40. TERTUTUP RAPAT

2.2K 261 7
                                    

Suara mesin EKG mengeluarkan suara nyaring, mesin itu menampilkan garis yang turun naik. Sena, perempuan itu sedari tadi tak menghentikan tangisannya. Ia melihat tubuh Azriel yang terkapar lemah diatas brankar, bibir yang selalu tersenyum kini hilang.

Rasanya ingin sekali ia menerjang tubuh Azriel, membangunkan lelaki itu agar mau membuka matanya. Namun sayang, kini Sena hanya bisa melihat lelaki itu dari luar yang dibatasi oleh kaca.

Setelah diperiksa tadi, dokter menyatakan jika Azriel mengalami koma. Benturan keras yang mengenai kepalanya itu adalah penyebabnya.

Tepukan dibahu membuat Sena tersentak, ia menoleh dan mendapati Atha disampingnya. Lelaki itu menatap Azriel dari luar, lalu pandangannya beralih pada Sena.

Tangannya menyodorkan sebuah baju, hal itu membuat Sena mengernyitkan dahinya. Sedangkan Atha, memutar bola matanya malas. Tidak sadarkah jika Sena masih menggunakan baju yang terkena darah?

"Ganti baju." Dua kata terlontar dari bibir Atha, membuat Sena sontak menunduk dan melihat bajunya. Ah iya lupa, bahkan darah itu sudah mengering dan berubah warna.

Tanpa lama Sena mengambil baju itu dan berjalan ke toilet, meninggalkan Atha sendiri. Diperjalan, tak henti-hentinya Sena menangis. Tidak, ia hanya mengeluarkan isakan kecilnya itu.

Semua memori berputar diotaknya, kenangan bersama dengan Azriel berputar dengan sendirinya. Bagaimana lelaki itu tersenyum, tertawa, membujuk Sena, memasang wajah marah, dan masih banyak.

Ah mengingatnya saja membuat rindu Sena bertambah. Tanpa lama Sena mengganti bajunya dengan cepat, sampai akhirnya ia selesai dan kembali ke ruangan Azriel.

Dari kejauhan, Sena bisa melihat ada keempat temannya dan keempat teman Azriel. Menghembuskan nafasnya pelan, Sena kembali melanjutkan langkahnya.

"Udah?"tanya Atha, dan diangguki oleh Sena. Tatapannya beralih pada keempat temannya yang menatap dirinya, sekuat mungkin ia menahan tangisannya.

Namun sial, ia tak bisa menahannya. Air mata itu jatuh menuruni pipi Sena, tanpa lama ia menerjang tubuh Jihan. Mengeluarkan semua tangisannya yang ia tahan sedari tadi.

Netha, Zora, dan Tania sontak ikut memeluk. Kini mereka saling berpelukan, menguatkan Sena agar tidak menangis lagi.

"Udah Sen, jangan nangis lagi. Kalo lo nangis gini, nanti Azriel gamau bangun."ujar Netha, ia mengelus punggung sahabatnya itu.

Mendengar hal itu, Sena menggeleng didalam pelukan Jihan. Jihan hanya bisa menguatkan Sena sesekali berbisik untuk menenangkannya, ia membawa Sena untuk duduk.

"El."lirih Sena.

Atha yang sedari tadi diam, mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tatapannya kini jatuh pada ruangan Azriel, lelaki itu masih menutup matanya.

"Bangun bro, ade gue masih butuh lo."batin Atha.

"Gue kangen El, gue pengen peluk dia."Isak Sena, bahunya bergetar hebat. Tangisannya tak mau berhenti, seolah-olah memaksa agar Azriel untuk bangun untuk menghentikan tangisannya.

"Sttt, berenti ya nangisnya? Nanti Azriel marah ke Jihan karna gabisa jaga Sena."ucap Jihan, ia mengelus rambut Sena yang berada dibahunya.

Sena melepaskan pelukannya, ia duduk dan menyandar pada tembok. Lalu menoleh dengan pelan, menatap satu persatu temannya dan teman Azriel.

"El pasti bangunkan?"tanyanya, hal itu membuat keempat teman Sena dan teman Azriel terdiam.

•••

"Gimana?"

"Aman, semuanya udah beres."

Perempuan itu tersenyum senang mendengarnya, hei dia ini telah merencanakan semuanya dengan lancar. Bahkan kini lelaki itu sedang terbaring lemah diatas brankar.

Jika ia tak bisa membunuhnya saat dihutan tadi, maka menabraknya tidak masalah bukan? Jika ia tidak bisa memiliki Azriel, maka Sena juga tidak bisa. Itu adilkan?

Perempuan yang sedang duduk itu tertawa puas, ia menepuk tangannya beberapa kali. Puas dengan hasil kerja keras anak buahnya itu.

"Bagus bagus, sekarang kalian pergi. Nanti kalo ada tugas saya kabarin lagi."usirnya, beberapa lelaki dihadapannya ini mengangguk dan pergi dari hadapan perempuan itu.

Suara ponsel disampingnya berbunyi, membuat perempuan itu mengambilnya dan langsung mengangkat.

"Hallo."

"Gimana?"

"Aman, Azriel koma haha."

"Good girl, sorry tadi gue gabisa bunuh dia. Jumlah kita kalah besar."

"Not problem, masih ada cara lain bukan?"

"Tentu, rencana selanjutnya apa?"

"Rahasia."

Setelah mengatakan itu, ia menutup telponnya. Perempuan itu menatap ke arah depan dengan tatapan tajam, tersenyum miring. Tangannya mengambil sebatang rokok, menyalakannya dan langsung menyesapnya.

"Sena, ini masih tahap pertama. Let's play again."ucapnya dengan tersenyum sinis.

•••

Sena berlari untuk kepelukan sang ayah, tangisnya kembali pecah. Aska, lelaki itu segera ke rumah sakit saat mendapati kabar buruk dari anaknya. Begitu juga dengan kedua orang tua Azriel.

Aska mengelus rambut sang anak, membawa anaknya itu untuk duduk. Disebelah kiri, ada Yura yang menenangkannya.

Tentu Yura sangat terkejut mendengar berita seperti ini, bahkan ia baru mengetahui jika anaknya sering mendapatkan teror. Bahkan Yura memaksa sang suami untuk segera mencari pelakunya.

"Piii, Ell."isak Sena, ia melingkarkan tangannya dipinggang sang ayah. Memeluk erat dan menumpahkan semua tangisannya.

Keempat teman Sena dan Azriel mengundurkan diri untuk ke kantin, tentu mereka memberikan waktu untuk Sena dan keluarga Azriel. Tak terkecuali Atha, ia membiarkan keempat temannya untuk mengikuti teman Sena.

Sedari tadi ia diam tak banyak bicara, tangannya mengepal keras mengingat bagaimana mobil truk itu menerjang tubuh Azriel.

Sedikit ganjal, Atha yakin jika kecelakaan itu telah direncanakan. Ah ia ingat, tanpa lama ia mengeluarkan ponselnya. Mencari nama Satya, meminta lelaki itu untuk mengirim foto plat mobil.

Ketiga lelaki itu tadi langsung pulang setelah ikut mengantarkan Azriel kesini. Sebelum Satya tadi pergi, ia meminta Atha untuk mengabarinya lagi jika akan bertindak. Tentu diangguki oleh Atha.

Yuna, sang ibu dari Azriel menangis histeris. Bahkan sang suami kewalahan untuk menenangkannya, ibu mana yang tak sedih mendengar anaknya ditabrak lari seperti ini?

Tidak, mereka tidak menyalahkan Sena. Karna bagaimana pun ini takdir, bahkan kedua orang tua Azriel meminta maaf karna anaknya, Sena selalu mendapatkan teror seperti itu.

Lio bersumpah, jika ia menemui orang itu maka ia akan menghabisi orang itu juga sampai sekarat. Lihat sekarang, anaknya menjadi tak sadarkan diri akibat ulah orang itu.

Aska menepuk pelan bahu Sena. "Sama mami dulu ya? Papi ada urusan sebentar."ucap Aska.

Sena melepaskan pelukannya, ia menatap wajah sang ayah dengan tatapan sendu. Aska yang melihatnya tak tega, ia merapihkan rambut Sena yang berantakan. "Janji gaakan lama, sama mami ya?"ucapnya, dan diangguki oleh Sena.

Aska beranjak dari duduknya, lalu menepuk pundak Lio untuk pergi dari sini. Ia akan membicarakan hal penting, menyusun rencana mungkin?

•••

TBC

WE'LL MEET AGAIN? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang