Lapangan sudah riuh dan ramai oleh siswa, di tengah pertandingan yang sengit akhirnya tim merah memenangkan pertandingan. Tim putih memberi salam, meskipun kalah mereka tetap toleransi dan saling mendukung. Ini hanya permainan, untuk bersenang-senang.
Semuanya telah merayakan clasmeeting dengan gembira. Riuh, dan tepuk tangan. Teriakan dan siulan ikut meramaikan. Akan tetapi tidak dengan satu anggota tim yang memenangkan pertandingan, Satya dengan seragam futsal merah bernomor punggung 12 itu nampak hanya duduk sembari memum air putih di pojokan lapangan.
Cowok yang berhasil mencetak poin di akhir justru tidak menikmati pertandingan. Teman-teman yang menyapanya pun ia hiraukan. Satya merasa kesal lantaran gadisnya tidak menonton pertandingannya.
Puas meneguk air mineral, ia beranjak meninggalkan lapangan. Langkah kaki yang terdengar samar-samar dan pelan menyusuri koridor. Hatinya dilanda kegundahan. Rasanya seperti tidak memiliki harapan lagi. Sudah tiga hari pesan dan panggilan telponnya diabaikan oleh Nayla.
Entah secara kebetulan atau takdir, tiba-tiba di depan sana ia milihat Nayla berjalan ke arahnya, sempat berbinar namum ekspresinya ia urungkan ketika melihat sosok lain di sebelah kekasihnya. Tangannya mengepal kuat, suasana hatinya semakin buruk saja.
Tepat berpapasan Satya memanggil "Nay" nada yang tak biasa terdengar, seolah Satya sedang menahan amarah.
Nayla berhenti, bersama cowok di sebelahnya "Apa?" balas si gadis.
Satya mendadak diam membisu, entah apa yang yg harus dia katakan. "Tim kami menang" Hanya kaliamat itu yang terfikir di benaknya.
"Oh selamat" ujar Nayla mengapresiasi tanpa ekspresi.
Satya terhenyak, kenapa responnya seperti itu "Itu aja?" Tanyanya memastikan.
Nayla mengangguk dua kali. "Udah ya, aku sibuk" Ucapnya segera pergi, mengkode cowok di sebelahnya dan kembali berjalan.
Satya membuka lebar matanya, menyadarkan diri sendiri untuk paham situasi "Sibuk, sama dia?" Bergumam pelan, dengan rasa sakit, kecewa, dan sesak menjadi satu.
♡♡♡
Di tengah riuhnya class meeting, seorang gadis memilih berlindung dalam keheningan perpustakaan. Duduk di sudut sunyi, ia terhanyut dalam buku, membiarkan kata-kata membawanya jauh dari keramaian.
Saat tenggelam dalam bukunya, langkah kaki perlahan mendekat, namun gadis itu tak bergeming, matanya masih terpaut pada setiap kata yang mengalir lembut, memeluk pikirannya dengan damai. Dunia di sekitarnya seakan memudar, tersisih oleh keindahan cerita yang ia baca. Tanpa disadari, seseorang kini berdiri tepat di belakangnya. Suara itu akhirnya pecah, lembut namun jelas, memanggil namanya—seperti bisikan angin yang menyentuh permukaan air tenang, mengusik kedamaian yang ia nikmati dalam kesunyian. "Clara—"
Fokus gadis itu seketika buyar, dan matanya perlahan-lahan beralih dari halaman buku ke arah senyum tipis dari sang lelaki muda.
"Zean, Lo gak tanding?" Rasa penasaran menyelimuti hatinya, kenapa remaja itu ada di sini, bukankah ia mengikuti pertandingan yang tengah berlangsung.
“Buat apa? Lo juga nggak nonton,” jawabnya sedikit menyindir perasaan si gadis, ia melangkah, ikut duduk di kursi sebelah Clara yang dibiarkan kosong.
“Jadi salah gue?" ujarnya, nada suaranya sedikit naik, tersirat kekesalan yang mencoba ditahan.
“Gue lagi nggak mau ikut aja,” jawab remaja itu dengan santai, matanya mulai melirik buku buku yang Clara pilih di atas meja.
“Beneran?” tanyanya, ingin memastikan.
“Iya, sayang,” ia menegaskan, sambil tersenyum penuh arti, menyadari betapa anehnya ungkapan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NYCTOPHILIAC
Novela Juvenil⚠️MENOLAK PLAGIAT⚠️ Zean Drayn Lorenzo seorang pemuda berdarah dingin yang dipertemukan dengan Clara Avza Edward, gadis cantik yang hatinya telah hancur. Pertemuan yang tidak tepat membuat mereka saling membenci. Hingga Zean memutar keadaan setelah...