8

84 5 0
                                    

Gio datang bersama dengan sebuah gitar, lelaki itu duduk di tempatnya yang sebelumnya. Gue bangun dari duduk dan mulai bernyanyi, Gio yang paham lirikan gue mulai bersiap memainkan gitar di tangannya. Derek masih asik makan hidangan khusus untuk dia, abaikan saja orang kayah satu itu.

"Lagu ini saya persembahkan untuk teman saya yang mau meninggal tapi gak jadi," kata gue.

Derek melempar sendok yang dia pakai ke arah gue, tapi dia sigap gue menyingkir. Pelayannya yang melihat itu memberikan satu sendok bersih lagi kepada Derek, lelaki itu menerimanya.

"Siapa yang mau mati Vis, lu aja duluan!"

"Kaga seru kalau gue mati, masa iya pemeran utama mati sih."

Derek mendelik, "Lo pemeran utama? Yakin banget sih, mana ada pemeran utama setengah gila!"

Gue berdehem, "Pemain selingan yang biasanya mati diem deh, gue mau nyanyi buat sahabat gue yang gak jadi mati nih!"

"Sahabat lu yang mana bajingan?!"

"Ya elu!" jawab Gio lalu tertawa, gue mengangguk mengiyakan.

"Gue kasih makan kucing gue tau rasa kalian berdua," gumamnya.

Gue dan Gio tertawa saat melihat wajah Derek yang putih itu memerah karena menahan kesalnya. Ah iya, sebenarnya kami sekarang ada di café, seharusnya ada di rumah sakit tapi karena Tuan Muda Derek sedang merajuk ingin di café jadilah bokapnya yang tajir itu mengubah café miliknya-baru dibeli hari ini juga menjadi rumah sakit dadakan.

Terserah lo semua mau percaya apa enggak, si Derek aja sekarang lagi makan tapi tangannya yang sebelah pakek impusan belum lagi bajunya masih baju rumah sakit dan yang dari tadi kami di awasi oleh Suster bohay nan cantik. Lebih tepatnya Derek yang di awasi.

Kaga heran lagi gue sama kelakuan si Derek kalau ngabisin duit, apalagi dengan alasan yang kurang logis.

Susah memahami orang kaya gila mah, batin gue.

"Topi Saya bundarrrr..."

"Jrenggg..."

"Bunda topi Sayaaa huoooo..."

"Jrenggg...."

"Nenek sudah tuaaaaa!"

"Jrenggg..."

"Digigit kambing duaaaaaaa yeaaahhhhh!"

Gio memetik gitar ngasal karena emang lelaki itu tidak bisa memainkannya. Awal datang kesini gue sengaja bawa gitar punya Tio yang gue pinjem waktu perjalanan kesini. Bermaksud untuk menghibur Derek yang tiba-tiba terserang penyakit dadakan.

Derek jarang sakit parah sampai seperti ini, terutama dengan sebuah fakta dia anak tunggal kaya raya tidak mungkin dibiarkan begitu saja oleh kedua orang tuanya. Ya kecuali satu point main sama gue, kadang gue mikir ortunya Derek takut anaknya nambah gila kaga ya bergaul sama gue?

"Selesai, mana sumbangannya?" gue mengulurkan tangan kepada Gio.

"Apa?" Gio menatap gue tidak mengerti.

"Bayaran gue lah, suara bagus gue gak bisa sembarangan orang denger nih."

"Suara lo emang bagus, tapi gitar sama suara 'jrengnya' nyepam njirrr! Terus kalian kira ini TK apa? Mana lagunya jadi kek pisikopat gitu lagi!"

"Yang penting menghibur," kata gue.

"Mbak Minumnya tolong diganti, aku lagi gak mau air putih ini aku mau air bening aja tapi jangan pakek gelas bening ya," kata Derek yang diiyakan oleh pelayan dan suster, entahlah siapa yang dimaksud Derek.

HuHeHaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang