16 | Perkelahian tak terelakkan

397 31 28
                                    

*
*
*

Malam ini Dian tak pulang lagi. Karena merasa lelah menunggu, Alisa akhirnya memutuskan untuk segera mengunci pintu rumahnya karena jam dinding dirumahnya pun sudah menujukan pukul sembilan malam lewat.

Alisa kembali duduk di kursi menikmati suara hujan yang semakin lama semakin terdengar deras. Untuk yang kesekian kalinya, ia melirik layar ponselnya berharap bahwa Dian akan menghubunginya. Namun nihil, tak ada notifikasi apapun.

"Mama kemana lagi, ya?" gumamnya mulai merasa khawatir.

Gadis berambut panjang itu berdiri untuk mengambil obat-obatan yang sudah menjadi kewajibannya untuk diminum setiap hari sesuai apa yang dikatakan Dokter Faris kepadanya.

Setelah selesai dengan urusan obat-obatan, Alisa terdiam dengan tatapan datar yang mungkin memiliki banyak arti. Pandangannya teralih setelah beberapa detik pada sebuah foto dengan pigura hitam yang tersimpan di sebuah rak disudut ruangan.

Seorang gadis kecil dengan gaun selutut berwarna biru muda dengan seorang bocah lak-laki yang menggunakan kemeja yang berwarna sama dengan gadis kecil itu. Dan tiga orang pria yang kompak menggunakan kemeja berwarna biru muda dan celana hitam.

Fotonya saat berusia delapan tahun, bersama Arkan, Anggara, Raihan dan Faris. Kelimanya tengah merayakan hari ulang tahun Alisa dengan sederhana di apartemen milik Raihan.

Tangannya bergerak perlahan mengambil foto berpigura itu. Ia mengulas senyuman tipis sambil mengusapnya perlahan dengan air mata yang tak mampu ia bendung lagi.

"Alisa... beruntung banget, ya, punya kalian? Makasih banyak." lirihnya.

Anggara menuntun anaknya menghadap sebuah tempat di apartemen milik Raihan. Ia dan Arkan, Raihan, juga Faris sudah selesai mempersiapkan persta kecil untuk ulang tahun Alisa.

"HAPPY BIRTHDAY ALISA!" ucap Arkan, Anggara, Raihan dan Faris secara bersamaan.

Gadis kecil bergaun biru muda dengan crown di kepalanya itu tersenyum lebar. Hatinya menghangat ketika empat laki-laki yang tengah bersamanya mengucap doa untuknya.

Arkan mulai memimpin sebuah nyanyian selamat ulang tahun untuk Alisa yang langsung diikuti Anggara, Raihan dan Faris. Mereka memperhatikan Alisa dengan begitu lekat.

Gadis itu segera meniup kue ulang tahun dengan rasa favoritnya dan lilin angka delapan diatasnya. Ia merapalkan banyak permintaan kepada Tuhannya di hari ulang tahunnya ini. Setelah itu, Arkan segera membawa banyak kotak kado sebagai hadiah darinya dan tiga laki-laki itu.

Alisa tersenyum hambar. Jujur saja, ia begitu merindukan suasana seperti itu. Kapan waktu-waktu seperti hari itu bisa ia ulang kembali bersama dengan mereka? Sayangnya, jika itu terulang, tak akan ada sosok Anggara yang biasanya selalu memimpin mereka setiap akan mengadakan kejutan untuk Alisa.

Gadis itu membalik pigura ditangannya. Ia kembali melihat sebuah sticky noted yang tertempel permanen di sana. Perlahan, senyumannya semakin memudar. Sebenarnya, sudah berulang kali ia membacanya untuk mengobati sedikit rasa rindunya pada mendiang Anggara.

Happy birthday anak Papa. Doa terbaik dari Papa buat kamu, Alisa. Semoga panjang umur, sehat selalu, dan bahagia selalu. Jadi anak yang pintar dan sukses. Papa selalu berdoa, agar Papa bisa terus berada di samping kamu. Tapi tak ada yang tahu karena itu semua kehendak Tuhan. Percayalah, Alisa. Skenario yang diciptakan Tuhan selalu membuat kita takjub. Satu yang perlu kamu ingat, bahwa Papa sangat menyayangi kamu karena kamu adalah anak Papa, nak.

FAREWELL: Our Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang