6

84 3 0
                                    

Sinar mata hari yang kurang hajar memasuki kamar gue lalu membuat tidur ganteng gue terusik. Gue membuka mata perlahan, lalu menguceknya.

"Widih pemandangan pagi apa ini?" gumam gue pas liat ada gunung indah di depan.

Gue memejamkan mata lagi dan mengubah posisi, lalu tak lama membukanya setelah sadar sesuatu.

Sial, kenapa bisa ada gunung??!

"Njirr, beneran gunungnya keliatan dong," kata gue setengah heboh.

Huma yang masih tidur tidak terusik sedikitpun, baguslah. Eh maksud gue, enggak bagus lah. Eh, lah bodo amat, rejeki gak boleh di tolakkan.

Wow rejeki ada dua gaiseee...

"Emmm putih lagi warnanya," gumam gue.

Gue mengusap wajah gue mencoba menetralkan keadaan. Kemarin cuman enggak sengaja ngerames, sekarang malah enggak sengaja ngeliat langsung. Gue lebih tepatnya bingung sih, gue harus apa sekarang??

Pas gue mau nutupin Huma pakek selimut, si Huma malah keliatan kesel dan ngejauhin selimut. Gue semakin meneguk ludah saat piama milik Huma semakin terbuka. Gunung itu terlihat semakin menantang, hampir terbuka seluruhnya!

Njirrr gue harus gimana??

Kenapa enggak semuanya kebuka sih, eh?

Gue mendekatkan diri ke sana, tangan gue terangkat buat nyentuh area gundukan putih itu.

"Dih empuk njirrr!"

Kelamaan tangan gue makin nackal terus mulai menangkup seluruh dadanya di tangan gue dan terasalah keempukan yang hakiki.

Karena hal itu, Huma mulai terusik dari tidurnya dan membuka matanya. Gue yang kaget terdiam dan bukannya kabur gue malah liat kedua tangan gue sepenuhnya masih pegang dada dia, lalu gue nyengir kayak orang bego.

"Eh itu, anu... gue-"

Bukannya marah atau bereaksi ngamuk seperti layaknya cewek perawan di sentuh oleh orang yang tidak berhak. Huma dengan santainya bangun dari tidur, dan seperti pagi kemarin gadis itu mengambil peralatan mandi serta handuknya lalu meninggalkan gue yang cengo tidak percaya.

"Lah, gue di tinggal lagi?" gumam gue.

Aneh nih cewek, kok enggak kayak cewek lainnya? Setidaknya berteriak gitu, ini diem-diem bae.

Gue menghela nafas, kayaknya gue harus minta maaf deh.

Iya gue minta maaf!

Kalau inget deh, batin gue manambahkan.

@@@

Setelah adegan tadi pagi, adegan melihat Gunung yang indah dan jalan-jalan mendakinya. Gue bener-bener ingin meminta maaf padanya. Ya berhubung ini masih pagi dan Huma juga masih dandan-namanya juga cewek ya.

Dingin-dingin gitu, dia itu sebenernya suka dandan walau tipis sih. selain itu Huma juga pandai menyesuaikan warna bajunya. Hmmm, setidaknya dia gak dandan norak abis sih.

Dan di sisi lain, asal lu semua mau tau. Setelah melakukan riset jalan-jalan mendaki tadi, gue baru tau. Bahwa sebenernya pendek-pendek begitu Huma memiliki sesuatu yang bisa membuat kalian iri wahai kaum hawa.

Benar-benar tumbuh indah dengan besar di bagian itu.

Jangan sok polos ya kalian, buka cerita ini sampai part ini aja kalian udah termasuk kaum-kaum membagongkan. Sama kek yang buatnya!

"Huma, di makan dulu nasi goreng selimutnya," kata gue menaruhnya di depan Huma.

Nasi goreng itu bertuliskan 'maaf' menggunakan saos sambal. Ya gue sengaja tulis itu di sana, kalian ingat bukan gue emang niat meminta maaf padanya. Sedangkan punya gue, tidak bertuliskan apapun.

HuHeHaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang