuan yang tengah duduk di depan cermin itu, menolehkan kepala nya dengan jejak air mata yang sudah mengering di ke-dua pipi nya.

Laki-laki itu Rio. Ia mendekati sang Istri. "Kenapa lagi?" tanya nya datar, sambil membuka dasi yang masih melingkar di kerah kemeja nya.

Elina menghapus cepat air mata yang baru saja, lolos dari pelupuk mata nya. Mengusap perlahan pigura hitam di tangan nya dengan foto dirinya, menggendong seorang bayi berbalut selimut biru.

"Oh, keinget sama, anak haram itu lagi?" tanya nya sambil melepas jas merah maroon nya.

Elina menggeleng pelan. "Dia anak baik, Mas. Bayi itu gak punya salah sama sekali."

Rio menghela napas berat. "Aku dapet informasi. Soal anak itu." ujar nya, seraya duduk di sofa.

Tangan nya, membuka tas kotak hitam itu lalu mengeluarkan sebuah berkas. "Anak itu udah meninggal, tujuh tahun lalu." jelas Rio sambil membaca berkas di tangan nya.

Air mata tak bisa lagi Elina bendung. Tangis nya pecah. Isakan hebat keluar dari mulut nya. Perempuan itu menggeleng kuat. "Nggak, Mas! NGGAK! Anak aku masih hidup!" pekik nya histeris, saat mendengar apa yang di tuturkan oleh Suami nya.

Rio menghela napas. "Udah, lah. Anak itu juga jadi aib buat kamu." Rio bangkit dari kursi itu.

Elina menggeleng. "Kamu tau dari mana, Mas?!" tanya nya dengan mata yang sudah memerah.

Rio menghembus kan napas kasar. "Asisten aku, yang cari info soal anak itu." jawab nya dingin.

Elina kembali menggeleng. Perempuan itu tak mampu menahan isakan nya yang kian menjadi.

"Kalau kamu mau, aku bawa ke makam nya sekarang." ucap nya sambil mendekati Elina yang masih menangis sesenggukan di kursi meja rias nya.

Elina mengangguk. "Buktiin, Mas." jawab nya dengan suara lirih menahan isakan. Ucapan suami nya itu, belum bisa ia terima.

Pernyataan yang sungguh menusuk hati nya. Sedari tadi, Elina mati-matian menahan isakan nya. Semakin terisak, semakin dadanya sakit. Bayangan bayi mungil itu terus berputar menghiasi pikiran nya.

Elina kembali meneteskan air mata nya. Menatap sekilas pigura di tangan nya. Kemudian ia bangkit dari kursi nya menyimpan pigura hitam itu, ke atas nakas.

Setelah Rio selesai dari kamar mandi, pasangan Suami Istri itu melangkah kan kaki nya meninggalkan kamar.

Setiba nya di pekarangan rumah, sang supir sudah menyiapkan mobil bagi Elina dan Rio untuk pergi. Mobil Mercedes hitam itu sudah terparkir, di bersamai supir pribadi keluarga mereka.

"Ayo," kata Rio sambil membuka pintu mobil nya.

Elina meremas tali tas nya erat. Ia membuka pintu mobil, lalu mobil itu melaju pergi meninggalkan rumah mewah modern itu.

Mata nya berpendar gelisah menatap jalanan dari kaca mobil. Ia benar-benar takut, dan rasa nya tak sanggup untuk melihat makam putri nya.

"Mas?" panggil Elina sambil mengalih kan atensi nya, menatap Rio yang fokus menyetir.

"Mas. Asisten kamu, tau dari mana anak aku udah meninggal? Kenapa dia bisa tau?" tanya nya, di iringi tetesan air mata yang lolos meluncur dari pelupuk mata nya.

Entahlah, Elina hanya belum yakin.

"Kamu pikir aku bohong?" Rio balik bertanya.

Elina memejam kan mata nya beberapa detik. Ia menggeleng pelan. "Nggak. Bukan itu." jawab Elina pelan sambil menahan isakan nya.

FAREWELL: Our Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang