Azriel melemparkan tasnya kekasur, diikuti oleh tubuhnya yang terhempas kekasur empuk itu. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang bercat putih polos, tatapannya jatuh pada sebuah bingkai foto. Ia bangun dari tidurnya dan meraih foto itu.
Sudut bibirnya tertarik menjadi sebuah senyuman, pandangannya teralihkan pada ponsel diatas nakas. Ponsel itu berbunyi menandakan ada telpon masuk.
Tanpa lama ia langsung mengangkatnya, menempelkan ponsel itu ketelinga. Terdengar suara dari sebrang sana yang sepi.
Azriel mengerutkan keningnya mendengar ucapan disebrang sana, tanpa lama ia mengucapkan jika ia akan kesana. Mengganti bajunya dengan cepat, meraih kunci motor dan menuruni tangga satu persatu.
"Eh mau kemana?"tanya Yuna saat melihat anaknya buru-buru.
"Keluar."jawab Azriel, ia langsung mengeluarkan motornya dari garasi. Melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Disisi lain, Sena menghembuskan nafasnya pelan saat mendapati Azriel keluar dari perumahan dengan pakaian berbeda. Rumah Azriel dan dirinya tak terlalu jauh, mereka satu perumahan namun berbeda nama komplek.
Mungkin membutuhkan sekitar beberapa menit? Entahlah, Sena tidak tau. Sena jadi penasaran, mau kemana lelaki itu?
Karna bosan, Sena mengabari teman-temannya untuk datang kerumah. Orangtuanya tak ada dirumah, sedangkan adiknya itu sedang bermain dirumah temannya.
Hanya perlu membutuhkan tiga puluh menit untuk menunggu teman-temannya itu dirumah. Tanpa lama mereka masuk kedalam kamar Sena. Sena memutar bola matanya malas ketika melihat Jihan yang membawa boneka stichnya. Ditambah dengan permen lollipop ditangannya.
"Lo mau main atau apa?"tanya Netha saat melihat Jihan, sang empu yang ditanya pun mengerjapkan matanya berkali-kali lalu menyengir.
"Tadi waktu mau kesini, abang Juan bilang katanya mau buang boneka ini. Yaudah deh Jihan bawa."cengirnya, jelas mereka tau siapa Juan. Itu adalah kakak Jihan, mereka persis mirip.
"Kenalin gue ke Abang Lo dong."ujar Zora menaik turunkan kedua alisnya.
Jihan yang mendengarnya menggeleng keras. "Bang Juan gak mau sama cewe pemalas, gitu katanya."
Zora yang tadi tersenyum pun perlahan memudar, Jihan memang menyebalkan. Tapi memang benar sih jika Zora pemalas. Terlalu mager untuk melakukan apapun.
"Yaudah, buat gue aja kalo gitu."celetuk Tania.
Lagi lagi Jihan menggeleng. "Bang Juan juga gak suka cewe posesif, katanya kalo lagi kerja suka ngeganggu."balas Jihan.
"Sialan."umpat Tania,ia memang posesif jika mengenai apa yang sudah jadi miliknya. Lagian siapa sih yang mau miliknya diganggu orang lain?
"Buat gue aja udah."lerai Netha.
Jihan terkekeh geli. "Bang Juan juga gak suka cewe galak, katanya--"
"Oke cukup, gue resign jadi calon kakak ipar Lo."potong Netha cepat.
Jihan mengerutkan keningnya bingung. "Emang siapa yang nerima Netha jadi kakak ipar Jihan?"tanyanya polos, mendengar kata itu Sena yang sedari tadi diam tertawa terbahak-bahak.
"Kampret."gumam Netha, jika bukan temannya sudah Netha tendang Jihan keluar.
"Bang Juan suka cewe kaya Sena, manis katanya."celetuk Jihan, hal itu membuat Sena yang tertawa tersedak air ludahnya sendiri.
Matanya melotot ke arah Jihan. "Pala Lo manis, Lo gak liat kalo gue cewe bandel?"tanya Sena.
Jihan mengedipkan matanya berkali-kali, lalu mengangkat bahunya acuh. "Jihan gak tau, orang bang Juannya sendiri kok yang bilang gitu." Setelah mengatakan itu, Jihan merebahkan tubuhnya dikasur Sena. Meninggalkan keempat perempuan yang melongo melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WE'LL MEET AGAIN? [END]
Romansa⚠️BELUM DIREVISI [SEKUEL MY HUSBAND IS MY DILAPIDATED] Disarankan untuk membaca MHID terlebih dahulu, agar bisa mengetahui karakter orang-orang sebelumnya. ••• "Lo itu cewe, tapi kelakuan lo ngelebihin laki-laki." Mata Sena memicing, bukannya marah...