1. Pertemuan

372 102 46
                                    

Mengisahkan seorang pemuda dengan tubuh kokoh yang mampu membekukan sekitarnya, membawa hawa dingin ketika api telah bangkit untuk menghancurkan segala penghalang yang menentang kehadirannya.

Kisah ini tentang perempuan cantik penyuka bintang, gadis lugu yang selalu terluka. Namun, ini bukan tentang lukanya, melainkan hati yang telah patah.

 Namun, ini bukan tentang lukanya, melainkan hati yang telah patah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

◍◍◍

Cahaya matahari menyela masuk melalui jendela, ruangan yang di dominasi berwarna hitam itu terlihat lebih terang dari biasanya, membuat barang-barang acak itu nampak dengan mudah terlihat, pecahan fas bunga, laci nakas yang terbuka dengan isinya yang berhamburan keluar, stik game yang berceceran di lantai, serta beberapa kaleng soda yang menumpuk di atas meja tak mampu membuat pemuda itu terganggu.

Tubuh itu terbaring di atas sofa, Matanya masi terpejam, kepalanya bersandar pada lengan sofa, kurang lebih baru 30 menit ia tertidur setelah memberantakan seisi kamar.

Tok.. Tok.. Tok..

"ZEAN!"

Pemuda itu terusik, perlahan mata itu terbuka, netra abu-abu itu bersitatap langsung dengan langit-langit kamar.

"WOI BANGUN" teriak seseorang dari luar kamar Zean.

Pemuda itu berdecih, dia benci tidurnya diganggu. Dengan rasa kesal ia pun bangkit, berjalan dengan langkah gusar, meraih kenop pintu dan membukanya secara kasar "Berisik!" tekusnya tepat dihadapan manusia penganggu ketenangnnya.

"Hari ini MOS terakhir lo harus ikut!" perintahnya. Siapa lagi kalau bukan sepupu pengatur hidupnya yang menyebalkan.

"Ogah" jawab Zean acuh.

Afran, laki-laki itu menggeram tertahan, manusia didepannya itu terlalu keras kepala "Lo ga kasihan sama gue? bang Doni ngehujat terus, lo suruh ikut kalo ga nilai lo negatif" jelas Afran penuh penekanan, terlalu lelah jika hasinya penolakan, sudah sedari awal ia mengingatkan sepupunya untuk mengikuti MOS, atau dia akan mendapat citra buruk dari sekolah sebelum masuk ke dalam lingkungannya. Namun Zean tetaplah Zean, Ia selalu kukuh dengan pendiriannya, kata tidak akan selamanya tidak, pemuda itu memang sekeras batu membuat Afran kewalahan.

Mata tajam itu menatap nyalang tidak perduli "Bodo!" ucapnya dingin, untuk apa membuang tenaganya untuk MOS sialan yang tidak penting. Sungguh, kamarnya yang sudah seperti kapal pecah ini lebih terasa nyaman daripada harus berdiri di kerumunan para murid yang membuatnya bosan.

"Lo berangkat atau gue aduin sama om Renzo" ancam orang bernama Afran itu.

"Terserah!" ucap Zean tidak perduli, ia hendak kembali menutup pintu kamar sebalum Afran kembali menahan pergerakannya.

NYCTOPHILIACTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang