#11: S E N D I R I

2.3K 258 15
                                    


Prilly kini hanya tinggal seorang diri ketika Ali memilih pulang dan tidur bersama Nessa. Dia sudah berjanji jika waktunya bersama Nessa akan lebih banyak dibanding Prilly, dalam satu minggu untuk Prilly tiga hari dan sisinya Nessa. Prilly memaklumi hal itu namun tetap saja rasanya sakit mendengar ucapan Ali yang seperti itu.

Langkah kakinya membawa Prilly ke arah teras rumah. Perumahan yang ditempatinya begitu sepi ketika malam tiba, hal itu wajar karena malam hari adalah waktu istirahat. Bahkan satpam Prilly hari ini tidak bisa berjaga karena ada satu dan lain hal dengan keluarganya. Prilly tidak keberatan karena biasanya satpam komplek selalu berpatroli jika malam hari.

Matanya terhenti ke arah rumah yang ada didepannya. Ada seorang lelaki yang sedang membuka gerbang rumahnya dan berjalan ke arahnya seraya tersenyum.

Perawakannya tinggi dan sedang menggunakan peci dan membawa sejadah di pundaknya sambil menyapa Prilly di depan gerbang rumahnya.

"Mbak baru ya disini?"

Prilly berjalan mendekat dan membuka gerbangnya.

"Iya Mas, saya baru saja pindah kesini tadi pagi. Mas ini yabg punya rumah di depan situ ya?" Tanya Prilly seraya menunjuk rumah yang berada di depannya.

"Oh itu rumah bibi saya, saya disini cuman numpang. Kebetulan saya masih kuliah di sini."

"Oh gitu, saya kira itu rumah kamu."

Lelaki itu menepuk jidatnya dan memberi salam di depan dada. "Saya Arkan."

Prilly mengangguk dan mengikuti hal yang sama seperti Arkan. "Prilly."

Tak lama suara adzan menggema membuat obrolan mereka terhenti.

"Kalau begitu saya pergi ke masjid dulu ya Mbak Prilly, salam kenal." Pamitnya di angguki oleh Prilly.

"Iya, salam kenal."

Seperginya Arkan, Prilly kembali mengunci gerbang dan masuk ke dalam rumah tak lupa mengunci pintu rumahnya juga.

Prilly merasa bosan diam di rumah sendirian. Kalau tahu jadinya begini mungkin Prilly akan tinggal di panti saja. Percuma tinggal di rumah yang bagus tapi tidak bersama suami ataupun keluarga. Perasaan itu menyengat lagi membuat lukanya semakin pedih. Kenapa hal ini terus berulang kepadanya?

Prilly mendudukan dirinya di depan televisi tanpa mau menyalakan televisinya dia hanya duduk dan merenung.

Suara dering telepon membuyarkan lamunannya nama 'Alan' tertera disana membuat Prilly mengangkatnya.

"Hallo, Assalamualaikum Alan."

"Wa'alaikumsallam. Lagi apa Pril?"

Prilly mengernyit namun tetap membalas pertanyaan Alan. "Duduk aja."

"Gak bosen apa duduk terus."

"Bosen, tapi kan gak ada temen."

Hening, Alan tidak membalas ucapan Prilly. Hal itu membuat Prilly menatap gawai nya, namun layar gawainya masih menunjukan bahwa teleponnya masih terhubung.

"Hallo, kenapa Alan? Kok diem."

"Pasti sepi ya, pasti sakit hati ya? Mau aku temenin?"

Prilly tertawa sumbang, matanya tidak bisa lagi menahan air mata yang sedari tadi menumpuk.

"Emangnya aku anak kecil apa harus ditemenin terus-terusan. Mbak Eca bener kok, aku harus mandiri, Lan." Ucapan Prilly membuat Alan sakit hati.

"Masih kecil di temenin sama temen-temen sama ibu kan?, Kalau udah gede ditemenin sama pacar atau suami. Makannya aku mau temenin kamu kan udah gede."

After WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang