8 | Aldevaro dan Salva

598 43 50
                                    

"Jadi anak pertama ternyata emang gak mudah."

*
*
*

Beberapa minggu berlalu.

Gadis itu mulai terbiasa setelah terus beradaptasi dengan kehidupan barunya ini. Sejauh ini Alisa rasa baik-baik saja. Ia mempunyai banyak teman baru dan bisa bersama Arkan kembali. Hanya saja Keyla bersama teman-temannya terkadang masih mengganggunya.

Sejujurnya Alisa masih bingung. Dia tidak tahu apa alasan Keyla melakukan ini kepadanya. Tak mungkin kan, Keyla diperintahkan oleh teman-temannya di SMA Dharma untuk mengganggunya kembali? Ah, apapun itu, entahlah. Alisa tidak terlalu peduli dan memilih untuk membiarkannya saja.

Kehidupannya berjalan jauh lebih baik seiring berjalannya waktu. Raihan mulai menemuinya kembali, Arkan sering mengajaknya untuk pergi bersama, dan juga teman-temannya sekarang yang selalu ada bersamanya.

Alisa juga bekerja dengan baik di kafe milik Rania. Ia sudah terbiasa membagi waktunya untuk sekolah, bekerja, belajar, dan bermain. Nilai-nilai ujian hariannya selalu mendapatkan nilai yang cukup memuaskan. Ia bisa fokus kembali belajar dan mempersiapkan diri untuk ujian kenaikan kelas.

Tak lupa ia selalu mengunjungi makam Anggara. Meskipun kehidupannya sekarang membaik, tapi tetap saja rasanya ada yang kurang, lantaran tak ada kehadiran Anggara di sampingnya.

Berteman dengan Arkan membuat Alisa menjadi semakin akrab dengan teman-teman cowok itu. Terlebih ia pernah ditolong beberapa kali oleh Aldevaro, dan ia adalah teman sekelas Kevin dan Radit.

Semakin hari kondisi Dian kembali seperti semula. Wanita itu sudah bisa berdandan seperti biasa, dan lebih sering keluar rumah sekarang. Tak jarang, Dian sengaja tak pulang ke rumah.

Pukul 06.10 WIB. Setelah merapikan buku-buku yang tergeletak di meja dan memasukkannya ke dalam tas, Alisa segera memakai sepatunya dan berdiri, berniat keluar rumah. Namun suara Dian membuatnya mengurungkan niat itu.

"Beliin saya makan," titah Dian dengan nada ketus seperti biasa, sambil duduk di kursi dengan ponsel ditangan.

Alisa menolehkan kepalanya sambil tersenyum kecil.
"Alisa udah siapin sarapan di dapur, Ma. Mau Alisa ambilin?" tawarnya pada sang ibu.

Dian berdeham dengan pandangan yang sudah terfokus pada layar ponselnya.

Alisa segera melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil sarapan bagi ibunya. Tak lama ia kembali ke ruang tengah dengan sepiring nasi goreng dan segelas air mineral di tangannya. Dia tersenyum tipis sambil menyimpannya di meja.

Melihat itu Dian berdecak sebal sambil memutar bola matanya malas. "Kamu fikir saya gak bosen makan gini terus, hah?!" tanyanya dengan suara yang meninggi sambil menyeret piring dan gelas itu dari meja hingga pecah, membuat serpihan kacanya berceceran dilantai.

Alisa menghembuskan napasnya sambil memundurkan tubuhnya beberapa langkah kebelakang untuk menghindari pecahan kaca itu.

"Mana?! Katanya udah kerja! Ah! Mood saya jadi jelek karena kamu! Tau gini saya mending makan di luar!" tambah Dian sambil bangkit dari kursi dengan langkah kesal, lalu memasuki kamar.

Berkali-kali Alisa menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia berjongkok untuk membersihkan pecahan kaca dari piring dan gelas yang berserakan kemana-mana. Sudah biasa. Sedari kecil Alisa sering membereskan pecahan kaca seperti ini.

Dian Kembali keluar dari kamar dan pergi meninggalkan rumah tanpa sepatah kata pun. Raut wajahnya terlihat kesal dan marah. Ia benar-benar terlihat tak peduli pada Alisa yang tengah membersihkan pecahan kaca itu. Bahkan dia tidak melirik Alisa sama sekali, menganggap bahwa tak ada kehadiran gadis itu disini.

FAREWELL: Our Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang