#22. M E M I L I H S E T I A

2K 254 26
                                    


Alan menghampiri Prilly yang mematung di teras depan. Semua orang begitu mempedulikan Nessa tanpa mendengar pembelaan dari Prilly. Hal itu tentu saja membuat Alan marah dan merasa kesal, tak terkecuali kepada Ali.

Padahal Prilly juga istrinya, harusnya dia mendengarkan apa yang Prilly sampaikan. Tetapi Ali telah dibutakan dengan kelakuan buruk Nessa sehingga membuat lelaki itu nampak tak bisa mendengarkan orang lain, termasuk Prilly.

Melihat Alan yang mendekatinya, buru-buru Prilly menghapus jejak air matanya yang membasahi pipi.

"Kenapa disini? Kasihan Mbak Eca kan lagi sakit." Ujar Prilly dengan nada yang bergetar dan senyum yang terpaksa.

Alan tersenyum dan menghapus jejak air mata Prilly yang tidak terhapus oleh pemiliknya.

"Kenapa aku harus jagain dia juga, sedangkan kamu disini sendirian?"

Mendengar nada Alan yang serak menahan sesak membuatnya menahan air mata dengan menggigit bibirnya agar tidak keluar isakan dari mulutnya.

"Kamu percaya sama aku?" Alan mengangguk yakin membuat tangis Prilly tumpah di pelukan lelaki itu.

Alan memeluknya dengan erat, sesekali mengelus punggung Prilly. Tanpa menyadari bahwa tak jauh dari mereka Ali menatap kedua insan yang tengah berpelukan itu dengan wajah yang mengeras dengan tangan mengepal.

Niat hatinya ingin memanggil Prilly untuk meluruskan masalah ini atas keinginan sang Ayah. Namun melihat hal itu hatinya urung untuk mendekatinya. Lagi-lagi hatinya di rudung rasa cemburu membuat hatinya terbakar. Dan Ali merasa de javu ketika melihat itu semua mengingat kejadian satu tahun yang lalu.

Dengan perasaan cemburu Ali memundurkan langkahnya, kali ini masih tegap membiarkan adiknya bersama sang istri.

"A-aku gak salah kan? A-aku gak ta-hu kalau Mbak Eca ja-jatuh karena apa. Tapi memang, hiks, pas aku keluar Mbak Eca udah jatuh, hiks." Ucapnya menjelaskan.

"Iya aku tahu."

Mendengar suara tangisan Prilly membuatnya terluka hatinya seperti tercubit. Rasanya ingin mengakhiri duka Prilly. Karena selama ini Prilly telah menanggung semuanya sendiri. Alan hanya ingin melihat Prilly bahagia.

"Jangan nangis lagi ya? Kasihan dedek bayinya pasti ikut nangis. Gak baik juga buat kamu, Ly." Bujuk Alan masih mendekap tubuh mungil Prilly.

"Aku melihat wajah marah Mas Ali, mas Ali kecewa banget sama aku, dan Mas Ali sangat membenci aku. Aku gak tahu apa yang akan terjadi kedepannya." Lirihnya sedih.

"Kita pergi dari sini ya?"

Prilly melepas pelukan Alan dan menatap lelaki itu dengan raut wajah heran.

"Tapi Mbak Eca belum sadar. Kalau kita pulang duluan gak enak juga."

Alan menggeleng pelan dan membawa kedua tangan Prilly di genggamannya. "Kita pergi dari sini, dari Nessa, dari keluarga Fatahilah, dan dari Ali. Kita buka lembaran baru untuk kamu. Kita buat dunia kita yang lebih bahagia. Dengan begitu kamu gak akan lagi dituduh seperti itu. Kita jalani sama-sama ya?"

Prilly melepaskan genggaman tangan Alan dan menatap lelaki itu dengan raut wajah tak percaya. "Gila kamu, Lan. Aku udah punya suami! Suami aku itu kakak kandung kamu sendiri. Dan kamu malah mengajak kabur aku setelah kejadian serumit ini terjadi kepada rumah tanggaku?"

Alan menatap Prilly dengan raut wajah yang tak bisa di artikan, "aku tahu kamu sudah menjadi istri seseorang, dan kamu adalah kakak ipar aku. Tapi apa kamu berpikir apa yang akan kamu hadapi kedepannya setelah melihat kejadian ini? Kamu bahkan gak dipercaya sama Ali. Dia yang disebut sebagai suami? Mana ada suami menuduh istrinya tanpa bukti. Mana ada suami yang membentak istrinya di depan semua orang. Dan mana ada suami yang sama sekali gak mikirin perasaan istrinya. Sadar Prilly, sadar. Kamu hanya di manfaatkan, dan aku gak bisa diam aja melihat kamu seperti ini."

After WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang