45|Jadi ?

275 24 4
                                    

"Ngedadak banget. Baru juga ada beberapa minggu di sini, Neng Al. Udah mau pindah aja, Nenek jadi sedih dengernya," Nek Asri mengusap pelan pundak kiri Alisa.

Alisa tersenyum hangat. "Maaf ya, Nek. Alisa gak bilang sebelumnya. Oh iya," Gadis itu beralih pada tas selendang yang ia bawa. Mengeluarkan satu buah amplop putih dari sana.

Aldevaro hanya diam memperhatikan. Ia berniat mengantar Alisa kerumah barunya, sedangkan barang-barang gadis itu akan diantar oleh asisten Raihan.

Alisa menyodorkan amplop tersebut kepada Nek Asri. Sosok wanita yang sudah lanjut usia, namun kebaikannya tak dimakan usia. Nek Asri adalah sosok yang baik, dan ramah. Alisa sendiri kagum pada sosok itu.

Sosok wanita yang tinggal seorang diri. Terbiasa untuk bersama dengan para orang tua lanjut usia di tempat itu. Ia tak pernah kesepian di sini.

"Apa ini?" Nek Asri menatap heran amplop di tangan Alisa. Ia bergeming di depan Alisa dan Aldevaro.

Alisa tersenyum lembut. Tatapannya teduh. Ia mengambil satu tangan Nek Asri dengan pelan. Menyimpan amplop ditangannya pada tangan Nek Asri. "Nek Asri gak usah nolak. Alisa kasih ini, bukan untuk apa-apa. Cuma satu. Buat kebaikan Nenek yang udah Nenek kasih buat Alisa. Jangan tolak, ya, Nek? Diterima, ya?" Alisa menatap penuh harap pada Nek Asri.

Perempuan lansia itu tersenyum haru. Pelupuk matanya mulai tergenang air mata. Ia tak tahu lagi harus berkata apa, pada gadis baik berparas cantik dihadapannya ini.

Aldevaro sendiri dibuat kagum dengan sosok gadis itu.

"Nenek.." Nek Asri menyeka air matanya. Kemudian mendongakkan kepalanya menatap Alisa yang masih tersenyum kecil.

"Udah Nek. Terima, ya? Gak boleh ditolak." Alisa melepas tangan Nek Asri dengan amplop yang digenggam pelan oleh tangan yang sudah berkeriput itu.

Nek Asri mengangguk pelan. "Makasih, ya, Neng Al. Neng Al teh anak yang baik. Baaaiikk banget. Nenek gak tau harus ngomong apa sama Neng Al. Selain terimakasih. Makasih, ya, geulis." Nek Asri mengusap-usap pundak Alisa dengan sebelah tangannya. Memberi senyuman hangat pada gadis itu. (Makasih, ya, cantik.)

Alisa beralih memeluk Nek Asri. Mendekap tubuh yang tak sekuat dulu itu dengan hangat. Nek Asri membalas pelukan itu. Mereka saling mengusap punggung satu sama lain, di iringi air mata yang tak terbendung dari wanita tua itu.

"Nenek gak usah ngerasa kesepian, ya? Alisa janji, Alisa bakalan sering ke rumah Nenek. Makan di sini. Sama Nenek. Nanti Alisa ajak temen-temen buat makan di sini," Alisa kembali mengusap punggung Nek Asri, tersenyum kecil.

Nek Asri tersenyum kecil. "Ya. Iya, geulis." Nek Asri mengusap lembut punggung Alisa. (Iya, cantik)

Hatinya menghangat. Alisa jarang sekali mendapat pelukan setulus, bahkan sehangat ini. Ia bisa menemukan dekapan ini dari Nek Asri. Tubuh yang sudah tak sekuat dulu. Tubuh yang sudah sedikit membungkuk. Dan kulit yang sudah mengkeriput.

Bahkan Dian saja, tak pernah sehangat dan setulus ini. Apa sebenci itu Dian pada Alisa?

Aldevaro diam-diam menarik sudut bibirnya. Hatinya ikut menghangat melihat ini. Ia sedikit memundurkan tubuhnya. Kemudian memasukkan kedua telapak tangannya ke saku celana.

Alisa melepaskan pelukannya lalu tersenyum kecil. "Kalau gitu.. Alisa pamit, ya, Nek?"

Nek Asri mengangguk. "Iya. Hati-hati, ya? Eh, Den kasep, jagain Neng Al, ya?" (Ganteng)

Aldevaro menarik sudut bibirnya. "Iya Nek. Aldevaro juga pamit," Cowok berjaket GAGGLE itu mencium tangan Nek Asri.

Alisa pun melakukan hal yang sama. Keduanya pergi meninggalkan pekarangan rumah itu, mendekati motor Aldevaro.

FAREWELL: Our Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang