Prilly menatap wajahnya yang sembab karena terlalu banyak menangis. Sudah dua hari berlalu namun air matanya tak juga mau berhenti.Tangannya mengelus lembut perutnya, "maafin Bunda, sayang. Bunda gak maksud bikin kamu sakit lagi." Ujarnya dengan nada serak.
Prilly benar-benar membutuhkan seseorang untuk memeluknya sekarang. Namun dia hanya sendiri disana tanpa ada orang yang menemaninya.
Prilly mengambil gawai di atas meja riasnya, lalu mendial nomor Alan. Lama nomor Alan tidak terhubung, membuat Prilly cemas.
"Hallo."
"Alan, kenapa kamu gak kabarin aku? Gimana keadaan disana? Semuanya baik-baik aja kan?"
"Kamu tenang dulu sebentar."
"Nessa jangan gila kamu! Lepas itu sekarang juga."
"Aku cuman mau Mas Ali! Mas Ali mana? Dia gak akan ninggalin aku kan?"
Prilly mematung mendengar suara gaduh di sebrang sana. Apalagi sekarang?
Telepon Alan terputus membuat Prilly tidak kuasa menahan diri hanya diam disana.
Dengan perasaan campur aduk, Prilly membereskan semua barang-barangnya dan menelepon seseorang dengan serius.
***
Sudah dua hari Ali tidak pulang ke rumah, dia memesan sebuah hotel dan tinggal disana selama dua hari. Namun walaupun dia masih dalam kesedihan Ali tetap profesional untuk masuk kerja.
Hari ini dia masuk setengah hari, pukul 12 siang dia sudah berada di antara orang-orang yang mengendarai kendaraan mereka di kota yang cukup padat penduduk.
Ali melajukan mobilnya tersendat-sendat karena hari ini jalanan cukup macet. Mata Ali yang tajam tidak sengaja mengamati orang-orang di halte. Seroang perempuan dengan perut yang cukup besar berdiri seraya memegang kopernya.
Ali menghentikan mobilnya dengan mendadak hal itu membuat pengendara lain mengklakson mobilnya.
"Woi kalau gak bisa nyetir, jangan bawa mobil sendiri dong." Sarkas pengendara lain.
Namun Ali menghiraukannya dan memilih membawa mobilnya ke pinggiran. Lelaki itu dengan buru-buru keluar dari mobil dan berlari menghampiri orang yang dia sayang sedang berdiri disana.
"Prilly!"
Ali mendekap tubuh mungil perempuan itu, sedangkan Prilly mematung seraya membalas pelukan Ali perlahan.
Prilly menatap sekitar merasa malu ketika semua orang menatap mereka dengan raut wajah berbeda-beda.
Ali melihat penampilan Prilly dengan senang, "kamu gak kenapa-kenapa kan? Maafin aku sayang. Maafin semua kesalahan aku. Aku tahu semua ini gak bisa kamu maafin dengan begitu mudah, tapi aku mengakui semua kesalahan aku. Maafin aku Ly, maaf "
Dengan wajah bingung dan polos, Prilly mendongkak ke arah Ali. "Mas, bisa kita pergi dari sini?"
Ali menatap sekitar, orang-orang tengah memperhatikan mereka. "Oke, ikut aku."
Ali membawa koper dan tas Prilly masuk ke dalam mobilnya. Setelah Prilly ikut masuk, mereka meninggalkan tempat itu.
Selama perjalanan keduanya terdiam, tiba-tiba saja rasa canggung menyeruak diantara mereka. Prilly sibuk dengan pikirannya dan Ali sibuk merangkai kata.
"Prilly."
"Mas Ali."
Keduanya terdiam dan saling bersitatap, tanpa alasan keduanya tertawa ringan.
"Mas Ali dulu."
"Kamu duluan."
Lagi-lagi mereka mengatakannya secara bersamaan. Prilly kikuk namun Ali mencairkan suasananya dan membiarkan Prilly berbicara lebih dulu.
"Mas Ali udah tahu semuanya?"
Ali menoleh seraya mengangkat sebelah alisnya, wajahnya menjadi datar dan mengangguk kecil.
Prilly sedikit menggigit bibir bawahnya gugup, "apa enggak terlalu cepat? Kenapa Mas Ali terlalu cepat membuat keputusan?"
"Keputusan apa maksud kamu?"
"Perceraian."
Ali menghembuskan nafasnya kasar, "seandainya kamu berada di posisi aku bagaimana? Apa aku harus tetap bersama orang yang telah membohongiku dan keluargaku begitu? Bahkan dia ingin menyelakakkan kamu. Ini udah tindak kriminal, Ly."
Prilly memainkan jarinya, "semua orang punya alasan. Enggak mungkin dia melakukan itu untuk membuat celaka orang lain."
Ali berdecak gemas, "lupain dia dulu boleh? Aku cuman mau bahas kita." Ucap Ali dengan penekanan di setiap katanya hal itu membuat Prilly meneguk ludahnya kasar.
"Kita kenapa?"
"Selama ini kamu kemana aja? Kamu hilang dan pergi begitu aja? Nomor aku sampai kamu blokir gitu aja." Tanya Ali menuntut.
Prilly mengerlingkan matanya ke arah lain. Semua itu tentu saja ulah Alan, dia tidak tahu-menahu soal apapun tentang masalah ini.
"Aku-- aku cuman menenangkan diri aja."
"Agar jauh dari aku?"
Prilly menggeleng cepat, "gak kayak gitu, Alan yang, ups--" Prilly memukul bibirnya dengan polos.
Sekarang apa yang harus dia katakan lagi dia sudah keceplosan.
Ali mengangguk-anggukan kepalanya.
"Aku udah curiga dari awal. Kenapa kamu mau, hm?"Prilly tidak berani menatap Ali yang sedang mengemudikan mobilnya. "Aku cuman pengen lihat seberapa besar cinta kamu sama aku. Dan seberapa banyak kamu memenuhi janji kamu."
"Intinya kamu hanya ingin melihat aku menyesal, hm?"
Prilly tertegun lalu mendongkak menatap wajah Ali yang terlihat sedih. Dengan pelan Prilly mengangguk.
"Maaf." Lirih Prilly.
Ali menghentikan mobilnya di tempat yang cukup sepi untuk parkir mobil. Dengan cepat lelaki itu menarik istrinya ke dalam pelukannya. Prilly menangis seraya membalas pelukan Ali dengan penuh rindu.
"Kamu gak perlu minta maaf, sayang. Aku yang salah, aku yang udah buat kamu menangis dan menderita. Aku tang harusnya minta maaf sama kamu. Maafin aku ya?" Ujar Ali dengan mengecup kening Prilly beberapa kali.
Prilly mengangguk dalam pelukannya. "Sayang Mas Ali." Ucap Prilly dengan manja hal itu membuat Ali terkekeh.
"Sayang istri Mas juga."
Ali melepas pelukannya dan menatap wajah Prilly yang terlihat lebih tembam dari biasanya, "janji ya gak usah deket-deket sama Alan lagi, apalagi dibawa kabur lagi sama dia."
"Mas Ali masih cemburu sama Alan?"
"Iya lah! Kamu gak inget emangnya dimana Alan mau nikahin kamu dibanding ngelihat kamu nikah sama aku? Gak terima banget kalau kamu jadi milik aku." Ujarnya dengan nada kesal.
Prilly mengelus lengan Ali dengan lembut.
"Sekarang kan aku milik kamu seutuhnya, jangan di anggurin lagi ya?"Ali tertawa mendengar nada lucu dari istrinya.
"Iya sayang. Setelah aku sama Nessa cerai. Aku janji, kita bakalan adain resepsi pernikahan untuk kita berdua sekalian untuk kelahiran bayi kita." Ucap Ali membuat Prilly tersenyum haru kepada Ali.
"Tapi, anak kita masih lama lahirnya."
"Iya kita tunggu aja dulu. Sebelum itu, sekarang adalah waktu kita untuk melepas rindu." Ali mengangkat-angkat alisnya.
Prilly mengernyit namun kemudian menganga sambil melotot. "Masih aja mesum?!!!!"
"Hahaha."
***
A/n : bukan maksud ingkar janji tapi aku benar-benar banyak kegiatan makannya aku bisa up. Dan sekarang benar-benar double!!
Bandung,
03 Oktober 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding
Romance[Ali Prilly Series] Higest rank : #1 nessa : 2 Agustus 2020 Judul awal "Istri Kedua" Setiap orang memiliki impian mereka masing-masing. Pernikahan adalah salah satu impian dari mereka. Namun bukan pernikahan secara diam-diam yang Prillyana Myesha I...