#44. E N D I N G

4K 206 26
                                    


"Billy, ayo nak makan dulu."

Billy menggeleng lalu berlarian kesana-kemari membuat Ali menghela nafasnya lelah. Sudah tiga puluh menit berlalu, Ali menyuapi Billy namun bocah tiga tahun itu terus menghindarinya dengan berlari mengelilingi rumahnya.

"Billy, ayo cepat. Hari ini ayah ada rapat, kalau kamu tidak mau makan ayah harus membawa kamu untuk rapat." Ujar Ali membuat Billy menghentikan langkahnya.

"Main.. main.. main.." oceh Billy membuat Ali terdiam.

"Oke sore nanti kita main ke tempat yang kamu sukai, tapi sekarang habiskan dulu makannya."

"Oke."

Akhirnya dengan kesepakatan, Billy dapat menghabiskan semua makanannya.

"Good boy."

"Good dad."

Keduanya saling tos, lalu Ali menyimpan piring bekas di atas wastafel.

Ali berjalan mendekati putranya lalu merentangkan tangannya ke arah Billy, dengan senang Billy mendekati ayahnya dan merangkul kan tangannya ke leher Ali.

"Let's go!"

Ali tersenyum ke arah Billy yang merasa senang.

Sudah tiga tahun setelah kehilangan Prilly, Ali belajar menjadi ibu dan ayah yang baik untuk Billy. Ali selalu memperkenalkan Prilly kepada Billy sebagai bintang di langit. Ali juga selalu mengajak Billy untuk mengunjungi makam mendiang istrinya setiap tanggal pernikahan mereka. Entah sudah mengerti atau belum tapi Ali ingin Billy mengetahui semuanya dari awal dan dia tidak mau jika nantinya Billy akan kecewa terhadap dirinya.

Sepanjang perjalanan menuju kantornya, Billy terus mengoceh. Hal itu membuat Ali mengingat Prilly, sifat mereka begitu sama. Terkadang Ali merasa jika dia sedang berbicara dengan mendiang istrinya itu.

Di usia Billy yang sudah tiga tahun lebih enam bulan, itu bahkan sudah berbicara dengan lancar dan suka menasehati orang. Tidak tahu Billy mengikuti gaya bicara siapa, padahal setiap harinya dia selalu bersama Ali, atau dititipkan bersama dengan Renata dan Gina.

"Hari ini Nena ngundang makam malam di rumah Kakek. Kamu setuju untuk hadir."

Billy mengangguk setuju, "jika tidak datang, mubazir makanan."

"Berarti kita gak bisa pergi main ke tempat yang Billy suka, bagaimana?"

"Tidak apa-apa, Ayah. Di rumah Nena ada om Alan dan Kakek Fatah, Billy senang main di rumah Nena."

Ali menoleh ke arah Billy yang sedang menatapnya dengan lucu, dengan gemas dia mengusak rambut putranya.

"Jangan di rusak, nanti tidak tampan."

"Oke bos, maafkan saya." Ali terkekeh geli dengan nada bicara Billy.

Ali kembali fokus pada jalanan di depannya.

***

Selesai makan malam di rumah Fatahillah, Billy pergi bersama dengan Alan ke kamar Alan untuk menerima hadiah dari pamannya itu. Sedangkan Ali sedang duduk di depan teras rumah Fatahillah sambil termenung.

Ali sudah mengikhlaskan kepergian istrinya, namun tetap saja terkadang Ali menginginkan kembali kehadiran Prilly. Merawat Billy bersamaan seperti apa yang Prilly inginkan.

Mungkin saja ini adalah karma bagi Ali, karena telah begitu egois terhadap Prilly, menyakitinya berulang kali dan sempat tidak menginginkannya. Setelah semuanya terjadi barulah Ali sadar, jika kepergian Prilly menjadi pukulan terbesar bagi kehidupannya.

Memang benar, penyesalan selalu terjadi di akhir kisah.

"Ngelamunin apa?" Tanya Renata seraya ikut duduk di samping putranya.

After WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang