#10 : P I N D A H

2.3K 239 12
                                    


Prilly menghidangkan makan malam yang barusan ia buat, Prilly cukup mahir dalam urusan memasak karena sedari dulu dia selalu membantu Bu Evi . Kini hanya menunggu orang rumah untuk berkumpul di meja makan.

Tidak lama kemudian Fatahillah, Renata dan Ali turun dan duduk di kursi yang biasa mereka tempati.

"Aduh jadi ngerepotin mantu Bunda deh. Maaf ya sayang, Bunda gak bantu masak tadi." Seru Renata dengan tak enak hati.

"Gak apa-apa kok Bun, aku emang suka masak dan gak masalah kalau aku yang kerjain ini semua. Gak capek kok." Jawab Prilly dengan senyum yang lebar.

"Pinter mantu Ayah, pasti masakannya enak-enak nih." Kini Fatahillah memujinya membuat Prilly terharu karena seharusnya Prilly tidak berfikiran bahwa mereka menomorduakan dirinya, walaupun begitu harusnya dia sadar karena Nessa dan dirinya berbeda.

"Kapan kita makannya, kalau kalian terus memujinya." Sindiran Ali membuat ketiganya bungkam dan memulai makan malamnya dengan khidmat.

Prilly selalu merasa aneh kepada suaminya, terkadang Ali begitu lembut dan baik namun Ali juga bisa menjadi pria dingin yang penuh amarah. Sifat bunglon nya terkadang membuat Prilly takut, ya takut melakukan kesalahan. Ali yang dulu dan sekarang begitu berbeda, Ali yang sekarang membuat Prilly segan walau hanya menatapnya.

Selesai makan Prilly mengumpulkan semua piring kotor dan akan membawanya ke wastafel untuk mencucinya namun suara Ali menghentikannya.

"Tunggu sebentar, ada hal yang harus aku katakan."

Renata dan Fatahillah yang baru saja akan bangkit dari kursi mereka lalu duduk kembali dan menatap heran putra sulungnya.

"Ada apa Ali?" Tanya Renata begitu penasaran.

Terdengar Ali menghela nafasnya panjang.
"Ali sudah putuskan, Ali akan membelikan Prilly rumah untuk dia tinggal."

Renata kaget mendengarnya begitupun dengan Prilly yang langsung menatap suaminya tak percaya.

"Maksud kamu, kalian pisah ranjang? Astagfirullahaladzim, Bunda gak akan izinin kalau gitu."

Ali sudah tahu jika Renata tidak akan setuju dan akan berfikir negatif kepada dirinya.
"Bukan begitu maksud Ali, Bunda tahu? Kalau istri pertama dan istri kedua itu baiknya tidak satu atap. Ali bakalan nafkahin keduanya dan Ali juga bakalan adil sama istri-istri Ali. Ali bakalan sering mengunjungi Prilly dan nginap disana. Ali sudah pikir semua ini matang-matang." Ucapan Ali ada benarnya juga namun rasanya berat untuk meninggalkan rumah ini, dan kini Prilly tidak boleh egois dia hanya istri keduanya kan?

"Ayah percayakan semua ini sama kamu. Kamu kan sudah besar Ayah rasa kamu bisa melakukannya, tolong jangan pernah ingkar dan kamu harus bisa adil sama istri kamu." Nasehat Fatahillah membuat Ali mengangguk.

"Kapan kalian pindah rumah?"

"Mungkin besok, kebetulan Ali gak ada praktek. Bisa kan Ly?"

"Hah? Em- mungkin aku bisa izin nanti." Jawab Prilly dengan gugup.

Pundak Renata merasa lemas, karena Ali selalu meminta izin dengan waktu yang singkat bahkan bisa dibilang seperti suprise.

"Bunda kira kamu belum ada rumahnya karena kamu bilang akan beli rumah buat Prilly tapi ternyata udah ada."

"Kalau Ali gak bilang gitu, Bunda gak akan izinin." Ucapnya diakhiri kekehan.

"Ya sudah kalau gitu, Ly kamu beres- beres barang kamu aja. Biar Bunda yang cuci piring." Ucap Renata dan mengambil alih piring yang di pegang Prilly.

"Tapi Bunda--"

"Eh gak ada tapi- tapian ya!"

Prilly tersenyum ketika Renata memberinya telunjuk dan menggerakkan nya ke kiri dan ke kanan.

After WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang