6 | Preman Sialan

668 41 42
                                    

"Terimakasih banyak karena engkau telah menitipkanku pada sosok perempuan seperti Mama."

*
*
*

18.57 WIB.

Alisa membuka pintu rumahnya dengan helaan napas singkat. Ia terlihat lesu malam ini. Kedua sudut bibirnya terangkat saat melihat sosok sangat ibu yang sedang duduk di ruang tamu.

Kehadiran Alisa sama sekali tak membuat fokus Dian teralihkan. Sedari tadi ia hanya fokus pada layar ponselnya tanpa berniat melirik anaknya. Kondisinya terlihat jauh lebih baik dari tadi pagi yang masih terlihat sakit dan stress.

Alisa perlahan melangkah mendekati ibunya sambil menyimpan paper bag polos ditangannya itu ke atas meja di hadapannya dan Dian. "Ma. Udah baikan, kan?" tanyanya dengan senyuman kecil.

Dian hanya berdeham pelan sebagai jawaban. Sedangkan kedua matanya masih enggan untuk menatap Alisa, dan lebih memilih memainkan ponselnya kembali.

"Alisa... udah dapet kerja part time loh, Ma. Sekarang, kita gak perlu khawatir soal uang, atau ngerepotin Om Raihan lagi," katanya memberi tahu.

"Apa yang bisa saya harapkan dari gajih anak SMA kayak kamu?" tanya Dian sambil menatap mata anaknya itu dengan tatapan mengintimidasi.

"Alisa rasa... pasti cukup kok, Ma. Kalaupun emang sedikit, tapi kita--"

"Cerewet banget. Saya jadi gak fokus," sela Dian sambil berdecak sebal dan kembali memfokuskan dirinya pada layar ponsel.

Kedua bahu Alisa merosot lesu dengan hembusan napas dari mulutnya. Padahal, ingin sekali ia menceritakan bagaimana hari pertamanya disekolah dan bagaimana ia bisa mendapatkan pekerjaan.

Suara notifikasi dari ponsel miliknya membuat ia langsung melihat layar ponselnya. "Ma, Alisa bawa cake. Biar Alisa yang bawain piringnya, ya?"

Lagi-lagi Dian hanya berdeham.

Jawaban itu membuat Alisa segera beranjak dari duduknya menuju dapur. Kedua ibu jarinya itu bergerak di atas layar handphone, membuka aplikasi chat miliknya.

"Om Faris?" gumamnya ketika melihat ada beberapa pesan masuk dari pria tersebut.

Om Faris

|Apa kabar Alisa? Baik-baik aja, kan? Sebentar lagi jadwal check up. Obatnya masih ada? Jangan lupa diminum. Kalau ada apa-apa kabarin Om, ya.

Alisa tersenyum kecil. Raihan dan Faris memang begitu perhatian dan sangat menyayanginya layaknya seorang ayah. Salah satu alasan Alisa bertahan juga adalah karena kehadiran mereka. RRaiha, Faris, dan Arkan tak pernah berubah. Mereka selalu mengkhawatirkan keadaannya dan selalu menjaganya.

Ia menarik kursi meja makan untuk duduk di sana seraya membalas pesan tadi. Beberapa ingatannya di masa lalu selalu terputar tanpa persetujuan darinya. Namun terkadang, Alisa menyukai itu.

Salah satu kejadian dimana ia dibiarkan kehujanan di luar, dan Dian menguncinya dari dalam rumah. Saat itu, hujan memang sedang turun dengan deras-derasnya.

"Ma! Mama! Mama! Tolong bukain pintunya, Alisa kedinginan," pintanya dengan pakaian yang sudah basah kuyup. Ia benar-benar kedinginan sekarang sampai wajahnya itu terlihat pucat pasi.

Tak ada yang menyahut permintaannya. Alisa bingung harus seperti apalagi ia meminta kepada Dian. Mau kemana ia kali ini? Arkan sedang tidak ada dirumah. Anggara belum pulang sore ini. Ia juga tidak bisa menghubungi Raihan dan Faris.

FAREWELL: Our Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang